Ditolak 4 RS, bocah penderita muntaber meninggal
A
A
A
Sindonews.com - Nasib tragis dialami pasangan Andi Amir (45) dan Irmawanti (38). Buah hatinya, Revan Adhyaksa, yang baru berusia 1 tahun 3 bulan, harus meregang nyawa setelah ditolak oleh empat Rumah Sakit (RS) di Kota Makassar.
Bungsu dari empat saudara ini berpulang akibat penyakit muntaber akut yang dideritanya. Korban meninggal dunia di Ruang ICU RS Jaury Akademis, Rabu (26/6) siang.
Bocah malang ini diduga meninggal dunia akibat terlambat mendapatkan penanganan medis. Pasalnya, sejak Senin (24/6) lalu, empat RS sekaligus menolak merawatnya dengan berbagai alasan.
Orangtua Revan berobat dengan menggunakan fasilitas jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). Namun kartu pemberian pemerintah ini bukan jaminan untuk segera mendapatkan perawatan di RS.
Awalnya, Amir dan Irmawanti membawa anaknya ke RS Umum Daya untuk mendapatkan pertolongan pertama, pada Senin (24/6) sore. Namun baru dua jam berbaring di UGD, pihak RS mengeluarkan Revan dengan alasan seluruh kamar perawatan full.
Apalagi pada saat itu, kondisi kesehatan bocah malang terus menurun dan sudah tidak sadarkan diri akibat kekurangan cairan. Oleh petugas RS Daya, Revan kemudian dirujuk ke RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Sesampai di RSUP Wahidin, Revan kemudian mendapatkan perawatan beberapa saat di Ruang UGD. Sementara bapaknya, diminta untuk melengkapi berkas administrasi.
"Saat itu saya ditanya, apakah memakai jamkesda atau pasien umum. Karena tidak mampu, saya hanya setor kartu keluarga (KK) dan KTP. Setelah itu, tiba-tiba perawat mengatakan seluruh kamar perawatan full," kata Amir saat ditemui di rumah duka di Jalan Hadji Kalla IV, Panaikang, Kamis (27/6/2013).
Padahal, kata Amir yang sehari-hari bekerja sebagai penarik becak motor (Bentor) ini, saat itu hanya terdapat tiga pasien di UGD RSUP Wahidin, sementara beberapa bangkal lainnya kosong.
Akhinya menggunakan ambulans milik RS Daya, pasangan suami istri ini kembali melanjutkan 'petualangan' ke RS Ibnu Sina di Jalan Urip Sumohardjo.
Di RS milik Yayasan UMI Makassar ini, beberapa petugas medis hanya melakukan pemeriksaan terhadap Revan di atas ambulans, tanpa memasukakkannya di UGD.
Setelah itu, petugas medis pun mengaku seluruh kamar perawatan dan UGD dalam keadaan full, dan memintanya mencari RS lain.
"Kami kemudian ke RS Awal Bros, dan dokter hanya memeriksa anak saya di atas ambulans, lalu berkata seluruh kamal full juga," tutur pria berkumis ini dengan suara serak.
Setelah berpetualang mencari RS untuk anaknya selama tujuh jam, sekitar pukul 02.00 Wita dini hari, akhirnya Amir memutuskan membawa anaknya ke RS Jaury Akademis.
Di tempat ini, dia tidak lagi memperlihatkan kartu perawatan jamkesda, namun menggunakan pasien umum, dan akhirnya diterima.
Namun takdir berkata lain. Meski di RS Akademis anaknya sempat mendapatkan perawatan dua hari, namun karena diduga terlambat ditangani, Rabu (26/6) siang, Revan akhirnya tutup usia.
"Setelah meninggal, kami tak bisa membawa jenazahnya karena tak memiliki uang. Akhirnya saya titip KTP dan KK sebagai jaminan. Seluruh biaya pengobatan juga belum bisa kami bayar," akunya.
Keluarga Revan tergolong keluarga kurang mampu. Selama ini, Amir mengontak sebuah kamar petak ukuran 3x4 meter di Jalan Bontobila, Batua Raya. Siang tadi, sekitar pukul 10.00 Wita, Revan akhirnya dimakamkan di Pekuburan Islam Panaikang, Panakkukang.
Isak tangis keluarga mengiringi proses pemakaman bocah malang tersebut. Ibu korban, Irma, tidak kuasa menahan tangis, bahkan sempat tak sadarkan diri di atas pusara anaknya.
Saat dikonfirmasi, Humas RSUP Wahidin dr Ilham membantah pihaknya melakukan penolakan terhadap pasien Jamkesda.
Menurutnya, saat itu Revan dalam kondisi lemah dan harus mendapatkan perawatan di ICU Khusus Anak. Namun, di saat bersamaan, kondisi ruangan tersebut dalam keadaan full.
"Makanya kita rujuk ke RS lain. Sama sekali RSUP Wahidin tidak melakukan penolakan," dalihnya kepada SINDO.
Begitu pun dengan Humas RS Ibnu Sina, Wahyudin Muchsin. Menurutnya, tak ada penolakan yang dilakukan pihak RS terhadap pasien Revan.
