PKL keluhkan tingginya retribusi
A
A
A
Sindonews.com – Puluhan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di Jalan Batan Selatan Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang mengeluhkan tingginya biaya retribusi. Mereka curiga ada praktik pungli dari pungutan retribusi itu.
Kepada KORAN SINDO, para pedagang mengaku setiap hari diwajibkan membayar biaya retribusi yang nilainya berbeda-beda. Ada yang membayar Rp4000 perhari, bahkan ada yang membayar Rp12.000 perhari.
“Jelas kami keberatan dengan tingginya tarif itu, sebelumnya kami hanya membayar Rp10.000 perminggu, sekarang naik setinggi itu,” kata Pujianto (48), salah satu PKL di kawasan tersebut, Selasa (1/10/2013).
Hal senada juga diungkapkan Lasmi (56), PKL lain yang sehari-hari berjualan nasi. Menurut Lasmi, kenaikan biaya retribusi tersebut dirasa sangat memberatkan. Sebab, penghasilan dari berjualannya setiap hari terus menurun.
“Saya tiap hari ditarik biaya retribusi Rp12.000, padahal dulu hanya Rp10.000 perminggu. Kenaikan ini tentu saja memberatkan, karena hasil jualan sekarang juga tidak seramai dulu,” kata dia.
Sementara itu Widi Mei Yulianto (35), selaku wakil ketua Paguyuban PKL Batan Selatan membenarkan hal itu. Menurut dia, kenaikan retribusi sudah terjadi sejak dua tahun silam.
“Sudah lama biaya retribusi di tempat ini mengalami kenaikan, memang kami mendapat laporan dari pedagang yang mengaku resah dengan tingginya biaya retribusi, namun kami tidak dapat melakukan apa-apa,” kata dia.
Widi mengatakan, meski mengeluh para pedagang takut untuk melakukan protes. Sebab, petugas yang mengambil biaya retribusi itu selalu mengancam jika ada pedagang yang melakukan protes.
“Petugas selalu mengancam kalau ada yang protes, para pedagang pada takut semua. Selain itu dia (petugas) juga mengatakan bahwa kenaikan itu sesuai dengan peraturan,” imbuhnya.
Widi menduga ada praktik pungli yang dilakukan oleh petugas yang mengaku dari Dinas Pasar Kota Semarang tersebut. Ia berharap pemerintah dapat melakukan investigasi untuk menyusuri kejanggalan itu.
Kepala Bidang PKL Dinas Pasar Kota Semarang Daniel Sandanafu saat dikonfirmasi membantah telah melakukan pungli terhadap biaya retribusi bagi PKL di Kota Semarang. Selama ini, pihaknya selalu memegang teguh peraturan yang berlaku, yakni Perda nomor 3 tahun 2012 tentang retribusi.
“Selama ini kami hanya memungut biaya retribusi bagi PKL sesuai Perda itu, yakni sekitar Rp300-Rp400 per meter dari luas lapaknya. Kalau ada yang memungut lebih tinggi dari itu, kami yakin itu bukan dari petugas kami dan mungkin dari pihak lain,” sanggahnya.
Meski begitu, Daniel berjanji akan menyelediki kebenaran informasi itu. Jika memang benar ada petugas dari Dinas Pasar yang mengambil retribusi itu, maka tidak segan-segan pihaknya akan memecatnya.
“Pasti akan kami pecat, kalau dari pihak lain yang menarik retribusi itu, kami akan serahkan kepada pihak yang berwajib,” imbuhnya.
Daniel menghimbau masyarakat terutama para PKL harus proaktif ketika menghadapi masalah seperti itu. Ia berharap mereka dapat melaporkan perisitiwa tersebut agar tidak berlarut-larut.
Kepada KORAN SINDO, para pedagang mengaku setiap hari diwajibkan membayar biaya retribusi yang nilainya berbeda-beda. Ada yang membayar Rp4000 perhari, bahkan ada yang membayar Rp12.000 perhari.
“Jelas kami keberatan dengan tingginya tarif itu, sebelumnya kami hanya membayar Rp10.000 perminggu, sekarang naik setinggi itu,” kata Pujianto (48), salah satu PKL di kawasan tersebut, Selasa (1/10/2013).
Hal senada juga diungkapkan Lasmi (56), PKL lain yang sehari-hari berjualan nasi. Menurut Lasmi, kenaikan biaya retribusi tersebut dirasa sangat memberatkan. Sebab, penghasilan dari berjualannya setiap hari terus menurun.
“Saya tiap hari ditarik biaya retribusi Rp12.000, padahal dulu hanya Rp10.000 perminggu. Kenaikan ini tentu saja memberatkan, karena hasil jualan sekarang juga tidak seramai dulu,” kata dia.
Sementara itu Widi Mei Yulianto (35), selaku wakil ketua Paguyuban PKL Batan Selatan membenarkan hal itu. Menurut dia, kenaikan retribusi sudah terjadi sejak dua tahun silam.
“Sudah lama biaya retribusi di tempat ini mengalami kenaikan, memang kami mendapat laporan dari pedagang yang mengaku resah dengan tingginya biaya retribusi, namun kami tidak dapat melakukan apa-apa,” kata dia.
Widi mengatakan, meski mengeluh para pedagang takut untuk melakukan protes. Sebab, petugas yang mengambil biaya retribusi itu selalu mengancam jika ada pedagang yang melakukan protes.
“Petugas selalu mengancam kalau ada yang protes, para pedagang pada takut semua. Selain itu dia (petugas) juga mengatakan bahwa kenaikan itu sesuai dengan peraturan,” imbuhnya.
Widi menduga ada praktik pungli yang dilakukan oleh petugas yang mengaku dari Dinas Pasar Kota Semarang tersebut. Ia berharap pemerintah dapat melakukan investigasi untuk menyusuri kejanggalan itu.
Kepala Bidang PKL Dinas Pasar Kota Semarang Daniel Sandanafu saat dikonfirmasi membantah telah melakukan pungli terhadap biaya retribusi bagi PKL di Kota Semarang. Selama ini, pihaknya selalu memegang teguh peraturan yang berlaku, yakni Perda nomor 3 tahun 2012 tentang retribusi.
“Selama ini kami hanya memungut biaya retribusi bagi PKL sesuai Perda itu, yakni sekitar Rp300-Rp400 per meter dari luas lapaknya. Kalau ada yang memungut lebih tinggi dari itu, kami yakin itu bukan dari petugas kami dan mungkin dari pihak lain,” sanggahnya.
Meski begitu, Daniel berjanji akan menyelediki kebenaran informasi itu. Jika memang benar ada petugas dari Dinas Pasar yang mengambil retribusi itu, maka tidak segan-segan pihaknya akan memecatnya.
“Pasti akan kami pecat, kalau dari pihak lain yang menarik retribusi itu, kami akan serahkan kepada pihak yang berwajib,” imbuhnya.
Daniel menghimbau masyarakat terutama para PKL harus proaktif ketika menghadapi masalah seperti itu. Ia berharap mereka dapat melaporkan perisitiwa tersebut agar tidak berlarut-larut.
(lns)