Jaksa tetapkan pejabat Trenggalek jadi tersangka
A
A
A
Sindonews.com - Kejaksaan Negeri Trenggalek resmi menetapkan satu orang pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Trenggalek sebagai tersangka kasus korupsi akuisisi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bangkit Prima senilai Rp2,3 miliar.
“Inisialnya S. Yang bersangkutan sebagai penanggungjawab atas proses akuisisi tersebut," ujar Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Trenggalek I Wayan Sutarjana kepada wartawan, di kantornya, Trenggalek, Jawa Timur, Selasa (4/6/2013).
Dari hasil penyidikan, aparat menemukan bukti kejanggalan dan sejumlah item yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam proses pengelolaan keuangan diduga telah terjadi penggelembungan (mark up) anggaran.
BPR dibeli pemerintah dengan harga Rp 1,87 miliar plus modal awal sebesar Rp 550 juta pada tahun 2007. Total seluruhnya Rp 2,3 miliar. “Dari jumlah tersebut, sebesar Rp1,299 miliar dibagikan 13 pemilik koperasi selaku pemegang saham BPR," terangnya.
Namun, uang yang dibayarkan itu tidak sepenuhnya sebagai pembayaran. Penyidik menemukan aliran uang sebesar Rp1,03 miliar yang ditransfer kembali ke rekening seseorang. Perinciannya Rp500 juta sebagai setoran modal, ditambah Rp125 juta dan Rp375 yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Berdasarkan keterangan saksi, uang Rp500 juta yang dikatakan sebagai modal awal dikuasai secara pribadi oleh salah satu oknum pejabat, “jelasnya.
Kasi Intel Kejaksaan Indi Premadasa menambahkan, dalam kasus dugaan korupsi ini negara telah dirugikan lebih dari Rp500 juta. “Namun untuk kepastiannya masih menunggu hasil final audit BPKP Jawa Timur, “ujarnya.
Saat ini, lanjut Indi pihaknya terus mendalami perkara yang ada. Sebab kasus yang terjadi di era pemerintahan Bupati Soeharto itu ditengarai melibatkan banyak oknum pejabat.
Sebelumnya DPRD setempat juga mensoal proses akuisisi yang tidak diikuti peraturan daerah sebagai landasan hukum. “Kita terus mengembangkan dan mendalami kasus ini," pungkasnya.
“Inisialnya S. Yang bersangkutan sebagai penanggungjawab atas proses akuisisi tersebut," ujar Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Trenggalek I Wayan Sutarjana kepada wartawan, di kantornya, Trenggalek, Jawa Timur, Selasa (4/6/2013).
Dari hasil penyidikan, aparat menemukan bukti kejanggalan dan sejumlah item yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam proses pengelolaan keuangan diduga telah terjadi penggelembungan (mark up) anggaran.
BPR dibeli pemerintah dengan harga Rp 1,87 miliar plus modal awal sebesar Rp 550 juta pada tahun 2007. Total seluruhnya Rp 2,3 miliar. “Dari jumlah tersebut, sebesar Rp1,299 miliar dibagikan 13 pemilik koperasi selaku pemegang saham BPR," terangnya.
Namun, uang yang dibayarkan itu tidak sepenuhnya sebagai pembayaran. Penyidik menemukan aliran uang sebesar Rp1,03 miliar yang ditransfer kembali ke rekening seseorang. Perinciannya Rp500 juta sebagai setoran modal, ditambah Rp125 juta dan Rp375 yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Berdasarkan keterangan saksi, uang Rp500 juta yang dikatakan sebagai modal awal dikuasai secara pribadi oleh salah satu oknum pejabat, “jelasnya.
Kasi Intel Kejaksaan Indi Premadasa menambahkan, dalam kasus dugaan korupsi ini negara telah dirugikan lebih dari Rp500 juta. “Namun untuk kepastiannya masih menunggu hasil final audit BPKP Jawa Timur, “ujarnya.
Saat ini, lanjut Indi pihaknya terus mendalami perkara yang ada. Sebab kasus yang terjadi di era pemerintahan Bupati Soeharto itu ditengarai melibatkan banyak oknum pejabat.
Sebelumnya DPRD setempat juga mensoal proses akuisisi yang tidak diikuti peraturan daerah sebagai landasan hukum. “Kita terus mengembangkan dan mendalami kasus ini," pungkasnya.
(kri)