Polda Jateng bidik operator tv langganan ilegal
A
A
A
Sindonews.com – Bareskrim Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah terus membidik sejumlah operator televisi berlangganan ilegal di Jateng dan DIY. Upaya itu dilakukan untuk menindaklanjuti kasus pembajakan siaran TV yang terungkap di Karanganyar beberapa waktu lalu.
Hal itu disampaikan Kepala Unit Reskrimsus Polda Jateng, Kompol Iswanto saat berdiskusi dengan tema Media Lunch, Pembajakan Siaran TV Berlangganan dan Upaya Penindakan Hukum di restoran Leko Jl Gajahmada Kota Semarang.
Iswanto mengatakan, setelah ditemukannya kasus pembajakan siaran TV yang dilakukan mahasiswa di Karanganyar beberapa waktu lalu, pihaknya bersama Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI) dan Dirjen Hak Kekayaan Atas Intelektual (HAKI) akan terus menindaklanjuti kasus ini.
“Kami mengindikasikan kasus serupa juga terjadi di kota besar lainnya, seperti Semarang, Yogyakarta, Wonogiri dan kota lainnya. Untuk itu akan terus kami selidiki dan kembangkan kasus ini,” kata Iswanto kepada wartawan, Kamis (19/9/2013).
Selain merugikan Negara dan pemilik ekslusif hak siar dari televisi berlangganan, kasus pembajakan siaran televisi berlangganan merupakan tindakan melanggar hukum. Para pelaku dapat dijerat dan dipidana karena melanggar Undang-Undang No 19 tahun 2002 tentang hak cipta.
“Bagi siapa saja yang melanggar, terancam hukuman pidana lima tahun dan denda Rp500 juta rupiah,” imbuhnya.
Sementara itu, Dwi Utomo selaku Head of Anti-Piracy APMI mengatakan, jumlah pembajakan siaran televisi berlangganan di Indonesia menembus angka 2.000 an lebih.
Sementara di Jateng, saat ini sudah ada sembilan operator televisi berlangganan ilegal yang sedang diselidiki.
“Keberadaan operator televisi berlangganan ilegal ini semakin meresahkan karena jumlah konsumennya lebih banyak daripada televisi berbayar resmi. Dari data yang kami catat, terdapat 5-6 juta orang berlangganan televisi berbayar illegal, sementara yang resmi hanya sekitar 3-4 juta pelanggan sehingga kerugian diperkirakan mencapai Rp2 triliun pertahun,” kata dia.
Dwi menambahkan, data tersebut sungguh sangat meresahkan. Selain dapat merugikan pemerintah akibat berkurangnya pendapatan pemerintah dari sektor pajak, keberadaan para operator televisi berbayar ilegal dapat menjadi ancaman iklim investasi dan perkembangan industri elektronik tanah air.
Hal itu imbuh Dwi dikarenakan, para investor industri penyiaran ragu untuk membantu pengembangan indsutri siaran televise berlangganan di Indonesia. Untuk itu, pihaknya akan terus berupaya melakukan monitoring dan investigasi untuk mengantisipasi adanya kasus serupa.
“Selain itu, kami juga telah menggandeng petugas kepolisian dan HAKI untuk menindak pelaku kejahatan ini, karena ini masuk ranah pidana dan pelakunya dapat dijerat dengan empat pasal sekaligus, yakni UU ITE, UU Hak Cipta, UU Telekomunikasi dan UU Penyiaran,” imbuhnya.
Dwi utomo berharap pihak penegak hukum dan pemerintah dalam hal ini kementrian komunikasi dan informasi (Kominfo) lebih tegas dalam menindak operator televisi ilegal. Karena selama ini kasus – kasus yang ditangani hanya memberikan vonis yang relatif ringan.
“Kita sebenarnya agak kecewa karena kasus – kasus yang ditangani selama ini tidak dijerat dengan hukuman maksimal. Padahal sesuai dengan undang – undang Hak kekayaan Intelektual tuntutannya bisa sampai lima tahun penjara, tapi kenyataannya kasus di Karanganyar itu, pelakunya hanya dituntut beberapa bulan saja,”pungkasnya.
