Warga Sangkaropi demo tolak penambangan timah hitam
A
A
A
Sindonews.com - Ratusan warga Desa Sangkaropi, Kecamatan Sa'dan, Kabupaten Toraja Utara melakukan aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Toraja Utara, Kamis(17/10/2013).
Dalam aksinya, warga Desa Sangkaropi meminta wakil rakyat merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Toraja Utara menutup pertambangan galena (timah hitam) yang ada di Desa Sangkaropi.
"Kami meminta, tambang Sangkaropi ditutup karena tidak memberikan kesejahteraan kepada masyarakat setempat. Justru, keberadaan tambang menyengsarakan warga desa," ujar koordinator aksi unjuk rasa, Patto Pong Sitammo, di sela-sela aksi unjuk rasa, di depan Gedung DPRD Toraja Utara.
Dia mengatakan, sejak adanya aktivitas pengangkutan tambang galena yang dikelolah perusahaan Makala Toraja Mining (MTM), jalan yang sering dilewati armada pengangkut galena merupakan jalan umum yang kondisinya saat ini rusak berat.
Hal itu disebabkan kekuatan jalan tidak sebanding tonase armada pengangkut material tambang hingga beratnya mencapai enam ton. Sesuai aturan, perusahan tambang wajib membuat jalan khusus untuk kendaraan pengangkut material tambang.
Selain itu, limbah galian tambang galena sudah mencemari lingkungan masyarakat sekitar. Limbah yang mengandung zat-zat kimia sangat berbahaya bagi masyarakat desa. Limbah perusahaan sudah banyak merusak sawah warga dan air sumur yang selama ini dikomsumsi warga untuk kebutuhan sehari-hari terancam tercemar limbah.
Diduga, perusahaan tambang galena tidak memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal). "Warga resah karena limbah yang dihasilkan dari aktivitas penggalian timah hitam mengancam lingkungan sekitarnya," katanya.
Dia mengatakan, pengunjuk rasa juga menuntut janji perusahaan kepada masyarakat yang hingga kini belum dipenuhi
pihak perusahaan. Janji perusahaan yang belum dipenuhi versi pengunjuk rasa diantara pembangunan sekolah dan sarana pelayanan kesehatan.
Pengunjuk rasa pun meminta kepada DPRD mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah untuk mencabut izin pengangkutan dan produksi tambang galena hingga pihak perusahaan memenuhi janjinya.
Bahkan, pengunjuk rasa mengancam akan melakukan unjuk rasa yang lebih besar lagi jika dalam waktu dekat pihak perusahaan tetap beroperasi mengangkut tambang galena sementara janji perusahaan kepada masyarakat belum dipenuhi.
"Selama ini, belum ada kontribusi yang besar dari perusahaan kepada masyarakat setempat. Sebelum janji perusahaan dipenuhi, pemerintah harus menghentikan sementara aktivitas tambang galena di desa Sangkaropi," ujarnya.
Tuntutan pengunjuk rasa diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD, Hatzen Bangri dan tim penerima aspirasi di ruang rapat paripurna.
"Kami minta warga bersabar. Percayakan kepada kami sebagai wakil rakyat untuk menyelesaikan masalah yang menjadi tuntutan masyarakat," ujar Wakil Ketua DPRD Toraja Utara, Hatzen Bangri.
Konsultan hukum PT Makale Toraja Mining, Julius Jodi Pama'tan membantah jika pihak perusahan tidak memperhatikan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan galena yang dikelolah PT Makale Toraja Mining.
Pihak perusahaan sudah melakukan pembebasan lahan dan diatasnya sudah dibangun tiga ruang kelas baru. Pihak perusahaan juga sudah mengeluarkan anggaran sekira Rp450 juta untuk fasilitas umum. Selain itu, pihak perusahan menggelontorkan dana Rp1,5 miliar untuk perbaikan, pelebaran jalan serta bronjong. Meski masih ada beberapa titik ruas jalan yang masih butuh perbaikan.
Setiap tahun juga, PT Makale Toraja Mining menyiapkan dana cadangan selama tiga tahun berturut-turut sebesar Rp100 juta per tahun dalam reklamasi lahan di sekitar lokasi tambang. Dana cadangan itu sewaktu-waktu bisa dicairkan jika ada kebutuhan mendesak untuk reklamasi lahan.
