Kasus sutet, Hakim tolak eksepsi Bambang Supriyanto
A
A
A
Sindonews.com - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang menolak keberatan atau eksepsi yang diajukan Bambang Supriyanto, terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV di Desa Krakitan Kecamatan Bayat, Klaten tahun 2006-2007.
Penolakan tersebut dibacakan majelis hakim saat sidang putusan sela yang berlangsung kemarin.
Dalam pembacaan penolakan eksepsi tersebut, Majelis Hakim yang diketuai Endang Sri W, didampingi Hakim Anggota Hastopo dan Hakim Adhoc Sinintha Sibarani mengatakan, seluruh dakwaan terhadap mantan Manajer Proyek Prokriting PT PLN (Persero) Jateng-DIY itu sudah memenuhi syarat dan tidak ada kecacatan hukum yang dapat mengakibatkan dakwaan gugur.
”Surat dakwaan dari jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang menurut majelis hakim sah dan dapat dijadikan dasar untuk memeriksa perkara. Surat dakwaan tersebut juga telah memenuhi syarat baik secara formil maupun materiil sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat 2 huruf a dan b Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), untuk itu eksepsi terdakwa ditolak,” ujarnya di persidangan, Semarang, Kamis (29/8/2013).
Setelah putusan penolakan eksepsi tersebut, maka persidangan terhadap terdakwa tetap akan terus dilanjutkan. Rencananya, sidang akan kembali digelar pada Selasa (2/9) mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi-saksi.
Sebelumnya, Bambang Supriyanto melalui kuasa hukumnya, Jansen Sitindaon mengajukan eksepsi dihadapan majelis hakim pada Selasa (13/8) silam. Dalam pembacaan eksepsi tersebut, Bambang mengaku kebijakannya mengeluarkan dana untuk ganti rugi lahan kepada warga dilakukan dalam keadaan darurat dan sudah disetujui jajaran Muspida Kabupaten Klaten.
“Kebijakan itu dikeluarkan dalam kondisi mendesak dan darurat, karena gelombang protes dari warga yang menginginkan ganti rugi. Sementara pihak PLN tidak mau membayar dengan alas an mentaati peraturan Kementerian Pertambangan (sekarang ESDM),” ujar Jansen.
Pihak PLN imbuh Jansen akhirnya bersedia membayar ganti rugi kepada warga dengan pos dana keadaan darurat demi kelancaran pembangunan. Pembayaran waktu itu disaksikan oleh Kapolres Klaten.
”Biaya ganti rugi yang dikeluarkan PLN tidak mempunyai unsur kerugian Negara. Karena setelah diaduti oleh BPK juga tidak ada masalah, makanya saya heran jika klien kami dijadikan terdakwa dalam kasus ini,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Bambang Supriyanto diduga terlibat kasus korupsi pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV dan 150 KV di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten. Pada Oktober 2006 sampai Januari 2007, karena menyetujui pengeluaran dana pembayaran ganti rugi tanaman warga yang diterjang proyek SUTET.
Pembayaran tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Negeri Jateng dinilai menyalahi aturan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No 975/471/mpe/1999 11 Mei 1999 jo Peraturan Menteri Pertambanggan dan Energi 01.p/47/mpe/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Tegangan Tinggi dan SUTET.
Akibat kasus tersebut, Bambang dijebloskan ke dalam Lembaga Permasyarakatan karena diduga merugikan negara hingga Rp11,8 milyar. Dirinya dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31/1999 yang telah diubah dan tambah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penolakan tersebut dibacakan majelis hakim saat sidang putusan sela yang berlangsung kemarin.
Dalam pembacaan penolakan eksepsi tersebut, Majelis Hakim yang diketuai Endang Sri W, didampingi Hakim Anggota Hastopo dan Hakim Adhoc Sinintha Sibarani mengatakan, seluruh dakwaan terhadap mantan Manajer Proyek Prokriting PT PLN (Persero) Jateng-DIY itu sudah memenuhi syarat dan tidak ada kecacatan hukum yang dapat mengakibatkan dakwaan gugur.
”Surat dakwaan dari jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang menurut majelis hakim sah dan dapat dijadikan dasar untuk memeriksa perkara. Surat dakwaan tersebut juga telah memenuhi syarat baik secara formil maupun materiil sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat 2 huruf a dan b Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), untuk itu eksepsi terdakwa ditolak,” ujarnya di persidangan, Semarang, Kamis (29/8/2013).
Setelah putusan penolakan eksepsi tersebut, maka persidangan terhadap terdakwa tetap akan terus dilanjutkan. Rencananya, sidang akan kembali digelar pada Selasa (2/9) mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi-saksi.
Sebelumnya, Bambang Supriyanto melalui kuasa hukumnya, Jansen Sitindaon mengajukan eksepsi dihadapan majelis hakim pada Selasa (13/8) silam. Dalam pembacaan eksepsi tersebut, Bambang mengaku kebijakannya mengeluarkan dana untuk ganti rugi lahan kepada warga dilakukan dalam keadaan darurat dan sudah disetujui jajaran Muspida Kabupaten Klaten.
“Kebijakan itu dikeluarkan dalam kondisi mendesak dan darurat, karena gelombang protes dari warga yang menginginkan ganti rugi. Sementara pihak PLN tidak mau membayar dengan alas an mentaati peraturan Kementerian Pertambangan (sekarang ESDM),” ujar Jansen.
Pihak PLN imbuh Jansen akhirnya bersedia membayar ganti rugi kepada warga dengan pos dana keadaan darurat demi kelancaran pembangunan. Pembayaran waktu itu disaksikan oleh Kapolres Klaten.
”Biaya ganti rugi yang dikeluarkan PLN tidak mempunyai unsur kerugian Negara. Karena setelah diaduti oleh BPK juga tidak ada masalah, makanya saya heran jika klien kami dijadikan terdakwa dalam kasus ini,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Bambang Supriyanto diduga terlibat kasus korupsi pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV dan 150 KV di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten. Pada Oktober 2006 sampai Januari 2007, karena menyetujui pengeluaran dana pembayaran ganti rugi tanaman warga yang diterjang proyek SUTET.
Pembayaran tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Negeri Jateng dinilai menyalahi aturan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No 975/471/mpe/1999 11 Mei 1999 jo Peraturan Menteri Pertambanggan dan Energi 01.p/47/mpe/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Tegangan Tinggi dan SUTET.
Akibat kasus tersebut, Bambang dijebloskan ke dalam Lembaga Permasyarakatan karena diduga merugikan negara hingga Rp11,8 milyar. Dirinya dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31/1999 yang telah diubah dan tambah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(kri)