Perubahan Jawa Barat jadi Pasundan langkah mundur
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi mengkritisi wacana penggantian nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan. Penggantian nama itu dinilainya sebagai langkah mundur. Apalagi, jika nama yang diusulkan berbau etnis tertentu.
"Jika (nama) provinsi diubah dengan etnis tertentu, itu justru sebuah langkah mundur dari esensi penghargaan terhadap perbedaan," kata Muradi, saat dihubungi, Jumat (26/7/2013).
Yang dikhawatirkan, penggantian nama dengan menonjolkan satu etnis tertentu, akan memunculkan hegemoni mayoritas suku tertentu. Padahal, di Jawa Barat ada tiga etnis besar, yaitu Sunda Priangan, Cirebonan, dan etnis sub urban yang merupakan perpaduan beberapa etnis.
Muradi mengatakan, wacana penggantian nama itu jusru dikhawatirkan mengundang antipati dari masyarakat. Bahkan, dia khawatir jika nama Jawa Barat diganti, akan ada daerah yang ingin memisahkan diri dari Jawa Barat. Dia pun mempertanyakan esensi dari usulan tersebut. "Esensinya dari penggantian nama itu apa?" cetusnya.
Muradi menyatakan, penggantian nama itu akan sia-sia dan tidak ada manfaat yang bisa dirasakan. Jika ingin membuat masyarakat Jawa Barat tampil ke level nasional, bukan berarti harus ditempuh dengan penggantian nama provinsi.
Salah satu yang perlu dilakukan untuk menunjang hal itu, adalah dengan mengedepankan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat. "Dengan cara seperti itu, cakrawala masyarakat akan terbuka dan tercerahkan. Tapi jika mengepankan isu primordialisme, cakrawalanya akan tertutup dan menjadi langkah mundur," pungkasnya.
Usulan penggantian nama itu diserahkan Komunitas Pengkaji Pergantian Nama Provinsi Jawa Barat ke Komisi A DPRD Jawa Barat, Kamis 25 Juli 2013. Alasannya, nama Jawa Barat dinilai sudah tidak relevan.
Jawa Barat dinilai hanya merujuk pada pulau Jawa bagian barat. Kenyataannya, di pulau Jawa bagian barat ada dua provinsi yaitu Banten dan DKI Jakarta.
Selain itu, nama Jawa Barat dinilai tidak mencerminkan ciri khas kedaerahan, Sunda. Akibatnya, warga Jawa Barat kehilangan jati dirinya dan tidak punya kekuatan berarti untuk berperan ditingkat nasional.
"Jika (nama) provinsi diubah dengan etnis tertentu, itu justru sebuah langkah mundur dari esensi penghargaan terhadap perbedaan," kata Muradi, saat dihubungi, Jumat (26/7/2013).
Yang dikhawatirkan, penggantian nama dengan menonjolkan satu etnis tertentu, akan memunculkan hegemoni mayoritas suku tertentu. Padahal, di Jawa Barat ada tiga etnis besar, yaitu Sunda Priangan, Cirebonan, dan etnis sub urban yang merupakan perpaduan beberapa etnis.
Muradi mengatakan, wacana penggantian nama itu jusru dikhawatirkan mengundang antipati dari masyarakat. Bahkan, dia khawatir jika nama Jawa Barat diganti, akan ada daerah yang ingin memisahkan diri dari Jawa Barat. Dia pun mempertanyakan esensi dari usulan tersebut. "Esensinya dari penggantian nama itu apa?" cetusnya.
Muradi menyatakan, penggantian nama itu akan sia-sia dan tidak ada manfaat yang bisa dirasakan. Jika ingin membuat masyarakat Jawa Barat tampil ke level nasional, bukan berarti harus ditempuh dengan penggantian nama provinsi.
Salah satu yang perlu dilakukan untuk menunjang hal itu, adalah dengan mengedepankan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat. "Dengan cara seperti itu, cakrawala masyarakat akan terbuka dan tercerahkan. Tapi jika mengepankan isu primordialisme, cakrawalanya akan tertutup dan menjadi langkah mundur," pungkasnya.
Usulan penggantian nama itu diserahkan Komunitas Pengkaji Pergantian Nama Provinsi Jawa Barat ke Komisi A DPRD Jawa Barat, Kamis 25 Juli 2013. Alasannya, nama Jawa Barat dinilai sudah tidak relevan.
Jawa Barat dinilai hanya merujuk pada pulau Jawa bagian barat. Kenyataannya, di pulau Jawa bagian barat ada dua provinsi yaitu Banten dan DKI Jakarta.
Selain itu, nama Jawa Barat dinilai tidak mencerminkan ciri khas kedaerahan, Sunda. Akibatnya, warga Jawa Barat kehilangan jati dirinya dan tidak punya kekuatan berarti untuk berperan ditingkat nasional.
(san)