Karyawan soldatenkaffe tak boleh jadi korban
A
A
A
Sindonews.com – Pemilik Soldatenkaffe Henry Mulyana berjanji tidak akan menggunakan simbol-simbol Nazi sebagai dekorasi kafenya, melalui surat perjanjian.
Hal itu dilakukan setelah kafe miliknya menjadi perbincangan media nasional dan internasional.
Penandatangan tersebut langsung dilakukan dihadapan Kepala Dinas Kebudayan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Kota Bandung Herry Djauhari.
“Penandatangan dilakukan saat pertemuan tadi. Dalam perjanjian itu, dia (Henry) berjanji akan mencopot uniform (seragam) dan poster Nazi,” jelas Herry saat dihubungi wartawan, Senin (22/7/2013).
Herry menilai, meski tidak ada peraturan yang mengikat mengenai pelarangan simbol Nazi. Namun hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi konflik berkepanjangan antara masyarakat baik dalam maupun luar negeri.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Kafe dan Restoran (AKAR) Kota Bandung, Dedie Soeratin berharap Pemkot Bandung memiliki sebuah komitmen mengenai pendirian dan perizinan kafe dan restoran.
“Dengan adanya komitmen itu, jadi kami sebagai praktisi dan organisasi bisa melakukan monitoring dan masukan ke Pemkot mengenai kafe dan restaurant,” tutur Dedie yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Kafe dan Restoran Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar.
Tidak hanya itu, pihaknya pun siap menyalurkan empat pegawai kafe yang kini nasibnya terkatung-katung pasca tutupnya Soldatenkaffe pasca ramai diberitakan.
“Karyawan tidak boleh jadi korban. Kalau diperlukan kami siap menyalurkan dengan syarat, secara resmi harus keluar dulu. Nanti tinggal membuat surat lamaran. Jangan sampai karyawan terlantar, itu harus dilindungi,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemilik kafe ‘Nazi’, Soldatenkaffe, Henry Mulyana mengaku tertekan dan stress akibat pemberitaan yang diklaimnya telah melenceng dari hasil wawancara.
“Saya banyak dapat telepon yang marah-marah. Saya stress. Bahkan dunia luar juga ikut menekan saya,” tutur Henry kepada wartawan, Sabtu 20 Juli 2013.
Akibat pemberitaan yang meluas hingga keluar negeri itu pun, akhirnya Henry memutuskan untuk menutup kafenya untuk sementara. Tidak hanya itu, imbasnya adalah empat pegawai kafe pun kini ‘dirumahkan’.
“Saya tegaskan keberadaan kafe ini tidak pernah meresahkan warga seperti yang ditulis media. Hampir dua tahun tidak pernah ada komplain dari warga, dan kami tidak menyebarkan ajaran yang dilarang (Nazi),” tegasnya.
Tak hanya itu, kini dirinya pun merasa trauma untuk berpergian keluar negeri. “Mental saya merasa ketakutan atas pemberitaan ini,” ucapnya.
Hal itu dilakukan setelah kafe miliknya menjadi perbincangan media nasional dan internasional.
Penandatangan tersebut langsung dilakukan dihadapan Kepala Dinas Kebudayan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Kota Bandung Herry Djauhari.
“Penandatangan dilakukan saat pertemuan tadi. Dalam perjanjian itu, dia (Henry) berjanji akan mencopot uniform (seragam) dan poster Nazi,” jelas Herry saat dihubungi wartawan, Senin (22/7/2013).
Herry menilai, meski tidak ada peraturan yang mengikat mengenai pelarangan simbol Nazi. Namun hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi konflik berkepanjangan antara masyarakat baik dalam maupun luar negeri.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Kafe dan Restoran (AKAR) Kota Bandung, Dedie Soeratin berharap Pemkot Bandung memiliki sebuah komitmen mengenai pendirian dan perizinan kafe dan restoran.
“Dengan adanya komitmen itu, jadi kami sebagai praktisi dan organisasi bisa melakukan monitoring dan masukan ke Pemkot mengenai kafe dan restaurant,” tutur Dedie yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Kafe dan Restoran Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar.
Tidak hanya itu, pihaknya pun siap menyalurkan empat pegawai kafe yang kini nasibnya terkatung-katung pasca tutupnya Soldatenkaffe pasca ramai diberitakan.
“Karyawan tidak boleh jadi korban. Kalau diperlukan kami siap menyalurkan dengan syarat, secara resmi harus keluar dulu. Nanti tinggal membuat surat lamaran. Jangan sampai karyawan terlantar, itu harus dilindungi,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemilik kafe ‘Nazi’, Soldatenkaffe, Henry Mulyana mengaku tertekan dan stress akibat pemberitaan yang diklaimnya telah melenceng dari hasil wawancara.
“Saya banyak dapat telepon yang marah-marah. Saya stress. Bahkan dunia luar juga ikut menekan saya,” tutur Henry kepada wartawan, Sabtu 20 Juli 2013.
Akibat pemberitaan yang meluas hingga keluar negeri itu pun, akhirnya Henry memutuskan untuk menutup kafenya untuk sementara. Tidak hanya itu, imbasnya adalah empat pegawai kafe pun kini ‘dirumahkan’.
“Saya tegaskan keberadaan kafe ini tidak pernah meresahkan warga seperti yang ditulis media. Hampir dua tahun tidak pernah ada komplain dari warga, dan kami tidak menyebarkan ajaran yang dilarang (Nazi),” tegasnya.
Tak hanya itu, kini dirinya pun merasa trauma untuk berpergian keluar negeri. “Mental saya merasa ketakutan atas pemberitaan ini,” ucapnya.
(lns)