"PT Makale Toraja Mining juga sudah memiliki dokumen Amdal yang diterbitkan langsung pemkab Toraja Utara," ujar Jodi.
Dalam aksinya, warga Desa Sangkaropi meminta wakil rakyat merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Toraja Utara menutup pertambangan galena (timah hitam) yang ada di Desa Sangkaropi.
"Kami meminta, tambang Sangkaropi ditutup karena tidak memberikan kesejahteraan kepada masyarakat setempat. Justru, keberadaan tambang menyengsarakan warga desa," ujar koordinator aksi unjuk rasa, Patto Pong Sitammo, di sela-sela aksi unjuk rasa, di depan Gedung DPRD Toraja Utara.
Dia mengatakan, sejak adanya aktivitas pengangkutan tambang galena yang dikelolah perusahaan Makala Toraja Mining (MTM), jalan yang sering dilewati armada pengangkut galena merupakan jalan umum yang kondisinya saat ini rusak berat.
Hal itu disebabkan kekuatan jalan tidak sebanding tonase armada pengangkut material tambang hingga beratnya mencapai enam ton. Sesuai aturan, perusahan tambang wajib membuat jalan khusus untuk kendaraan pengangkut material tambang.
Selain itu, limbah galian tambang galena sudah mencemari lingkungan masyarakat sekitar. Limbah yang mengandung zat-zat kimia sangat berbahaya bagi masyarakat desa. Limbah perusahaan sudah banyak merusak sawah warga dan air sumur yang selama ini dikomsumsi warga untuk kebutuhan sehari-hari terancam tercemar limbah.
Diduga, perusahaan tambang galena tidak memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal). "Warga resah karena limbah yang dihasilkan dari aktivitas penggalian timah hitam mengancam lingkungan sekitarnya," katanya.
Dia mengatakan, pengunjuk rasa juga menuntut janji perusahaan kepada masyarakat yang hingga kini belum dipenuhi
pihak perusahaan. Janji perusahaan yang belum dipenuhi versi pengunjuk rasa diantara pembangunan sekolah dan sarana pelayanan kesehatan.
Pengunjuk rasa pun meminta kepada DPRD mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah untuk mencabut izin pengangkutan dan produksi tambang galena hingga pihak perusahaan memenuhi janjinya.
Bahkan, pengunjuk rasa mengancam akan melakukan unjuk rasa yang lebih besar lagi jika dalam waktu dekat pihak perusahaan tetap beroperasi mengangkut tambang galena sementara janji perusahaan kepada masyarakat belum dipenuhi.
"Selama ini, belum ada kontribusi yang besar dari perusahaan kepada masyarakat setempat. Sebelum janji perusahaan dipenuhi, pemerintah harus menghentikan sementara aktivitas tambang galena di desa Sangkaropi," ujarnya.
Tuntutan pengunjuk rasa diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD, Hatzen Bangri dan tim penerima aspirasi di ruang rapat paripurna.
"Kami minta warga bersabar. Percayakan kepada kami sebagai wakil rakyat untuk menyelesaikan masalah yang menjadi tuntutan masyarakat," ujar Wakil Ketua DPRD Toraja Utara, Hatzen Bangri.
Konsultan hukum PT Makale Toraja Mining, Julius Jodi Pama'tan membantah jika pihak perusahan tidak memperhatikan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan galena yang dikelolah PT Makale Toraja Mining.
Pihak perusahaan sudah melakukan pembebasan lahan dan diatasnya sudah dibangun tiga ruang kelas baru. Pihak perusahaan juga sudah mengeluarkan anggaran sekira Rp450 juta untuk fasilitas umum. Selain itu, pihak perusahan menggelontorkan dana Rp1,5 miliar untuk perbaikan, pelebaran jalan serta bronjong. Meski masih ada beberapa titik ruas jalan yang masih butuh perbaikan.
Setiap tahun juga, PT Makale Toraja Mining menyiapkan dana cadangan selama tiga tahun berturut-turut sebesar Rp100 juta per tahun dalam reklamasi lahan di sekitar lokasi tambang. Dana cadangan itu sewaktu-waktu bisa dicairkan jika ada kebutuhan mendesak untuk reklamasi lahan.
"PT Makale Toraja Mining juga sudah memiliki dokumen Amdal yang diterbitkan langsung pemkab Toraja Utara," ujar Jodi.
(rsa)