SP3 Awang Faroek sudah tepat
A
A
A
Sindonews.com - Penasihat hukum Awang Faroek Ishak, Eddy OS Hiariej menilai Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah tepat.
Semestinya tak perlu ada gugatan praperadilan atas SP3 tersebut.
Ia menjelaskan, perlu dipahami ada empat cara penghentian suatu perkara dalam hukum pidana, masing-masing Surat Perintah Penghentian Penyidikan, Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan, Seponeering oleh Jaksa Agung dan Abolisi oleh Presiden.
Surat perintah penghentian penyidikan tersebut diatur dalam Pasal 109 ayat 2 KUHAP.
Ada tiga kemungkinan dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan oleh Penyidik. Pertama, jika tidak terdapat cukup bukti. Kedua, jika peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana. Ketiga, jika perkara dihentikan demi hukum.
“Merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan doktrin yang dimaksudkan dengan ‘dihentikan demi hukum’ jika perkara tersebut nebis in idem atau seseorang tidak dapat dituntut lebih dari satu kali di depan pengadilan dengan perkara yang sama, daluarsa atau lampaunya waktu, atau terdakwa meninggal dunia,” kata Eddy dalam sebuah pernyataan tertulis yang diserahkan langsung oleh Awang Faroek Ishak kepada Sindo, Kamis (25/7/2013).
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada ini menambahkan, dalam SP3 terhadap Awang Faroek Ishak, Kejaksaan Agung Republik Indonesia bersandar pada pertimbangan tidak terdapat cukup bukti terkait keterlibatan Awang Faroek Ishak dalam kasus tersebut dan atau kasus tersebut bukanlah kasus pidana.
“Langkah yang demikian menunjukan sikap kehati-hatian dari Kejaksaan Agung karena jika diteruskan ke pengadilan dan kemudian diputus bebas, maka profesionalisme dan kredibilitas Kejaksaan Agung dipertaruhkan,” pungkasnya.
Semestinya tak perlu ada gugatan praperadilan atas SP3 tersebut.
Ia menjelaskan, perlu dipahami ada empat cara penghentian suatu perkara dalam hukum pidana, masing-masing Surat Perintah Penghentian Penyidikan, Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan, Seponeering oleh Jaksa Agung dan Abolisi oleh Presiden.
Surat perintah penghentian penyidikan tersebut diatur dalam Pasal 109 ayat 2 KUHAP.
Ada tiga kemungkinan dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan oleh Penyidik. Pertama, jika tidak terdapat cukup bukti. Kedua, jika peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana. Ketiga, jika perkara dihentikan demi hukum.
“Merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan doktrin yang dimaksudkan dengan ‘dihentikan demi hukum’ jika perkara tersebut nebis in idem atau seseorang tidak dapat dituntut lebih dari satu kali di depan pengadilan dengan perkara yang sama, daluarsa atau lampaunya waktu, atau terdakwa meninggal dunia,” kata Eddy dalam sebuah pernyataan tertulis yang diserahkan langsung oleh Awang Faroek Ishak kepada Sindo, Kamis (25/7/2013).
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada ini menambahkan, dalam SP3 terhadap Awang Faroek Ishak, Kejaksaan Agung Republik Indonesia bersandar pada pertimbangan tidak terdapat cukup bukti terkait keterlibatan Awang Faroek Ishak dalam kasus tersebut dan atau kasus tersebut bukanlah kasus pidana.
“Langkah yang demikian menunjukan sikap kehati-hatian dari Kejaksaan Agung karena jika diteruskan ke pengadilan dan kemudian diputus bebas, maka profesionalisme dan kredibilitas Kejaksaan Agung dipertaruhkan,” pungkasnya.
(lns)