Pemberhentian Thaib Armayin dinilai cacat prosedural

Selasa, 08 Oktober 2013 - 21:34 WIB
Pemberhentian Thaib...
Pemberhentian Thaib Armayin dinilai cacat prosedural
A A A
Sindonews.com - Proses pemberhentian Thaib Armayin sebagai Gubernur Maluku Utara pada 29 September lalu dinilai cacat hukum. Pasalnya, mekanisme yang dilalui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Malut itu tidak berdasarkan ketentuan perundangan-undangan yang sudah ditetapkan.

Hal itu disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Khairun, Dr King Faisal, kepada Sindonews, Selasa (8/10/2013).

“Kalau kita melihat sesuai ketentuan undang-undang 32 tentang pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah itu sudah jelas, bahwa rapat paripurna itu merupakan pengambilan keputusan tertinggi. Melalui paripurna itulah yang akan memberikan legitimasi hukum yang otentik terhadap legalitas seorang kepala daerah maupun Plh yang mengisi kekosongan jabatan itu,” ujar King.

King menjelaskan, untuk memastikan pemberhentian seorang gubernur itu apakah sudah melalui legalitas sesuai prosedur atau belum, maka salah satu instrumen hukum yang cukup vital itu harus dilewati.

“Yang itu haruslah melalui forum paripurna itu. Ini bukan hanya berlaku pada seorang kepala daerah, tapi juga kepada seorang presiden. Yang pengangkatan dan pemberhentiannya itu tetap melalui mekanisme yang sama. Yang diangkat dan diberhentikan melalui paripurna. Paripurna itu merupakan suatu legitimasi kepada gubernur bahwa bersangkutan benar-benar sudah berhenti. Kalau tidak dilakukan seperti itu maka yang dilakukan DPRD Provinsi Maluku Utara ini merupakan cacat prosedural".

"Artinya meskipun secara de facto bersangkutan sudah diberhentikan dengan adanya Pelaksana Tugas tapi secara de jure itu kan belum tuntas prosesnya. Yang itu masih cacat secara prosedural, karena mekanisme secara yuridis itu tidak dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang,” sambungnya.

King menyayangkan, pernyataan Saiful Ruray sebagai pimpinan DPRD Malut yang mengatakan pemberhentian gubernur tanpa melalui sidang paripurna tidak memiliki ikatan apa-apa dan bisa dilakukan di mana saja. Karena bagi King, bahwa tafsir undang-undang seorang pimpinan itu kacau dan tidak sesuai prosedur tertib hukum ketatanegaraan.

Maka itu, King mendesak Kementerian Dalam Negeri melalui Mendagri RI Gamawan Fauzi untuk bisa memastikan dengan mengecek kembali mekanisme proses pemberhentian yang sudah dilakukan oleh empat pimpinan DPRD Provinsi Malut ini.

“Apakah sudah sesuai prosedur atau ketentuan yang diatur sebagaimana undang-undang ataukah belum. Karena ini rawan terjadi penyimpangan ataupun konflik hukum di kemudian hari,” tandasnya.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4611 seconds (0.1#10.140)