Sengketa lahan TNI AU vs warga, 75 KK nekat melawan

Senin, 29 April 2013 - 20:19 WIB
Sengketa lahan TNI AU...
Sengketa lahan TNI AU vs warga, 75 KK nekat melawan
A A A
Sindonews.com - Pemerintah Kabupaten Blitar mengklaim kasus sengketa agraria antara warga dengan pihak TNI Angkatan Udara (AU) terkait lahan pembangunan lapangan terbang komersial di wilayah Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar sudah selesai.

Menurut Sekretaris Daerah Kabupaten Blitar Palal Ali Santoso, telah terjadi kesepakatan kedua belah pihak dalam pertemuan yang dimediatori Komnas HAM di Malang. Karenanya, Pemkab akan segera melanjutkan proses pembangunan tersebut.

“Kedua belah pihak telah sepakat dan 75 kepala keluarga (KK) disana mengakui bila lahan yang mereka tempati milik TNI. Dan mereka bersedia untuk direlokasi,“ ujarnya kepada wartawan, Senin (29/4/2013).

Menurutnya, Pemkab Blitar telah menghitung besaran anggaran yang dibutuhkan. Untuk menyulap tanah seluas 87 hektar menjadi lapter, Pemkab akan menyediakan anggaran hingga Rp300 miliar. Untuk jumlah sebesar itu, kata Palal, Pemkab Blitar akan meminta bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kementerian Perhubungan.

“Sebab keberadaan lapter nanti bukan untuk pemkab Blitar sendiri. Keberadaan lapter ini akan diatur dalam UU RT RW Pemprov Jatim,“ jelasnya.

Saat ini Pemkab Blitar tengah melengkapi syarat administrasi. Karenanya, proses pembangunan lapter paling cepat akan mulai dilaksanakan pada tahun 2013 ini.

Sementara itu keterangan Sekda Palal dibantah Direktur NGO Solidaritas Masyarakat Desa (Sitas Desa) Farhan Mahfudzi selaku pendamping petani di wilayah Ponggok. Menurut dia, pertemuan di Malang yang dimediasi Komnas HAM belum menghasilkan kesepakatan apa-apa.

Sebab para petani secara tegas menolak tawaran yang disampaikan TNI AU. “Kita tidak menerima tawaran yang merugikan petani,“ ujarnya.

Dalam pertemuan itu 75 KK petani menuntut redistribusi tanah seluas 24 hektar. Perinciannya 20 hektar untuk lahan garapan dan empat hektar sebagai tempat tinggal.

“Dan yang ditawarkan TNI jauh dari itu semua. Karenanya kami menolaknya,“ jelasnya.

Farhan juga mengatakan bahwa luas lahan yang akan diubah menjadi lapter bukan 87 hektar, melainkan 100 hektar yang didalamnya termasuk permukiman penduduk yang dihuni 75 KK. Jika memang tuntutan petani tidak dipenuhi, mereka memutuskan akan tetap bertahan di lokasi lapangan terbang.

“Kita akan melawan jika memang dalam sengketa ini tetap dirugikan. Dan kami menuntut Pemkab selaku pembangun lapter untuk lebih membela warganya, bukan TNI. Sebab, tanah yang HGPnya berada di tangan TNI tersebut sejatinya berstatus sebagai tanah negara,“ pungkasnya.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0117 seconds (0.1#10.140)