Prekursor bisa diekstrak jadi sabu-sabu
A
A
A
Sindonews.com - Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah meminta pengawasan terhadap prekursor atau bahan dasar pembuat obat tidak dijual bebas. Karena, beberapa prekursor bisa diekstrak menjadi narkotika jenis sabu–sabu maupun psikotropika.
Kepala BNNP Jawa Tengah Kombes Pol Soetarmono mengatakan, di Jawa Tengah terdapat 20 pabrik pembuatan obat. Prekursor memang resmi digunakan dalam proses industri dan sebagian besar diperdagangkan secara internasional.
“Ada bahan dari luar negeri, pseudo ephedrine, obat flu dari luar negeri, Korea dan Thailand. 150 ribu tablet bisa diekstrak jadi 6 Kg sabu–sabu,” ungkapnya saat ditemui wartawan, di kantornya, Rabu (23/10/2013).
Bahan ini, memang tidak berada dalam pengawasan khusus. Namun ekspor dan impor, serta pasokan terhadap perorangan maupun perusahaan yang bukan untuk industri, patut diduga ada penyelewengan. Artinya, disalah gunakan menjadi bahan dasar membuat narkotika.
Pengawasan terhadap prekursor, selain dilakukan pihaknya, juga dilakukan pihak lain. Di antaranya Polri, Kementerian Kesehatan, hingga balai Pom. Jika pengawasan lemah, tak menutup kemungkinan produksi sabu–sabu dari penyimpangan prekursor ini bisa dilakukan.
Terkait peredaran narkotika, khususnya sabu–sabu di Jawa Tengah, Soetarmono mengakui cukup sulit memberantasnya. Para oknum peredaran gelap ini tentu saja terus memanfaatkan celah–celah penyelundupan.
“Misalnya di bandara internasional. Walaupun sudah ada tim custom dari bea cukai yang mengawasi. Nyatanya peredaran domestik terus ada. Barang yang kami tangkap, ternyata lebih kecil dari yang beredar,” tambahnya.
Terpisah, Direktur Reserse Narkoba Polda Jawa Tengah Kombes Pol Jhon Turman Panjaitan terhitung sejak Januari hingga September tahun ini, pihaknya telah menyita barang bukti sabu–sabu seberat 1.721,511 gram. Selain itu, juga 14.507,43 gram ganja, 1,35 gram heroin, 17,25 butir ekstasi, dan 383 butir obat psikotropika.
“Beberapa kali kami tangkap penyalahgunaan menggunakan jalur darat. Seperti di Bawen itu, lalu di Brebes. Sampai di Semarang ini. Upaya preventif dan pengawasan harus terus ditingkatkan, tak terkecuali di jalur darat ini. Bisa bus kota antarprovinsi hingga menggunakan kereta api," timpalnya.
Kepala BNNP Jawa Tengah Kombes Pol Soetarmono mengatakan, di Jawa Tengah terdapat 20 pabrik pembuatan obat. Prekursor memang resmi digunakan dalam proses industri dan sebagian besar diperdagangkan secara internasional.
“Ada bahan dari luar negeri, pseudo ephedrine, obat flu dari luar negeri, Korea dan Thailand. 150 ribu tablet bisa diekstrak jadi 6 Kg sabu–sabu,” ungkapnya saat ditemui wartawan, di kantornya, Rabu (23/10/2013).
Bahan ini, memang tidak berada dalam pengawasan khusus. Namun ekspor dan impor, serta pasokan terhadap perorangan maupun perusahaan yang bukan untuk industri, patut diduga ada penyelewengan. Artinya, disalah gunakan menjadi bahan dasar membuat narkotika.
Pengawasan terhadap prekursor, selain dilakukan pihaknya, juga dilakukan pihak lain. Di antaranya Polri, Kementerian Kesehatan, hingga balai Pom. Jika pengawasan lemah, tak menutup kemungkinan produksi sabu–sabu dari penyimpangan prekursor ini bisa dilakukan.
Terkait peredaran narkotika, khususnya sabu–sabu di Jawa Tengah, Soetarmono mengakui cukup sulit memberantasnya. Para oknum peredaran gelap ini tentu saja terus memanfaatkan celah–celah penyelundupan.
“Misalnya di bandara internasional. Walaupun sudah ada tim custom dari bea cukai yang mengawasi. Nyatanya peredaran domestik terus ada. Barang yang kami tangkap, ternyata lebih kecil dari yang beredar,” tambahnya.
Terpisah, Direktur Reserse Narkoba Polda Jawa Tengah Kombes Pol Jhon Turman Panjaitan terhitung sejak Januari hingga September tahun ini, pihaknya telah menyita barang bukti sabu–sabu seberat 1.721,511 gram. Selain itu, juga 14.507,43 gram ganja, 1,35 gram heroin, 17,25 butir ekstasi, dan 383 butir obat psikotropika.
“Beberapa kali kami tangkap penyalahgunaan menggunakan jalur darat. Seperti di Bawen itu, lalu di Brebes. Sampai di Semarang ini. Upaya preventif dan pengawasan harus terus ditingkatkan, tak terkecuali di jalur darat ini. Bisa bus kota antarprovinsi hingga menggunakan kereta api," timpalnya.
(san)