Isu ular berkepala tujuh di Bantimurung hoax
A
A
A
Sindonews.com - Isu keberadaan ular berkepala tujuh di Taman Wisata Alam Bantimurung dinilai sebagai kabar bohong (Hoax).
Pernyataan itu disampaikan pengelola Taman Wisata Alam Bantimurung. Atas isu tersebut, pihaknya mengaku rugi yang cukup besar.
Menurut Kepala Seksi Pengelola Taman Wisata Alam Bantimurung Andi Akbar, kerugian yang ditanggung pengelola mencapai Rp250 juta dalam seminggu.
Hal ini didasarkan pada perbandingan jumlah penerimaan diwaktu yang sama pada tahun 2012 lalu. Bahkan kata Andi Akbar, beberapa pengunjung yang sebelumnya memesan tempat membatalkan akibat isu tersebut.
"Pekan lalu ada dari Bone pesan tempat, besoknya mereka membatalkan karena mendengar issu tersebut. Ada juga dari Kalimantan begitu juga. Padahal tahun lalu diperiode yang sama pengunjung tetap banyak. Apalagi sekarang pemandangan air terjun Bantimurung sedang bagus-bagusnya karena airnya jernih," jelas Andi Akbar, Rabu (3/4/2013).
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Rahmat Burhanuddin juga mengklarifikasi isu tentang keberadaan ular di Bantimurung. Dia mengatakan, tidak pernah ada ular berkepala tujuh di Bantimurung dan tidak pernah dilakukan penutupan wisata alam Bantimurung.
"Issu ular tersebut sangat merugikan kami selaku pengelola Bantimurung. Pengunjung jadi was-was untuk datang. Kami berharap setelah ini isu tersebut tidak ada lagi sehingga pengunjung Bantimurung kembali normal. Kami juga terus melakukan klarifikasi jika ada konfirmasi tersebut, intinya tidak pernah ada ular berkepala tujuh di Bantimurung apalagi sampai penutupan. Itu sama sekali tidak ada," pungkas Rahmat.
Rahmat menambahkan, awalnya isu tersebut ditanggapinya dengan candaan. Namun melihat perkembangan terakhir, bahwa issu tersebut mulai merugikan pengelola Bantimurung sehingga perlu dilakukan klarifikasi.
Isu keberadaan ular berkepala tujuh di Bantimurung awalnya muncul melalui pesan di Blackberry Messenger (BBM) sejak dua pekan lalu. Issu ini kemudian berkembang dan beredar luas di Makassar dan Maros. Dalam BBM tersebut juga disebutkan wisata alam Bantimurung sempat ditutup selama tiga hari.
Pernyataan itu disampaikan pengelola Taman Wisata Alam Bantimurung. Atas isu tersebut, pihaknya mengaku rugi yang cukup besar.
Menurut Kepala Seksi Pengelola Taman Wisata Alam Bantimurung Andi Akbar, kerugian yang ditanggung pengelola mencapai Rp250 juta dalam seminggu.
Hal ini didasarkan pada perbandingan jumlah penerimaan diwaktu yang sama pada tahun 2012 lalu. Bahkan kata Andi Akbar, beberapa pengunjung yang sebelumnya memesan tempat membatalkan akibat isu tersebut.
"Pekan lalu ada dari Bone pesan tempat, besoknya mereka membatalkan karena mendengar issu tersebut. Ada juga dari Kalimantan begitu juga. Padahal tahun lalu diperiode yang sama pengunjung tetap banyak. Apalagi sekarang pemandangan air terjun Bantimurung sedang bagus-bagusnya karena airnya jernih," jelas Andi Akbar, Rabu (3/4/2013).
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Rahmat Burhanuddin juga mengklarifikasi isu tentang keberadaan ular di Bantimurung. Dia mengatakan, tidak pernah ada ular berkepala tujuh di Bantimurung dan tidak pernah dilakukan penutupan wisata alam Bantimurung.
"Issu ular tersebut sangat merugikan kami selaku pengelola Bantimurung. Pengunjung jadi was-was untuk datang. Kami berharap setelah ini isu tersebut tidak ada lagi sehingga pengunjung Bantimurung kembali normal. Kami juga terus melakukan klarifikasi jika ada konfirmasi tersebut, intinya tidak pernah ada ular berkepala tujuh di Bantimurung apalagi sampai penutupan. Itu sama sekali tidak ada," pungkas Rahmat.
Rahmat menambahkan, awalnya isu tersebut ditanggapinya dengan candaan. Namun melihat perkembangan terakhir, bahwa issu tersebut mulai merugikan pengelola Bantimurung sehingga perlu dilakukan klarifikasi.
Isu keberadaan ular berkepala tujuh di Bantimurung awalnya muncul melalui pesan di Blackberry Messenger (BBM) sejak dua pekan lalu. Issu ini kemudian berkembang dan beredar luas di Makassar dan Maros. Dalam BBM tersebut juga disebutkan wisata alam Bantimurung sempat ditutup selama tiga hari.
(rsa)