Ini cara bedakan TV berbayar resmi dengan ilegal
A
A
A
Sindonews.com - Jumlah operator televisi berbayar ilegal makin marak di Indonesia. Jumlahnya diperkirakan mencapai 2 ribu, sedangkan operator resmi hanya ada 12. Lalu bagaimana cara membedakan operator televisi berbayar itu resmi atau bukan?
Head of Legal and Litigation Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI), Handiomono, membagi beberapa tips untuk membedakan operator televisi berbayar resmi atau tidak.
Pertama dari segi harga yang ditawarkan, operator ilegal memberi penawaran harga sangat murah yaitu pada kisaran Rp20-40 ribu untuk 40 channel.
"Kalau yang resmi itu memang lebih mahal, harga berlangganannya di kisaran Rp100-300 ribu tergantung paket berlangganannya," kata Handi, di Bandung, Jawa Barat, Kamis (12/9/2013).
Kedua, bisa dilihat dari jenis tayangannya. Televisi berbayar ilegal biasanya di dalam channelnya memiliki logo campuran. Padahal untuk televisi berbayar resmi hanya satu logonya, misalnya Indovision saja.
"Ketiga bisa dilihat dari kualitas gambarnya. Kalau yang legal, pasti gambarnya bagus karena kualitas digital. Tapi kalau yang ilegal, tampilannya jelek," ungkap Handi.
Yang jadi permasalahan, banyak masyarakat yang tidak tahu cara membedakan operator televisi legal dan ilegal. Ada juga masyarakat yang tahu cara membedakannya tapi lebih memilih yang ilegal karena perbandingan harga yang jauh lebih murah.
Padahal untuk mendapatkan kepuasan kualitas gambar, televisi berbayar menurutnya jauh lebih menjanjikan.
Handi mengatakan, praktik operator televisi berbayar ilegal itu jelas melanggar hukum. Setidaknya ada empat aturan hukum yang dilanggar yaitu UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, UU Nomor 19/2002 tentang Hak Cipta, UU Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, serta UU Perpajakan Nomor 36/2008.
"Jumlah pemasukan yang harusnya masuk ke negara mungkin triliunan yang tidak masuk gara-gara keberadaan operator ilegal ini," tuturnya.
Untuk memberantas operator ilegal, APMI bekerja sama dengan pihak kepolisian. Sudah ada beberapa operator yang diproses. Tapi hukuman yang ada justru mengecewakan karena hukumannya ringan, bahkan ada yang hanya mendapat hukuman percobaan.
"Jaksa yang menangani kasus ini juga tidak ada yang menuntut pelaku kurang dari satu tahun. Saya juga tidak mengerti. Apa mungkin karena kasus ini tidak menarik atau kurang berbahaya," keluhnya.
Hal itu justru jadi bumerang disaat AMPI gencar melakukan sosialisasi agar masyarakat menggunakan televisi berbayar resmi. Apalagi, polisi juga sudah turun tangan untuk memberantas operator ilegal.
"Ini yang sekarang terjadi, faktanya seperti itu," ujar Handi.
Ia pun berharap pemerintah lebih tegas dan turun tangan menangani banyaknya operator ilegal di Indonesia. "Sebab kalau hanya kami yang aktif, masyarakat akan berpikir ini kepentingan bisnis," paparnya.
Padahal jika ditelusuri lebih lanjut, negara sebenarnya dirugikan dengan keberadaan para operator ilegal.
Sementara itu, Polda Jawa Barat menyatakan kesiapannya memberantas operator ilegal. Dalam waktu dekat, tiga operator ilegal di Jawa Barat bahkan tengah dibidik untuk diproses hukum.
Polda pun menjanjikan hal itu akan terus berlanjut. "Tunggu tanggal mainnya. Kita akan melakukan penegakkan hukum pada yang bersangkutan," tegas Kasubdit I/Indagsi Ditreskrimsus Polda Jawa Barat, AKBP Eko Sulistyo.
