Diblokade, transportasi lumpuh total

Kamis, 25 April 2013 - 13:08 WIB
Diblokade, transportasi lumpuh total
Diblokade, transportasi lumpuh total
A A A
Sindonews.com – Aksi pemalangan jalan Trans Papua Barat oleh masyarakat adat kawasan lima distrik di Kabupaten Manokwari, yakni Distrik Mubrani, Kebar, Senopi, Amberbaken dan Distrik Sidey, melumpuhkan seluruh aktivitas perekonomian masyarakat, transportasi, serta proyek pembangunan.

Hingga Kamis (25/4/2013) siang, antrean panjang kendaraan nampak di lokasi pemalangan. Namun, banyak kendaraan yang memilih meninggalkan lokasi. Beberapa kendaraan lainnya memilih untuk menetap sambil berharap aksi tersebut berakhir.

Untuk menjangkau lokasi aksi pemalangan jalan Trans Papua Barat, tepatnya di lokasi Jalan Arfu–Mubrani, kendaraan roda empat membutuhkan kisaran waktu lebih kurang 2,5 jam–3 jam.

Yan Piet Fatubun, Pengawas proyek PT Putra Bungsu mengaku, pasca pemalangan, sudah dua hari proses pekerjaan dan distribusi bahan bangunan maupun material terhambat. Alhasil, pekerjaan proyek jalan dan jembatan terhenti.

“Kami harap pemalangan ini diselesaikan secepatnya karena banyak pekerjaan yang tertunda. Warga juga susah untuk beraktifitas,” jelas Yan Piet di lokasi, Kamis (25/4/2013).

Ia mengaku pengerjaan jembatan kali Api di Kebar juga tidak bisa dilanjutkan akibat aksi tersebut.

Massa yang merupakan masyarakat asli setempat meminta Gubernur Papua Barat, Abraham Atururi, mendesak Komisi II DPR-RI dan Kemendagri agar turun dan melihat langsung kondisi di lapangan dan mendengarkan aspirasi masyarakat.

Sementara, belasan personel kepolisian Polsek Kebar dan Mubrani, ikut memantau dan menjaga aksi agar tidak berjalan anarkis. Pasalnya, masyarakat tetap pada tuntutan awal yaitu melakukan aksi pemalangan dan mendesak pemerintah pusat turun lapangan (turlap) menjawab aspirasi masyarakat.

Sebelumnya, warga di 5 distrik memblokade jalan Trans Papua Barat sebagai bentuk penolakan terhadap penggabungan Distrik Mubrani, Kebar, Senopi, Amberbaken dan Distrik Sidey, ke Kabupaten Tambrauw.

Warga setempat juga menilai Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia No.127/PUU-VII/2009 perihal Pengujian UU No. 56 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw dinilai cacat hukum. Alasannya, para pemohon dalam sidang di MK dinilai melakukan penipuan atau memalsukan identitasnya.

“Jika UU Pengganti UU No. 56 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw di Provinsi Papua Barat dipaksa, maka setiap konflik horizontal yang akan terjadi menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan DPR RI,” tegas Pemilik ulayat Distrik Kebar, Aser Aruan.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6574 seconds (0.1#10.140)