MK ketok palu sidang sengketa Pilkada Maluku Utara
A
A
A
Sindonews.com - Gugatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara nomor urut dua yakni Muhadjir Albaar-Sahrin Hamid terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Malut kandas.
Dalam sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Malut 2013 Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pemohon itu.
Menurut Ketua MK Akil Mochtar, bukti tertulis dan keterangan saksi dari pemohon tidak dapat membuktikan adanya penggelembungan suara dilakukan termohon yakni KPU.
Demikian pula dugaan pencoblosan terhadap sisa surat suara dengan tujuan untuk memenangkan pasangan calon nomor urut tiga, Ahmad Hidayat Mus-Hasan Doa tidak bisa dibuktikan.
"Tidak ada rangkaian bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa upaya tersebut dilakukan oleh termohon secara terstruktur, sistematis dan masif sebagai upaya untuk memenangkan pasangan calon nomor urut tiga," jelas Akil Mochtar di gedung MK, jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2013).
Selain itu, berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, termohon telah melaksanakan semua rekomendasi dari jajaran Bawaslu dan telah dilaksanakan oleh jajaran termohon.
Disamping itu, Mahkamah juga menilai memang terdapat fakta dalam persidangan yang mengungkapkan adanya intimidasi dan mobilisasi terhadap Kepala Desa dan PNS serta tindakan money politic yang dilakukan tim sukses pasangan calon nomor urut tiga sebagaimana keterangan saksi pemohon, yaitu Ruslan Silayar dan Basir Makian.
Tetapi, menurut Mahkamah, fakta-fakta tersebut belum menggambarkan secara terstruktur, sistematis dan masif yang memengaruhi peringkat perolehan suara masing-masing paslon secara signifikan.
Kejadian tersebut bersifat sporadis yang tidak seluruhnya memengaruhi peringkat perolehan suara.
Tak hanya itu, Mahkamah juga tidak yakin bahwa selisih suara antara pemohon dengan paslon nomor urut tiga yang sebesar 19,23 persen atau sebanyak 110.454 suara adalah karena adanya intimidasi, mobilisasi PNS dan politik uang.
Sehingga Mahkamah menilai tidak ada pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif yang memengaruhi secara signifikan peringkat hasil perolehan suara paslon dalam Pemilukada Provinsi Maluku Utara tahun 2013.
Berdasarkan fakta hukum tersebut, menurut Mahkamah, dalil pemohon a quo tidak terbukti dan tidak beralasan hukum.
Dalam sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Malut 2013 Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pemohon itu.
Menurut Ketua MK Akil Mochtar, bukti tertulis dan keterangan saksi dari pemohon tidak dapat membuktikan adanya penggelembungan suara dilakukan termohon yakni KPU.
Demikian pula dugaan pencoblosan terhadap sisa surat suara dengan tujuan untuk memenangkan pasangan calon nomor urut tiga, Ahmad Hidayat Mus-Hasan Doa tidak bisa dibuktikan.
"Tidak ada rangkaian bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa upaya tersebut dilakukan oleh termohon secara terstruktur, sistematis dan masif sebagai upaya untuk memenangkan pasangan calon nomor urut tiga," jelas Akil Mochtar di gedung MK, jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2013).
Selain itu, berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, termohon telah melaksanakan semua rekomendasi dari jajaran Bawaslu dan telah dilaksanakan oleh jajaran termohon.
Disamping itu, Mahkamah juga menilai memang terdapat fakta dalam persidangan yang mengungkapkan adanya intimidasi dan mobilisasi terhadap Kepala Desa dan PNS serta tindakan money politic yang dilakukan tim sukses pasangan calon nomor urut tiga sebagaimana keterangan saksi pemohon, yaitu Ruslan Silayar dan Basir Makian.
Tetapi, menurut Mahkamah, fakta-fakta tersebut belum menggambarkan secara terstruktur, sistematis dan masif yang memengaruhi peringkat perolehan suara masing-masing paslon secara signifikan.
Kejadian tersebut bersifat sporadis yang tidak seluruhnya memengaruhi peringkat perolehan suara.
Tak hanya itu, Mahkamah juga tidak yakin bahwa selisih suara antara pemohon dengan paslon nomor urut tiga yang sebesar 19,23 persen atau sebanyak 110.454 suara adalah karena adanya intimidasi, mobilisasi PNS dan politik uang.
Sehingga Mahkamah menilai tidak ada pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif yang memengaruhi secara signifikan peringkat hasil perolehan suara paslon dalam Pemilukada Provinsi Maluku Utara tahun 2013.
Berdasarkan fakta hukum tersebut, menurut Mahkamah, dalil pemohon a quo tidak terbukti dan tidak beralasan hukum.
(lns)