Untuk mengungkap keberadaan operator ilegal, Polda Jawa Bara bekerjasama dengan AMPI. Diakui Eko, hal semacam itu merupakan hal baru bagi polisi. Sebelumnya polisi tidak tahu bahwa banyak operator televisi ilegal yang ada di masyarakat.
Head of Legal and Litigation Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI), Handiomono, membagi beberapa tips untuk membedakan operator televisi berbayar resmi atau tidak.
Pertama dari segi harga yang ditawarkan, operator ilegal memberi penawaran harga sangat murah yaitu pada kisaran Rp20-40 ribu untuk 40 channel.
"Kalau yang resmi itu memang lebih mahal, harga berlangganannya di kisaran Rp100-300 ribu tergantung paket berlangganannya," kata Handi, di Bandung, Jawa Barat, Kamis (12/9/2013).
Kedua, bisa dilihat dari jenis tayangannya. Televisi berbayar ilegal biasanya di dalam channelnya memiliki logo campuran. Padahal untuk televisi berbayar resmi hanya satu logonya, misalnya Indovision saja.
"Ketiga bisa dilihat dari kualitas gambarnya. Kalau yang legal, pasti gambarnya bagus karena kualitas digital. Tapi kalau yang ilegal, tampilannya jelek," ungkap Handi.
Yang jadi permasalahan, banyak masyarakat yang tidak tahu cara membedakan operator televisi legal dan ilegal. Ada juga masyarakat yang tahu cara membedakannya tapi lebih memilih yang ilegal karena perbandingan harga yang jauh lebih murah.
Padahal untuk mendapatkan kepuasan kualitas gambar, televisi berbayar menurutnya jauh lebih menjanjikan.
Handi mengatakan, praktik operator televisi berbayar ilegal itu jelas melanggar hukum. Setidaknya ada empat aturan hukum yang dilanggar yaitu UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, UU Nomor 19/2002 tentang Hak Cipta, UU Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, serta UU Perpajakan Nomor 36/2008.
"Jumlah pemasukan yang harusnya masuk ke negara mungkin triliunan yang tidak masuk gara-gara keberadaan operator ilegal ini," tuturnya.
Untuk memberantas operator ilegal, APMI bekerja sama dengan pihak kepolisian. Sudah ada beberapa operator yang diproses. Tapi hukuman yang ada justru mengecewakan karena hukumannya ringan, bahkan ada yang hanya mendapat hukuman percobaan.
"Jaksa yang menangani kasus ini juga tidak ada yang menuntut pelaku kurang dari satu tahun. Saya juga tidak mengerti. Apa mungkin karena kasus ini tidak menarik atau kurang berbahaya," keluhnya.
Hal itu justru jadi bumerang disaat AMPI gencar melakukan sosialisasi agar masyarakat menggunakan televisi berbayar resmi. Apalagi, polisi juga sudah turun tangan untuk memberantas operator ilegal.
"Ini yang sekarang terjadi, faktanya seperti itu," ujar Handi.
Ia pun berharap pemerintah lebih tegas dan turun tangan menangani banyaknya operator ilegal di Indonesia. "Sebab kalau hanya kami yang aktif, masyarakat akan berpikir ini kepentingan bisnis," paparnya.
Padahal jika ditelusuri lebih lanjut, negara sebenarnya dirugikan dengan keberadaan para operator ilegal.
Sementara itu, Polda Jawa Barat menyatakan kesiapannya memberantas operator ilegal. Dalam waktu dekat, tiga operator ilegal di Jawa Barat bahkan tengah dibidik untuk diproses hukum.
Polda pun menjanjikan hal itu akan terus berlanjut. "Tunggu tanggal mainnya. Kita akan melakukan penegakkan hukum pada yang bersangkutan," tegas Kasubdit I/Indagsi Ditreskrimsus Polda Jawa Barat, AKBP Eko Sulistyo.
Untuk mengungkap keberadaan operator ilegal, Polda Jawa Bara bekerjasama dengan AMPI. Diakui Eko, hal semacam itu merupakan hal baru bagi polisi. Sebelumnya polisi tidak tahu bahwa banyak operator televisi ilegal yang ada di masyarakat.
(lns)