15 guru mundur, siswa & orang tua datangi DPRD
A
A
A
Sindonews.com - Kasus pendidikan di SMK Kesehatan Citra Semesta Indonesia (CSI) Kulonprogo terus bergulir. Setelah 15 guru dan tenaga pendidikan mundur, sekira 24 siswa didampingi orangtuanya, Rabu (25/9/2013) siang mendatangi gedung DPRD.
Mereka mengadukan permasalahan di sekolah yang cukup komplek, yang membuat kondisi belajar tidak kondusif.
Salah seorang siswa, Krisna Adiarta, mengatakan sejak Senin (23/9) para siswa ini tidak mendapatkan pelajaran pasca mundurnya para guru mereka. Tak hanya itu, beberapa guru yang ada juga disampaikan tidak kompeten dengan bidan yang diajarinya.
Menurut mereka, di sekolahnya, fasilitas pendidikan cukup minim. Salah satunya laboratorium untuk belajar prakltek para siswa. Padahal empat bulan lagi mereka harus melakukan praktek industri.
“Kalau lab saja tidak ada, bagaimana kami nanti bisa melaksanakan PI,” ujar Krisna.
Karena keterbatasan prasarana ini, anak-anak pernah diajak praktek menggunakan tepung. Bahkan pernah juga praktik menggunakan pasir. Hal ini cukup ironis, karena nantinya yang akan mereka hadapi adalah manusia.
“Praktek kita itu nanti dengan manusia, kalau praktek dengan pasir apa ini tidak bahaya,” terangnya.
Kebijakan sekolah juga kurang rasional. Pernah dikatakan mendapatkan bantuan hingga Rp47 juta. Namun bantuan ini justru dibelikan peralatan musik yang tidak sesuai dengan jurusan farmasi yang mereka tempuh.
“Kita itu jurusan farmasi, mungkin untuk alat laboratorium itu lebih pas dari pada alat musik,” beber Destu Dwi Nurcahyo, seorang siswa lainnya.
Pasca banyaknya guru mundur, anak-anak sudah berupaya meminta kejelasan kepada pihak sekolah. Namun jawaban kepala sekolah dikatakan tidak terstruktur dan asal bicara.
Seorang guru yang mundur, Lailil Muna, mengatakan langkah mundur terpaksa ditempuh karena sekolah tidak pernah transparan dalam mengelola pendidikan. Pihaknya sudah kerap meminta kejelasan akan sarana prasarana yang diperlukan.
"Hanya saja kepala sekolah arogan dan tidak pernah memberikan kepastian. Bahkan dalam beberapa keputusan yang ada, dilakukan secara sepihak," bilang Lailil.
Dikatakannya, untuk bisa melaksanakan praktek industri, sekolah harus menjalin kerjasama dengan pihak rumah sakit. Kenyataannya, upaya ini belum juga dilakukan sekolah. Padahal para guru sudah meminta sejak lama, agar proses pendidikan anak bisa terakomodir dengan baik.
“Kita mundur bukan karena materi, tetapi karena kecewa terhadap pengelolaan sekolah,” jelasnya.
Pertemuan antara siswa, orangtua murid, perwakilan guru dan DPRD ini dipimpin oleh Ketua DPRD Ponimin Budi Hartono dan Ketua Komisi IV DPRD Thomas Kartaya. Setelah menampung keluhan siswa, DPRD akan menindaklanjuti dengan mengundang kepala sekolah, yayasan, dinas pendidikan beserta komite sekolah.
“Secepatnya mereka akan kita panggil. Kita tidak mau anak-anak ini menjadi korban,” terang Thomas Kartaya.
Baca juga: Konflik di sekolah, 15 guru mundur
Mereka mengadukan permasalahan di sekolah yang cukup komplek, yang membuat kondisi belajar tidak kondusif.
Salah seorang siswa, Krisna Adiarta, mengatakan sejak Senin (23/9) para siswa ini tidak mendapatkan pelajaran pasca mundurnya para guru mereka. Tak hanya itu, beberapa guru yang ada juga disampaikan tidak kompeten dengan bidan yang diajarinya.
Menurut mereka, di sekolahnya, fasilitas pendidikan cukup minim. Salah satunya laboratorium untuk belajar prakltek para siswa. Padahal empat bulan lagi mereka harus melakukan praktek industri.
“Kalau lab saja tidak ada, bagaimana kami nanti bisa melaksanakan PI,” ujar Krisna.
Karena keterbatasan prasarana ini, anak-anak pernah diajak praktek menggunakan tepung. Bahkan pernah juga praktik menggunakan pasir. Hal ini cukup ironis, karena nantinya yang akan mereka hadapi adalah manusia.
“Praktek kita itu nanti dengan manusia, kalau praktek dengan pasir apa ini tidak bahaya,” terangnya.
Kebijakan sekolah juga kurang rasional. Pernah dikatakan mendapatkan bantuan hingga Rp47 juta. Namun bantuan ini justru dibelikan peralatan musik yang tidak sesuai dengan jurusan farmasi yang mereka tempuh.
“Kita itu jurusan farmasi, mungkin untuk alat laboratorium itu lebih pas dari pada alat musik,” beber Destu Dwi Nurcahyo, seorang siswa lainnya.
Pasca banyaknya guru mundur, anak-anak sudah berupaya meminta kejelasan kepada pihak sekolah. Namun jawaban kepala sekolah dikatakan tidak terstruktur dan asal bicara.
Seorang guru yang mundur, Lailil Muna, mengatakan langkah mundur terpaksa ditempuh karena sekolah tidak pernah transparan dalam mengelola pendidikan. Pihaknya sudah kerap meminta kejelasan akan sarana prasarana yang diperlukan.
"Hanya saja kepala sekolah arogan dan tidak pernah memberikan kepastian. Bahkan dalam beberapa keputusan yang ada, dilakukan secara sepihak," bilang Lailil.
Dikatakannya, untuk bisa melaksanakan praktek industri, sekolah harus menjalin kerjasama dengan pihak rumah sakit. Kenyataannya, upaya ini belum juga dilakukan sekolah. Padahal para guru sudah meminta sejak lama, agar proses pendidikan anak bisa terakomodir dengan baik.
“Kita mundur bukan karena materi, tetapi karena kecewa terhadap pengelolaan sekolah,” jelasnya.
Pertemuan antara siswa, orangtua murid, perwakilan guru dan DPRD ini dipimpin oleh Ketua DPRD Ponimin Budi Hartono dan Ketua Komisi IV DPRD Thomas Kartaya. Setelah menampung keluhan siswa, DPRD akan menindaklanjuti dengan mengundang kepala sekolah, yayasan, dinas pendidikan beserta komite sekolah.
“Secepatnya mereka akan kita panggil. Kita tidak mau anak-anak ini menjadi korban,” terang Thomas Kartaya.
Baca juga: Konflik di sekolah, 15 guru mundur
(rsa)