Antisipasi banjir, tiga sungai dikeruk
A
A
A
Sindonews.com - Setelah 20 tahun dibiarkan dangkal karena endapan, tiga titik sungai di Kota Cirebon termasuk Sungai Cimanuk-Cisanggarung, untuk pertama kalinya dikeruk.
Dengan alokasi anggaran sekitar Rp800 juta melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung Kementerian Pekerjaan Umum, pengerukan dilakukan menggunakan alat berat.
Selain alat berat berupa ponton (amfibi), pengerukan juga dilakukan secara manual melalui program padat karya yang dilaksanakan sekitar 100 orang warga.
Wali Kota Cirebon, Ano Sutrisno menyebutkan, Kota Cirebon termasuk kawasan yang kerap tergenang air saat musim hujan tiba. Setidaknya ada 18 titik rawan banjir, di antaranya Sukalila, Cikalong, maupun Cikenis.
“Ketiga titik sungai itulah yang tahun ini diprioritaskan pengerukannya melalui dua cara, yakni dengan alat berat dan manual,” terangnya, Jumat (13/9/2013).
Pengerukan menggunakan alat berat dilakukan mulai hari ini di muara Sungai Sukalila hingga alirannya yang berada di kawasan Sisingamangaraja, Kota Cirebon, atau sekitar dua kilometer.
Sedangkan pengerukan secara manual dilakukan warga sepanjang aliran sungai Sukalila-Sijarak sekitar empat kilometer.
Ano menambahkan, pengerukan dilaksanakan setelah berkoordinasi dengan sejumlah instansi, di antaranya BBWS Cimanuk-Cisanggarung. Sejauh ini pengerukan dilakukan karena sedimentasi yang tinggi di dasar sungai.
“Pendangkalannya tebal, di Sijarak saja sedimentasi setebal sekitar dua meter berupa sampah dan lumpur. Ini karena memang sudah bertahun-tahun tak dikeruk,” ungkapnya.
Menurut dia, pengerukan menggunakan alat berat bisa makan waktu satu minggu. Ke depan, pasca pengerukan pihaknya akan memfokuskan pada pembenahan drainase yang diakuinya buruk dalam hal pemeliharaan selama ini.
Selain itu, upaya penyadaran terhadap masyarakat untuk mengubah perilakunya terhadap sungai.
Dalam kesempatan itu, Kepala Satgas Banjir BBWS Cimanuk-Cisanggarung, Kasno menyebutkan, Sukalila merupakan salah satu aliran sungai yang urgen.
“Ketika air di Sukalila overload, genangannya bisa mengalir ke sekitar Cipto Mangunkusumo (pusat kota) dan banjir di sana,” tukasnya.
Selain pendangkalan, faktor lain yang mempengaruhi sedimentasi sungai-sungai di Kota Cirebon di antaranya perilaku membuang sampah yang sembarangan ke dalam sungai hingga adanya bangunan di bantaran sungai.
Meski begitu, apa yang dialami Kota Cirebon saat musim penghujan bukanlah banjir melainkan genangan air saja.
Dalam hal ini, Kota Cirebon terletak di tepi pantai sehingga memungkinkan terjadinya genangan air besar, terutama saat terjadinya rob.
Dia pun menambahkan sejauh ini tingkat sedimentasi sungai di Cirebon relatif kecil.
Di sisi lain diakuinya, pengerukan baru dapat dilakukan tahun ini setelah bertahun-tahun sedimentasi terus mengendap.
“Sebelumnya karena terbatas anggaran. Tapi tahun ini dialokasikan dari kementerian sekitar Rp800juta untuk pengerukan ini,” ujarnya.
Dengan alokasi anggaran sekitar Rp800 juta melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung Kementerian Pekerjaan Umum, pengerukan dilakukan menggunakan alat berat.
Selain alat berat berupa ponton (amfibi), pengerukan juga dilakukan secara manual melalui program padat karya yang dilaksanakan sekitar 100 orang warga.
Wali Kota Cirebon, Ano Sutrisno menyebutkan, Kota Cirebon termasuk kawasan yang kerap tergenang air saat musim hujan tiba. Setidaknya ada 18 titik rawan banjir, di antaranya Sukalila, Cikalong, maupun Cikenis.
“Ketiga titik sungai itulah yang tahun ini diprioritaskan pengerukannya melalui dua cara, yakni dengan alat berat dan manual,” terangnya, Jumat (13/9/2013).
Pengerukan menggunakan alat berat dilakukan mulai hari ini di muara Sungai Sukalila hingga alirannya yang berada di kawasan Sisingamangaraja, Kota Cirebon, atau sekitar dua kilometer.
Sedangkan pengerukan secara manual dilakukan warga sepanjang aliran sungai Sukalila-Sijarak sekitar empat kilometer.
Ano menambahkan, pengerukan dilaksanakan setelah berkoordinasi dengan sejumlah instansi, di antaranya BBWS Cimanuk-Cisanggarung. Sejauh ini pengerukan dilakukan karena sedimentasi yang tinggi di dasar sungai.
“Pendangkalannya tebal, di Sijarak saja sedimentasi setebal sekitar dua meter berupa sampah dan lumpur. Ini karena memang sudah bertahun-tahun tak dikeruk,” ungkapnya.
Menurut dia, pengerukan menggunakan alat berat bisa makan waktu satu minggu. Ke depan, pasca pengerukan pihaknya akan memfokuskan pada pembenahan drainase yang diakuinya buruk dalam hal pemeliharaan selama ini.
Selain itu, upaya penyadaran terhadap masyarakat untuk mengubah perilakunya terhadap sungai.
Dalam kesempatan itu, Kepala Satgas Banjir BBWS Cimanuk-Cisanggarung, Kasno menyebutkan, Sukalila merupakan salah satu aliran sungai yang urgen.
“Ketika air di Sukalila overload, genangannya bisa mengalir ke sekitar Cipto Mangunkusumo (pusat kota) dan banjir di sana,” tukasnya.
Selain pendangkalan, faktor lain yang mempengaruhi sedimentasi sungai-sungai di Kota Cirebon di antaranya perilaku membuang sampah yang sembarangan ke dalam sungai hingga adanya bangunan di bantaran sungai.
Meski begitu, apa yang dialami Kota Cirebon saat musim penghujan bukanlah banjir melainkan genangan air saja.
Dalam hal ini, Kota Cirebon terletak di tepi pantai sehingga memungkinkan terjadinya genangan air besar, terutama saat terjadinya rob.
Dia pun menambahkan sejauh ini tingkat sedimentasi sungai di Cirebon relatif kecil.
Di sisi lain diakuinya, pengerukan baru dapat dilakukan tahun ini setelah bertahun-tahun sedimentasi terus mengendap.
“Sebelumnya karena terbatas anggaran. Tapi tahun ini dialokasikan dari kementerian sekitar Rp800juta untuk pengerukan ini,” ujarnya.
(lns)