Sosialisasi pengolahan sampah DIY belum optimal
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah kota (pemkot) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dinilai belum optimal dalam mensosilisasikan peraturan daerah (perda) no 10/2012 tentang pengelolaan sampah.
Indikasinya, kebiasaan masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarang, terutama di tempat yang menjadi larangan masih terus berlanjut. Salah satu tempat larangan yang masih dijadikan untuk buang sampah, yakni di selatan pasar Kotagede, Yogyakarta.
Perda sendiri bukan saja untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah secara mandiri, tetapi juga sebagai upaya untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Piyungan.
Namun dengan kenyataan tersebut, selain melanggar aturan, ini juga tidak selarang dengan tujuan dari perda itu, yaitu pengolahan sampah mandiri.
Kabid Sampah Badan Lingkungan Hidup (BLH) Yogyakarta mengakui memang untuk saat ini masih banyak warga yang membuang sampah sembarang, termasuk di tempat yang sudah menjadi larangan. Namun bukan berarti membiarkan adanya pelanggaran itu.
Sebab menurutnya, untuk menanggani persoalan sampah ini, tidak hanya berhenti pada pengawasan dan pemberian sanksi, tetapi yang penting lagi, adalah pembinaan dan kesadaran dari warga dalam mengelola sampah.
”Untuk merealisasikannya, selain dengan menyediakan fasilitas, juga dengan perda soal pengelolaan sampah mandiri. Termasuk untuk penangganan sampah di daerah perbatasan juga berkoordinasi Sekber Kartamantul (Yogyakarta, Sleman dan Bantul),” papar Irfan, Senin (18/3/2013).
Irfan menjelaskan, dengan adanya pengelolan sampah mandiri tersebut, nantinya sudah ada pemilahan sampah mulai dari rumah tangga. Sehingga sampah yang dibuang adalah sampah-sampah yang memang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.
Dengan cara ini diharapkan akan mengurangi volume sampah dari kota Yogyakarta yang dibuang ke pembuangan akhir (TPA) sampah di Piyungan, yaitu 80 ton per hari, dari rata-rata 180 ton per hari atau mengurangi 44 persen.
”Dengan cara ini bukan saja akan memberikan manfaat bagi warga, namun juga lahan TPA Piyungan, sebab bila tidak ada pengurangan sampah, diperkirakan 2015 akan penuh. Namun, jika ada pengurangan sampah dari kota Yogyakarta tentunya baru penuh tahun 2020,” katanya.
Volume sampah dari Yogyakarta yang dibuang ke TPA Piyungan paling banyak dibandingkan dengan Sleman dan Bantul, sebab untuk kedua wilayah itu, untuk volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan hanya separuhnya saja.
”Karena itulah jika hal ini tidak dapat diatasi, maka sampah segera akan menjadi booming,” paparnya.
Irfan menambahkan, langkah lain untuk mengatasi masalah sampah tersebut, yaitu dengan cara meningkat kapasitas TPS yaitu di atas 4 m3 dan bagi TPS yang volumenya di bawah 1 m3 akan dihilangkan.
Selain untuk meningkatkan partisipasi warga dalam mengelola sampah, langkah ini juga untuk mengurangi pemberhentian kendaraan pengangkut sampah. Sebab dengan seringnya kendaran berhenti, sedikit menganggu kelancaran lalu lintas.
”Untuk pengankutan sampah sendiri dilaksanakan pada pagi dan malam hari. Jumlah armada ada 40 unit,” terangnya.
Ketua Komisi C DPRD Yogyakarta Zuhrif Hudaya mengatakan masih rendahnya warga dalam mengelola sampah dan membuang sampah sembarang tersebut, karena untuk sosialisasi ke warga masih sangat minim. Baik yang menyangkut pembinaan maupun hal-hal teknis lainnya.
Termasuk adanya insentif bagi warga yang melakukan pengelolaan sampah mandiri. Meskipun yang lebih penting adalah kesadaran dari warga dalam mengelola sampah.
