Berkas korupsi dana kemiskinan di Bulukumba dikaji
A
A
A
Sindonews.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba sedang mengkaji berkas kasus dugaan korupsi dana bantuan hibah Program Penanggulangan Kemiskinaan di Perkotaan (P2KP) Desa Balleangin, Kecamatan Ujung Loe, Bulukumba. Dalam kasus ini Kejari telah menetapkan Unit Pengelola Keuangan (UPK) bernama, Alimuddin, sebagai tersangka.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bulukumba, Muhammad Ruslan Muin, mengungkapkan UPK ditetapkan tersangka karena dana hibah yang dikelola sebesar Rp146 juta pada 2005 hingga 2009 lalu, tidak disalurkan kepada warga yang berhak menerima, melainkan dikuasai sendiri.
“Kami sudah menerima berkasnya dari polisi, dan sekarang kami sedang meneliti,” ucap Ruslan, kepada SINDO, Kamis (1/8/2013).
Dia menjelaskan, bahwa berkas kasus korupsi dana hibah tersebut sedang memasukin tahap perampungan. Namun, sebelum resmi dilimpahkan ke Pengadilan harus diteliti dulu kembali berkasnya, apakah sudah lengkap atau sperti apa.
“Kalau dari hasil pemeriksaan lalu dianggap tidak ada lagi masalah, maka secepatnya akan dilimpahkan, biar prosesnya cepat selesai,” ujarnya.
Ruslan menambahkan, dana hibah sebesar Rp146 juta yang sedianya akan diperuntukan bagi warga kurang mampu di perkotaan dan desa guna pengembangan ekonomi, tidak tepat sasaran. Alasannya, karena pihak pengelola tidak membagikan dan hanya dikuasai sendiri.
“Jumlahnya sampai ratusan juta sebenarnya melalui bantuan APBN. Tapi, khusus yang dikelola oleh UPK Desa Balleangi itu hanya senilai Rp146 juta,” jelasnya.
Dia mengatakan penyidik Polres Bulukumba menyerahkan setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit. Hasilnya, ditemukan jumlah kerugian negara sebesar Rp80 juta lebih dari nilai total anggaran yang ada.
“Tersangkanya ada. Hanya, polisi belum melakukan penahan. Kami juga kurang tahu kenapa belum ditahan. Yang jelas proses pemberkasan kasusnya sedikit lagi sudah rampung,” tuturnya.
Aktivis Aliansi Masyarakat Penegak Demokrasi (AMPD) Bulukumba, Musafir, mengemukakan banyaknya kasus bantuan APBN yang bermasalah karena pemerintah lemah dalam melakukan pengawasan. Akibatnya, para pengelola di bawah, seenaknya melakukan penyelewengan anggaran.
“Harus ada pengawasan supaya bantuan pemerintah pusat ini berguna. Kalau begini, hampir semua bantuan bermasalah, yang dirugikan kan adalah warga yang berhak menerima,” kata dia.
Dia menyebutkan, bantuan pusat yang lain bermasalah seperti bantuan bedah rumah dan beberapa kasus lain yang hingga kini masih berproses diranah hukum.
“Sangat disayangkan jika bantuan pusat selalu bermasalah dan tidak tepat sasaran. Saya kira ini tugas pemerintah kedepan supaya aktif pengawasan serta lebih ditingkatkan lagi dari sebelumnya. Ini agar pengelola tidak seenaknya bermain,” ujar dia.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bulukumba, Muhammad Ruslan Muin, mengungkapkan UPK ditetapkan tersangka karena dana hibah yang dikelola sebesar Rp146 juta pada 2005 hingga 2009 lalu, tidak disalurkan kepada warga yang berhak menerima, melainkan dikuasai sendiri.
“Kami sudah menerima berkasnya dari polisi, dan sekarang kami sedang meneliti,” ucap Ruslan, kepada SINDO, Kamis (1/8/2013).
Dia menjelaskan, bahwa berkas kasus korupsi dana hibah tersebut sedang memasukin tahap perampungan. Namun, sebelum resmi dilimpahkan ke Pengadilan harus diteliti dulu kembali berkasnya, apakah sudah lengkap atau sperti apa.
“Kalau dari hasil pemeriksaan lalu dianggap tidak ada lagi masalah, maka secepatnya akan dilimpahkan, biar prosesnya cepat selesai,” ujarnya.
Ruslan menambahkan, dana hibah sebesar Rp146 juta yang sedianya akan diperuntukan bagi warga kurang mampu di perkotaan dan desa guna pengembangan ekonomi, tidak tepat sasaran. Alasannya, karena pihak pengelola tidak membagikan dan hanya dikuasai sendiri.
“Jumlahnya sampai ratusan juta sebenarnya melalui bantuan APBN. Tapi, khusus yang dikelola oleh UPK Desa Balleangi itu hanya senilai Rp146 juta,” jelasnya.
Dia mengatakan penyidik Polres Bulukumba menyerahkan setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit. Hasilnya, ditemukan jumlah kerugian negara sebesar Rp80 juta lebih dari nilai total anggaran yang ada.
“Tersangkanya ada. Hanya, polisi belum melakukan penahan. Kami juga kurang tahu kenapa belum ditahan. Yang jelas proses pemberkasan kasusnya sedikit lagi sudah rampung,” tuturnya.
Aktivis Aliansi Masyarakat Penegak Demokrasi (AMPD) Bulukumba, Musafir, mengemukakan banyaknya kasus bantuan APBN yang bermasalah karena pemerintah lemah dalam melakukan pengawasan. Akibatnya, para pengelola di bawah, seenaknya melakukan penyelewengan anggaran.
“Harus ada pengawasan supaya bantuan pemerintah pusat ini berguna. Kalau begini, hampir semua bantuan bermasalah, yang dirugikan kan adalah warga yang berhak menerima,” kata dia.
Dia menyebutkan, bantuan pusat yang lain bermasalah seperti bantuan bedah rumah dan beberapa kasus lain yang hingga kini masih berproses diranah hukum.
“Sangat disayangkan jika bantuan pusat selalu bermasalah dan tidak tepat sasaran. Saya kira ini tugas pemerintah kedepan supaya aktif pengawasan serta lebih ditingkatkan lagi dari sebelumnya. Ini agar pengelola tidak seenaknya bermain,” ujar dia.
(rsa)