Dewan nilai pembangunan kawasan terpadu tabrak UU

Senin, 11 Maret 2013 - 16:22 WIB
Dewan nilai pembangunan...
Dewan nilai pembangunan kawasan terpadu tabrak UU
A A A
Sindonews.com - DPRD Kota Makassar menilai rencana pembangunan tujuh kawasan terpadu Kota Makassar dengan mereklamasi kawasan pantai menyalahi undang-undang (UU).

Anggota Komisi B DPRD Makassar Abdul Wahab Tahir mempertanyakan mengapa pembangunan diarahkan kepada kawasan pantai. Sementara kota Makassar sesungguhnya masih memiliki banyak daerah-daerah kosong seperti, di kecamatan Tamalate, Tamalanrea, dan Biringkanayya.

Adapun rencana ketujuh kawasan tersebut antara lain kawasan bisnis global terpadu, kawasan pelabuhan terpadu, kawasan maritim terpadu, kawasan budaya terpadu, dan kawasan pariwisata terpadu.

“Konsep terpadu ini saja harus di perjelas seperti apa. Karena menurut interpretasi kami dengan penggunaan terpadu berarti didalamnya akan dilengkapi dengan segala fasilitas seperti pusat perbelanjaan, kawasan perumahan dan infrastruktur penunjang lainnya,” ungkapnya di gedung DPRD Makassar, Senin (11/3/2013).

Menurut Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Makassar ini, sesuai dengan Undang-undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil , kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan berupa merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisi daratan.

Alasan lainnya pembangunan dilakukan di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan lindung, serta tidak adanya lagi daerah lain yang bisa dijadikan kawasan pembangunan selain reklamasi pantai.

“Sehingga dengan ketentuan ini saja, maka draf yang diajukan itu sudah tidak sesuai UU No. 27 tahun 2007. Karena itu, pembahasan tentang reklamasi kawasan pantai ini yang akan kami pertanyakan saat pansus berlangsung nantinya,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, dampak lingkungan hidup akibat proyek reklamasi sudah jelas didepan mata, mulai kehancuran ekosistem berupa hilangnya keanekaragaman hayati, sampai sulitnya masyarakat umum nantinya mengakses area publik tersebut.

“Saya dengar sudah ada 14 perusahaan yang akan membangun di kawasan reklamasi tersebut. Kalau konsep ini tetap dipertahankan, maka yang diuntungkan hanya pengusahanya saja. Dan saya yakin mereka hanya mengantongi izin prinsip bukan izin untuk mereklamasi pantai,” jelasnya.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9270 seconds (0.1#10.140)