”Karena itu, untuk sosialisasi ini harus terus digencarkan, dan bagi yang melanggar juga harus ada sanksi tegas, sesuai dengan aturan yang berlaku,” tandasnya.
Indikasinya, kebiasaan masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarang, terutama di tempat yang menjadi larangan masih terus berlanjut. Salah satu tempat larangan yang masih dijadikan untuk buang sampah, yakni di selatan pasar Kotagede, Yogyakarta.
Perda sendiri bukan saja untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah secara mandiri, tetapi juga sebagai upaya untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Piyungan.
Namun dengan kenyataan tersebut, selain melanggar aturan, ini juga tidak selarang dengan tujuan dari perda itu, yaitu pengolahan sampah mandiri.
Kabid Sampah Badan Lingkungan Hidup (BLH) Yogyakarta mengakui memang untuk saat ini masih banyak warga yang membuang sampah sembarang, termasuk di tempat yang sudah menjadi larangan. Namun bukan berarti membiarkan adanya pelanggaran itu.
Sebab menurutnya, untuk menanggani persoalan sampah ini, tidak hanya berhenti pada pengawasan dan pemberian sanksi, tetapi yang penting lagi, adalah pembinaan dan kesadaran dari warga dalam mengelola sampah.
”Untuk merealisasikannya, selain dengan menyediakan fasilitas, juga dengan perda soal pengelolaan sampah mandiri. Termasuk untuk penangganan sampah di daerah perbatasan juga berkoordinasi Sekber Kartamantul (Yogyakarta, Sleman dan Bantul),” papar Irfan, Senin (18/3/2013).
Irfan menjelaskan, dengan adanya pengelolan sampah mandiri tersebut, nantinya sudah ada pemilahan sampah mulai dari rumah tangga. Sehingga sampah yang dibuang adalah sampah-sampah yang memang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.
Dengan cara ini diharapkan akan mengurangi volume sampah dari kota Yogyakarta yang dibuang ke pembuangan akhir (TPA) sampah di Piyungan, yaitu 80 ton per hari, dari rata-rata 180 ton per hari atau mengurangi 44 persen.
”Dengan cara ini bukan saja akan memberikan manfaat bagi warga, namun juga lahan TPA Piyungan, sebab bila tidak ada pengurangan sampah, diperkirakan 2015 akan penuh. Namun, jika ada pengurangan sampah dari kota Yogyakarta tentunya baru penuh tahun 2020,” katanya.
Volume sampah dari Yogyakarta yang dibuang ke TPA Piyungan paling banyak dibandingkan dengan Sleman dan Bantul, sebab untuk kedua wilayah itu, untuk volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan hanya separuhnya saja.
”Karena itulah jika hal ini tidak dapat diatasi, maka sampah segera akan menjadi booming,” paparnya.
Irfan menambahkan, langkah lain untuk mengatasi masalah sampah tersebut, yaitu dengan cara meningkat kapasitas TPS yaitu di atas 4 m3 dan bagi TPS yang volumenya di bawah 1 m3 akan dihilangkan.
Selain untuk meningkatkan partisipasi warga dalam mengelola sampah, langkah ini juga untuk mengurangi pemberhentian kendaraan pengangkut sampah. Sebab dengan seringnya kendaran berhenti, sedikit menganggu kelancaran lalu lintas.
”Untuk pengankutan sampah sendiri dilaksanakan pada pagi dan malam hari. Jumlah armada ada 40 unit,” terangnya.
Ketua Komisi C DPRD Yogyakarta Zuhrif Hudaya mengatakan masih rendahnya warga dalam mengelola sampah dan membuang sampah sembarang tersebut, karena untuk sosialisasi ke warga masih sangat minim. Baik yang menyangkut pembinaan maupun hal-hal teknis lainnya.
Termasuk adanya insentif bagi warga yang melakukan pengelolaan sampah mandiri. Meskipun yang lebih penting adalah kesadaran dari warga dalam mengelola sampah.
”Karena itu, untuk sosialisasi ini harus terus digencarkan, dan bagi yang melanggar juga harus ada sanksi tegas, sesuai dengan aturan yang berlaku,” tandasnya.
(rsa)