Hal itu disampaikan Kepala Unit Reskrimsus Polda Jateng, Kompol Iswanto saat berdiskusi dengan tema Media Lunch, Pembajakan Siaran TV Berlangganan dan Upaya Penindakan Hukum di restoran Leko Jl Gajahmada Kota Semarang.
Iswanto mengatakan, setelah ditemukannya kasus pembajakan siaran TV yang dilakukan mahasiswa di Karanganyar beberapa waktu lalu, pihaknya bersama Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI) dan Dirjen Hak Kekayaan Atas Intelektual (HAKI) akan terus menindaklanjuti kasus ini.
“Kami mengindikasikan kasus serupa juga terjadi di kota besar lainnya, seperti Semarang, Yogyakarta, Wonogiri dan kota lainnya. Untuk itu akan terus kami selidiki dan kembangkan kasus ini,” kata Iswanto kepada wartawan, Kamis (19/9/2013).
Selain merugikan Negara dan pemilik ekslusif hak siar dari televisi berlangganan, kasus pembajakan siaran televisi berlangganan merupakan tindakan melanggar hukum. Para pelaku dapat dijerat dan dipidana karena melanggar Undang-Undang No 19 tahun 2002 tentang hak cipta.
“Bagi siapa saja yang melanggar, terancam hukuman pidana lima tahun dan denda Rp500 juta rupiah,” imbuhnya.
Sementara itu, Dwi Utomo selaku Head of Anti-Piracy APMI mengatakan, jumlah pembajakan siaran televisi berlangganan di Indonesia menembus angka 2.000 an lebih.
Sementara di Jateng, saat ini sudah ada sembilan operator televisi berlangganan ilegal yang sedang diselidiki.
“Keberadaan operator televisi berlangganan ilegal ini semakin meresahkan karena jumlah konsumennya lebih banyak daripada televisi berbayar resmi. Dari data yang kami catat, terdapat 5-6 juta orang berlangganan televisi berbayar illegal, sementara yang resmi hanya sekitar 3-4 juta pelanggan sehingga kerugian diperkirakan mencapai Rp2 triliun pertahun,” kata dia.
Dwi menambahkan, data tersebut sungguh sangat meresahkan. Selain dapat merugikan pemerintah akibat berkurangnya pendapatan pemerintah dari sektor pajak, keberadaan para operator televisi berbayar ilegal dapat menjadi ancaman iklim investasi dan perkembangan industri elektronik tanah air.
Hal itu imbuh Dwi dikarenakan, para investor industri penyiaran ragu untuk membantu pengembangan indsutri siaran televise berlangganan di Indonesia. Untuk itu, pihaknya akan terus berupaya melakukan monitoring dan investigasi untuk mengantisipasi adanya kasus serupa.
“Selain itu, kami juga telah menggandeng petugas kepolisian dan HAKI untuk menindak pelaku kejahatan ini, karena ini masuk ranah pidana dan pelakunya dapat dijerat dengan empat pasal sekaligus, yakni UU ITE, UU Hak Cipta, UU Telekomunikasi dan UU Penyiaran,” imbuhnya.
Dwi utomo berharap pihak penegak hukum dan pemerintah dalam hal ini kementrian komunikasi dan informasi (Kominfo) lebih tegas dalam menindak operator televisi ilegal. Karena selama ini kasus – kasus yang ditangani hanya memberikan vonis yang relatif ringan.
“Kita sebenarnya agak kecewa karena kasus – kasus yang ditangani selama ini tidak dijerat dengan hukuman maksimal. Padahal sesuai dengan undang – undang Hak kekayaan Intelektual tuntutannya bisa sampai lima tahun penjara, tapi kenyataannya kasus di Karanganyar itu, pelakunya hanya dituntut beberapa bulan saja,”pungkasnya.
(lns)