WTT sebar 30 spanduk penolakan Bandara Kulonprogo
A
A
A
Sindonews.com - Paguyuban petani, pemilik dan penggarap lahan pesisir yang tergabung dalam paguyuban Wahana Tri Tunggal (WTT), memasang spanduk penolakan rencana pembangunan Bandara Internasional di Temon, Kulonprogo. Spanduk terpasang di empat dusun, di dua desa.
Sekretaris WTT Suradi mengatakan, sedikitnya 30 spanduk penolakan ukuran besar hingga kecil yang dipasang WTT. Spanduk tersebar di Dusun Munggangan Desa Palihan, dan Dusun Kepek, Bapangan dan Sidorejo Desa Glagah.
“Jumlahnya semuanya tidak kurang dari 30 spanduk, dan sudah dipasang mulai 31 Agustus lalu. Paling banyak dipasang di Dusun Sidorejo, Glagah,” kata Suradi, kepada wartawan, Kamis (12/9/2013).
Dia menjelaskan, selain spanduk yang sudah terpasang, WTT juga tengah menyiapkan spanduk berukuran besar dengan panjang mencapai 30 meter. Spanduk berisi tanda tangan penolakan rencana pembangunan bandara. Namun spanduk ini baru akan dipasang setelah ada kepastian sosialisasi.
“Nanti kita pasang di sekitar Glagah. Panjangnya 30 meter berisi tanda tangan penolakan bandara. Sekarang masih belum semuanya, tapi sudah hampir selesai. Tinggal sedikit lagi,” jelasnya.
Pemasangan spanduk, kata Suradi, untuk menunjukan kepada publik dan pemerintah bahwa WTT masih eksis. Paguyuban ini juga masih konsisten menyuarakan penolakan pembangunan bandara di wilayah Temon.
Dia memastikan, seluruh pengurus akan tetap menolak bandara sampai kapan pun. Penolakan dilatarbelakangi kekhawatiran warga akan kehilangan lahan garapan yang selama ini menjadi sumber penghidupan. Petani juga tidak ingin tergusur dari permukiman mereka saat ini.
“Walau pun sampai sekarang belum jelas mana saja yang kena. Tapi tetap saja kekhawatiran itu ada,” terangnya.
Dia menambahkan, bila pada akhirnya WTT terpaksa harus merelakan lahan yang dimiliki, WTT ingin agar lahan itu digarap setelah ganti rugi terbayar lunas. Dia tidak ingin, peristiwa yang dialami warga di sekitar bandara di daerah lain juga terjadi di Kulonprogo.
Sekretaris WTT Suradi mengatakan, sedikitnya 30 spanduk penolakan ukuran besar hingga kecil yang dipasang WTT. Spanduk tersebar di Dusun Munggangan Desa Palihan, dan Dusun Kepek, Bapangan dan Sidorejo Desa Glagah.
“Jumlahnya semuanya tidak kurang dari 30 spanduk, dan sudah dipasang mulai 31 Agustus lalu. Paling banyak dipasang di Dusun Sidorejo, Glagah,” kata Suradi, kepada wartawan, Kamis (12/9/2013).
Dia menjelaskan, selain spanduk yang sudah terpasang, WTT juga tengah menyiapkan spanduk berukuran besar dengan panjang mencapai 30 meter. Spanduk berisi tanda tangan penolakan rencana pembangunan bandara. Namun spanduk ini baru akan dipasang setelah ada kepastian sosialisasi.
“Nanti kita pasang di sekitar Glagah. Panjangnya 30 meter berisi tanda tangan penolakan bandara. Sekarang masih belum semuanya, tapi sudah hampir selesai. Tinggal sedikit lagi,” jelasnya.
Pemasangan spanduk, kata Suradi, untuk menunjukan kepada publik dan pemerintah bahwa WTT masih eksis. Paguyuban ini juga masih konsisten menyuarakan penolakan pembangunan bandara di wilayah Temon.
Dia memastikan, seluruh pengurus akan tetap menolak bandara sampai kapan pun. Penolakan dilatarbelakangi kekhawatiran warga akan kehilangan lahan garapan yang selama ini menjadi sumber penghidupan. Petani juga tidak ingin tergusur dari permukiman mereka saat ini.
“Walau pun sampai sekarang belum jelas mana saja yang kena. Tapi tetap saja kekhawatiran itu ada,” terangnya.
Dia menambahkan, bila pada akhirnya WTT terpaksa harus merelakan lahan yang dimiliki, WTT ingin agar lahan itu digarap setelah ganti rugi terbayar lunas. Dia tidak ingin, peristiwa yang dialami warga di sekitar bandara di daerah lain juga terjadi di Kulonprogo.
(san)