Rel kereta Stasiun Bumi waluya terancam amblas
A
A
A
Sindonews.com - Rel kereta api di sekitar Stasiun Bumi Waluya, Desa Citeras, Kecamatan Malangbong, terancam terputus akibat pergerakan tanah dan longsor. Hujan deras yang mengguyur kawasan ini sejak awal 2013 lalu, setidaknya menyebabkan retakan tanah di atas tebing sekitar rel terus melebar.
Kepala Stasiun Bumi Waluya Heriyana mengatakan, retakan di atas tebing tersebut mulai nampak sekitar dua bulan lalu. Sampai pekan kemarin, ujarnya, retakan sepanjang sekitar 300 meter itu terus melebar antara 20-50 cm.
"Retakan itu kemudian anjlok sampai setengah meter. Membuat enam rumah di sekitarnya retak parah dan mengancam rel kereta. Hujan besar kemarin-kemarin saja membuat retakan kembali membesar," kata Heriyana di Stasiun Bumi Waluya, Senin (1/4/2013).
Heriyana menambahkan, jarak antara retakan tanah dengan rel kereta sekira 70 meter. Retakan yang satu arah dengan rel tersebut sejajar juga dengan sebuah saluran irigasi dijarak sekira 30 meter dari retakan itu. Diduga, pergerakan tanah dan pembentukan retakan dipicu oleh adanya saluran irigasi tersebut.
"Sejak dua minggu lalu, PT KAI sudah mengirim tim untuk meneliti gerakan tanah di sekitar stasiun itu. Mereka memeriksa tebing di sekitar rel dan jalur rel kereta api setiap tiga hari sekali. Hasilnya, memang ditemukan ada aktivitas pergeseran tanah," ujarnya.
Untuk meneliti aktivitas pergeseran tanah, jelas dia, petugas PT KAI saat itu memasang puluhan patok batang bambu di tebing dan jalur rel kereta api. Melalui patok-patok ini, besaran pergeseran tanah dapat dianalisis.
"Walaupun sebenarnya, rel kereta api belum terganggu oleh pergeseran tanah ini. Tapi akibat lain dari adanya pergerakan ini menyebabkan peron stasiun mengalami retak dan pecah. Selain itu, enam rumah warga di sekitar rel pun mengalami retak-retak pada bagian dinding dan lantainya," ucapnya.
Sebagai antisipasi, jika pergeseran tanah terus terjadi, pihak PT KAI akan memasang paku bumi untuk menahan pergerakan tanah.
Kepala Stasiun Bumi Waluya Heriyana mengatakan, retakan di atas tebing tersebut mulai nampak sekitar dua bulan lalu. Sampai pekan kemarin, ujarnya, retakan sepanjang sekitar 300 meter itu terus melebar antara 20-50 cm.
"Retakan itu kemudian anjlok sampai setengah meter. Membuat enam rumah di sekitarnya retak parah dan mengancam rel kereta. Hujan besar kemarin-kemarin saja membuat retakan kembali membesar," kata Heriyana di Stasiun Bumi Waluya, Senin (1/4/2013).
Heriyana menambahkan, jarak antara retakan tanah dengan rel kereta sekira 70 meter. Retakan yang satu arah dengan rel tersebut sejajar juga dengan sebuah saluran irigasi dijarak sekira 30 meter dari retakan itu. Diduga, pergerakan tanah dan pembentukan retakan dipicu oleh adanya saluran irigasi tersebut.
"Sejak dua minggu lalu, PT KAI sudah mengirim tim untuk meneliti gerakan tanah di sekitar stasiun itu. Mereka memeriksa tebing di sekitar rel dan jalur rel kereta api setiap tiga hari sekali. Hasilnya, memang ditemukan ada aktivitas pergeseran tanah," ujarnya.
Untuk meneliti aktivitas pergeseran tanah, jelas dia, petugas PT KAI saat itu memasang puluhan patok batang bambu di tebing dan jalur rel kereta api. Melalui patok-patok ini, besaran pergeseran tanah dapat dianalisis.
"Walaupun sebenarnya, rel kereta api belum terganggu oleh pergeseran tanah ini. Tapi akibat lain dari adanya pergerakan ini menyebabkan peron stasiun mengalami retak dan pecah. Selain itu, enam rumah warga di sekitar rel pun mengalami retak-retak pada bagian dinding dan lantainya," ucapnya.
Sebagai antisipasi, jika pergeseran tanah terus terjadi, pihak PT KAI akan memasang paku bumi untuk menahan pergerakan tanah.
(ysw)