Upah disunat, karyawan swalayan ngadu ke Dinsosnaker
A
A
A
Sindonews.com - Sebanyak 22 karyawan swalayan Sea Mart, di Kota Blitar mengadu ke Kantor Dinas sosial dan tenaga kerja (dinsosnaker). Mereka mengeluhkan pemotongan upah kerja yang dilakukan secara sepihak oleh manajemen perusahaan.
"Gaji yang sesuai perjanjian kerja Rp750 ribu-Rp800 ribu per bulan tidak diterimakan secara utuh. Padahal nominal itu sendiri sudah tidak sesuai UMK. Kita menuntut hal ini diluruskan," tutur Fifi (18), selaku juru bicara karyawan kepada wartawan, Jumat (14/6/2013).
Diketahui, jumlah total karyawan swalayan yang membuka cabang di Malang dan Kediri itu mencapai 35 orang. Selain swalayan, perusahaan ini juga menyediakan diri sebagai grosir untuk toko dan swalayan lebih kecil di Kota Blitar.
Menurut Fifi, setiap bulan karyawan rata-rata hanya menerima upah Rp250 ribu per bulan hingga Rp350 ribu per bulan. Kondisi ini sudah berlangsung selama dua bulan.
Tanpa ada komunikasi diawal, pemotongan langsung dilakukan. Pihak perusahaan menjelaskan bahwa pemotongan upah sebagai konsekuensi atas hilangnya barang dagangan. Kemudian juga sebagai ganti rugi atas kerusakan piranti swalayan, seperti AC dan semacamnya.
"Padahal kami tidak pernah melakukan semua itu. Kenapa beban itu ditimpakan kepada kami?. Di perjanjian kerja juga tidak ada klausul seperti itu, "keluh Fifi.
Soni (18) karyawan lain menambahkan bahwa untuk seragam kerja juga diambilkan dari pemotongan upah karyawan. Sesuai aturannya, seragam kerja semestinya fasilitas kerja yang menjadi kewajiban perusahaan.
"Ini bentuk kesewenang-wenangan dari perusahaan. Karenanya kami mengadu ke dinas," tambahnya.
Sekedar diketahui, terlepas dari masalah pemotongan sepihak, upah yang diberikan swalayan Sea Mart masih di bawah UMK.
Sebab sesuai ketentuan SK Gubernur Jawa Timur, UMK untuk Kota Blitar sebesar Rp928 ribu per bulan. Sementara UMK Kabupaten Blitar sebesar Rp980 ribu per bulan.
Soni menambahkan, sejauh ini karyawan belum mengetahui langkah apa yang akan diambil. Sebab ijazah asli pendidikan karyawan hingga kini menjadi jaminan di perusahaan.
"Sementara jika kita keluar dan meminta ijazah dengan waktu kurang dari tiga bulan akan didenda Rp1,3 juta," keluhnya.
Sementara menanggapi pengaduan itu, Kasi Pengawasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dinsosnakertrans Kota Blitar Satmintarti berjanji akan segera turun ke lapangan. Jika memang pengaduan terbukti benar, dinas tidak segan mencabut perizinan swalayan.
"Kita akan meminta keterangan pihak perusahaan. Jika memang benar, kita bisa mencabut izin usahanya, "ujarnya.
Sementara pemilik swalayan Wawan Triatmojo (30) ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa semua karyawan yang mengadu tersebut masih berstatus training. Mereka akan mendapatkan hak penuh jika memang sudah melewati masa training tiga bulan.
"Dan sesuai perjanjian tertulis di awal, jika memang ada permasalahan akan diselesaikan dengan musyawarah. Tapi kenapa ini tiba-tiba dibawa ke dinas, "keluhnya.
Mengenai pemotongan upah, Wawan tidak menyangkal. Sebab di dalam surat perjanjian kerja sudah tertulis, jika terjadi kesalahan kerja, perusahaan bisa memotong hak karyawan.
