DPRD Bone minta Rifda kembali ke sekolah
A
A
A
Sindonews.com - Rifda Adinda Salsabillah akhirnya bisa meneruskan pendidikannya. Dia dikeluarkan pihak Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Watampone, karena terlibat kasus kekerasan yang dialaminya terhadap sang guru.
Keputusan untuk menerima kembali Rifda didapat setelah Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bone memutuskan agar siswa itu dikembalikan ke sekolahnya tanpa alasan tertentu.
Keputusan Komisi IV DPRD Bone itu disampaikan langsung melalui rapat kerja yang dihadiri Kepala Dinas Pendidikan, pengurus Pendidikan Guru Republik Indonesia (PGRI) Bone, perwakilan mahasiswa, dan orang tua korban.
"Jika nanti siswa ini masih tidak diterima di sekolahnya, maka guru ini bisa terkait dengan pelanggaran kekerasan anak dan Undang-undang wajib belajar 9 tahun," ujar Koordinator Komisi IV DPRD Bone Asia A Pananrangi, di ruang rapat DPRD Bone, Jumat (20/9/2013).
Ditambahkan dia, menuntut pendidikan sembilan merupakan hak Rifda. Adapun proses hukum oknum guru yang diduga melakukan penganiayaan kepadanya, saat ini masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Watampone.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Bone Nursalam mengatakan, pihaknya tidak ada masalah dengan keputusan raker DPRD Bone. Bahkan dia mengatakan, Rifda sudah lama dipanggil ke sekolah untuk belajar.
"Kepala sekolah sudah memberikan kebijaksanaan untuk kembali ke sekolah dan siswa harus mengikuti tahapan proses belajar mengajar seperti ujian yang mendapatkan ujian susulan," kata Nursalam.
Sebelumnya, orang tua siswa Nurlaela mengatakan, dirinya tidak mau anaknya kembali sekolah di SMPN 2 Watampone. Namun, dirinya tidak ada pilihan. Tidak ada sekolah yang mau menerima anaknya. Sementara pihak SMPN 2 Watampone sudah mengeluarkan anaknya sekolah.
"Saya pindahkan anak saya di sekolah lain, tapi tidak ada yang mau terima, jadi kami pusing mau kemana lagi," terangnya.
Keputusan untuk menerima kembali Rifda didapat setelah Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bone memutuskan agar siswa itu dikembalikan ke sekolahnya tanpa alasan tertentu.
Keputusan Komisi IV DPRD Bone itu disampaikan langsung melalui rapat kerja yang dihadiri Kepala Dinas Pendidikan, pengurus Pendidikan Guru Republik Indonesia (PGRI) Bone, perwakilan mahasiswa, dan orang tua korban.
"Jika nanti siswa ini masih tidak diterima di sekolahnya, maka guru ini bisa terkait dengan pelanggaran kekerasan anak dan Undang-undang wajib belajar 9 tahun," ujar Koordinator Komisi IV DPRD Bone Asia A Pananrangi, di ruang rapat DPRD Bone, Jumat (20/9/2013).
Ditambahkan dia, menuntut pendidikan sembilan merupakan hak Rifda. Adapun proses hukum oknum guru yang diduga melakukan penganiayaan kepadanya, saat ini masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Watampone.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Bone Nursalam mengatakan, pihaknya tidak ada masalah dengan keputusan raker DPRD Bone. Bahkan dia mengatakan, Rifda sudah lama dipanggil ke sekolah untuk belajar.
"Kepala sekolah sudah memberikan kebijaksanaan untuk kembali ke sekolah dan siswa harus mengikuti tahapan proses belajar mengajar seperti ujian yang mendapatkan ujian susulan," kata Nursalam.
Sebelumnya, orang tua siswa Nurlaela mengatakan, dirinya tidak mau anaknya kembali sekolah di SMPN 2 Watampone. Namun, dirinya tidak ada pilihan. Tidak ada sekolah yang mau menerima anaknya. Sementara pihak SMPN 2 Watampone sudah mengeluarkan anaknya sekolah.
"Saya pindahkan anak saya di sekolah lain, tapi tidak ada yang mau terima, jadi kami pusing mau kemana lagi," terangnya.
(san)