"Kondisi anak itu saat dibawa ke sini memang sudah gawat. UGD dan kamar sudah full. Untuk memberikan pertolongan pertama, petugas merawatnya di atas ambulans. Jadi tak ada penolakan," akunya.
Bungsu dari empat saudara ini berpulang akibat penyakit muntaber akut yang dideritanya. Korban meninggal dunia di Ruang ICU RS Jaury Akademis, Rabu (26/6) siang.
Bocah malang ini diduga meninggal dunia akibat terlambat mendapatkan penanganan medis. Pasalnya, sejak Senin (24/6) lalu, empat RS sekaligus menolak merawatnya dengan berbagai alasan.
Orangtua Revan berobat dengan menggunakan fasilitas jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). Namun kartu pemberian pemerintah ini bukan jaminan untuk segera mendapatkan perawatan di RS.
Awalnya, Amir dan Irmawanti membawa anaknya ke RS Umum Daya untuk mendapatkan pertolongan pertama, pada Senin (24/6) sore. Namun baru dua jam berbaring di UGD, pihak RS mengeluarkan Revan dengan alasan seluruh kamar perawatan full.
Apalagi pada saat itu, kondisi kesehatan bocah malang terus menurun dan sudah tidak sadarkan diri akibat kekurangan cairan. Oleh petugas RS Daya, Revan kemudian dirujuk ke RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Sesampai di RSUP Wahidin, Revan kemudian mendapatkan perawatan beberapa saat di Ruang UGD. Sementara bapaknya, diminta untuk melengkapi berkas administrasi.
"Saat itu saya ditanya, apakah memakai jamkesda atau pasien umum. Karena tidak mampu, saya hanya setor kartu keluarga (KK) dan KTP. Setelah itu, tiba-tiba perawat mengatakan seluruh kamar perawatan full," kata Amir saat ditemui di rumah duka di Jalan Hadji Kalla IV, Panaikang, Kamis (27/6/2013).
Padahal, kata Amir yang sehari-hari bekerja sebagai penarik becak motor (Bentor) ini, saat itu hanya terdapat tiga pasien di UGD RSUP Wahidin, sementara beberapa bangkal lainnya kosong.
Akhinya menggunakan ambulans milik RS Daya, pasangan suami istri ini kembali melanjutkan 'petualangan' ke RS Ibnu Sina di Jalan Urip Sumohardjo.
Di RS milik Yayasan UMI Makassar ini, beberapa petugas medis hanya melakukan pemeriksaan terhadap Revan di atas ambulans, tanpa memasukakkannya di UGD.
Setelah itu, petugas medis pun mengaku seluruh kamar perawatan dan UGD dalam keadaan full, dan memintanya mencari RS lain.
"Kami kemudian ke RS Awal Bros, dan dokter hanya memeriksa anak saya di atas ambulans, lalu berkata seluruh kamal full juga," tutur pria berkumis ini dengan suara serak.
Setelah berpetualang mencari RS untuk anaknya selama tujuh jam, sekitar pukul 02.00 Wita dini hari, akhirnya Amir memutuskan membawa anaknya ke RS Jaury Akademis.
Di tempat ini, dia tidak lagi memperlihatkan kartu perawatan jamkesda, namun menggunakan pasien umum, dan akhirnya diterima.
Namun takdir berkata lain. Meski di RS Akademis anaknya sempat mendapatkan perawatan dua hari, namun karena diduga terlambat ditangani, Rabu (26/6) siang, Revan akhirnya tutup usia.
"Setelah meninggal, kami tak bisa membawa jenazahnya karena tak memiliki uang. Akhirnya saya titip KTP dan KK sebagai jaminan. Seluruh biaya pengobatan juga belum bisa kami bayar," akunya.
Keluarga Revan tergolong keluarga kurang mampu. Selama ini, Amir mengontak sebuah kamar petak ukuran 3x4 meter di Jalan Bontobila, Batua Raya. Siang tadi, sekitar pukul 10.00 Wita, Revan akhirnya dimakamkan di Pekuburan Islam Panaikang, Panakkukang.
Isak tangis keluarga mengiringi proses pemakaman bocah malang tersebut. Ibu korban, Irma, tidak kuasa menahan tangis, bahkan sempat tak sadarkan diri di atas pusara anaknya.
Saat dikonfirmasi, Humas RSUP Wahidin dr Ilham membantah pihaknya melakukan penolakan terhadap pasien Jamkesda.
Menurutnya, saat itu Revan dalam kondisi lemah dan harus mendapatkan perawatan di ICU Khusus Anak. Namun, di saat bersamaan, kondisi ruangan tersebut dalam keadaan full.
"Makanya kita rujuk ke RS lain. Sama sekali RSUP Wahidin tidak melakukan penolakan," dalihnya kepada SINDO.
Begitu pun dengan Humas RS Ibnu Sina, Wahyudin Muchsin. Menurutnya, tak ada penolakan yang dilakukan pihak RS terhadap pasien Revan.
"Kondisi anak itu saat dibawa ke sini memang sudah gawat. UGD dan kamar sudah full. Untuk memberikan pertolongan pertama, petugas merawatnya di atas ambulans. Jadi tak ada penolakan," akunya.
(rsa)