"Dan memang mereka yang mengadu itu bermasalah. Diantaranya alpa dalam bekerja dan tidak sesuai dengan target kerja. Intinya saya siap menghadapi permasalahan ini, "tegasnya.
"Gaji yang sesuai perjanjian kerja Rp750 ribu-Rp800 ribu per bulan tidak diterimakan secara utuh. Padahal nominal itu sendiri sudah tidak sesuai UMK. Kita menuntut hal ini diluruskan," tutur Fifi (18), selaku juru bicara karyawan kepada wartawan, Jumat (14/6/2013).
Diketahui, jumlah total karyawan swalayan yang membuka cabang di Malang dan Kediri itu mencapai 35 orang. Selain swalayan, perusahaan ini juga menyediakan diri sebagai grosir untuk toko dan swalayan lebih kecil di Kota Blitar.
Menurut Fifi, setiap bulan karyawan rata-rata hanya menerima upah Rp250 ribu per bulan hingga Rp350 ribu per bulan. Kondisi ini sudah berlangsung selama dua bulan.
Tanpa ada komunikasi diawal, pemotongan langsung dilakukan. Pihak perusahaan menjelaskan bahwa pemotongan upah sebagai konsekuensi atas hilangnya barang dagangan. Kemudian juga sebagai ganti rugi atas kerusakan piranti swalayan, seperti AC dan semacamnya.
"Padahal kami tidak pernah melakukan semua itu. Kenapa beban itu ditimpakan kepada kami?. Di perjanjian kerja juga tidak ada klausul seperti itu, "keluh Fifi.
Soni (18) karyawan lain menambahkan bahwa untuk seragam kerja juga diambilkan dari pemotongan upah karyawan. Sesuai aturannya, seragam kerja semestinya fasilitas kerja yang menjadi kewajiban perusahaan.
"Ini bentuk kesewenang-wenangan dari perusahaan. Karenanya kami mengadu ke dinas," tambahnya.
Sekedar diketahui, terlepas dari masalah pemotongan sepihak, upah yang diberikan swalayan Sea Mart masih di bawah UMK.
Sebab sesuai ketentuan SK Gubernur Jawa Timur, UMK untuk Kota Blitar sebesar Rp928 ribu per bulan. Sementara UMK Kabupaten Blitar sebesar Rp980 ribu per bulan.
Soni menambahkan, sejauh ini karyawan belum mengetahui langkah apa yang akan diambil. Sebab ijazah asli pendidikan karyawan hingga kini menjadi jaminan di perusahaan.
"Sementara jika kita keluar dan meminta ijazah dengan waktu kurang dari tiga bulan akan didenda Rp1,3 juta," keluhnya.
Sementara menanggapi pengaduan itu, Kasi Pengawasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dinsosnakertrans Kota Blitar Satmintarti berjanji akan segera turun ke lapangan. Jika memang pengaduan terbukti benar, dinas tidak segan mencabut perizinan swalayan.
"Kita akan meminta keterangan pihak perusahaan. Jika memang benar, kita bisa mencabut izin usahanya, "ujarnya.
Sementara pemilik swalayan Wawan Triatmojo (30) ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa semua karyawan yang mengadu tersebut masih berstatus training. Mereka akan mendapatkan hak penuh jika memang sudah melewati masa training tiga bulan.
"Dan sesuai perjanjian tertulis di awal, jika memang ada permasalahan akan diselesaikan dengan musyawarah. Tapi kenapa ini tiba-tiba dibawa ke dinas, "keluhnya.
Mengenai pemotongan upah, Wawan tidak menyangkal. Sebab di dalam surat perjanjian kerja sudah tertulis, jika terjadi kesalahan kerja, perusahaan bisa memotong hak karyawan.
"Dan memang mereka yang mengadu itu bermasalah. Diantaranya alpa dalam bekerja dan tidak sesuai dengan target kerja. Intinya saya siap menghadapi permasalahan ini, "tegasnya.
(rsa)