Ritual Melasti di sumber air Tuk Kalimas
A
A
A
Sindonews.com - Ratusan umat Hindu Megaleng mengikuti upacara Melasti di sumber air Tuk Kalimas (Tukmas), Desa Lebak, Kecamatan Grabak, Kabupaten Magelang. Upacara sakral tersebut dilakukan menjelang peringatan Hari Raya Nyepi 2013/1934 Saka yang jatuh pada Selasa 12 Maret mendatang.
Upacara tersebut dimulai dengan menyiapkan sarana upacara di Pura Wira Buana kompleks Akmil Magelang. Kemudian sekitar 100 orang umat Hindu itu mengendarai sejumlah mobil menuju Tukmas.
Sesampainya di lokasi, semua umat Hindu menyusuri jalan kecil di antara areal persawahan dengan iringan musik gamelan Bali. Selama sekira menempuh perjalanan 500 meter, mereka kemudian mempersiapkan sesaji dilanjutkan doa yang dipimpin Mangku Wayan Kadek di Tukmas.
Sebelum dilakukan doa, beberapa orang mengambil air di sumber air Tukmas dengan jerigen. Pada kesempatan tersebut juga dilepas dua binatang, yakni ayam dan bebek di kompleks Tukmas.
Ketua Paruman Wulaka Magelang I Gde Suardiyasa mengatakan, upacara Melasti dilakukan untuk menyucikan diri ke tempat sumber kehidupan. Bagi umat Hindu sumber kehidupan itu adalah air.
"Umat Hindu di Magelang menyelenggarakan Melasti di Tukmas sebagai tempat yang memiliki sejarah sebagai peninggalan Hindu tertua di Jawa Tengah," katanya, Minggu (10/3/2013).
Pada Prasasti Tukmas, lanjut dia, ada simbol atau atribut Dewa Trimurti termasuk Padmasana yang merupakan simbol keharmonisan dunia.
Sedangkan ritual pelepasan ayam dan bebek, Suadiyasa menjelaskan, hal tersebut menggambarkan bahwa ayam itu simbol keserakahan, sering ayam kampung itu dengan temannya berkelahi.
Simbol keserakahan, dimana umat Hindu menjelang Hari Raya Nyepi melakukan introspeksi diri, membuang sifat-sifat serakah dan diharapkan mencari sifat-sifat suci.
"Bebek itu sebetulnya angsa sebagai binatang suci yang bisa hidup di tiga alam, yakni darat, air, dan udara. Jadi kedua binatang itu simbolis antara kebaikan dan keburukan," jelasnya.
Dia menambahkan, selama pelaksanan Nyepi, umat Hindhu melakukan catur Berata ( empat pantangan).
Empat pantangan yang wajib dilaksanakan tersebut, yakni amati geni ( berpantang menyalakan api), amati karya (menghentikan aktivitas kerja), amati lelanguan (menghentikan kesenangan) dan amati lelungaan( berpantang berpergian).
“Umat Hindhu melaksanakan mawas diri, menyatukan pikiran, serta menyatukan cipta, rasa, dan karsa, menuju penemuan hakikat keberadaan diri dan inti sari kehidupan semesta. Dengan cara melaksanakan Berata penyepian upawasa (tidak makan dan minum), mona brata (tidak berkomunikasi), dan jagra (tidak tidur),” paparnya.
Sementara salah seorang warga sekitar, Burhan mengatakan, tertarik melihat prosesi melasti ini karena dilakukan hanya saat menjelang Hari Nyepi. “Saya ingin melihat upacara. Penasaran saja,” tandasnya.
Upacara tersebut dimulai dengan menyiapkan sarana upacara di Pura Wira Buana kompleks Akmil Magelang. Kemudian sekitar 100 orang umat Hindu itu mengendarai sejumlah mobil menuju Tukmas.
Sesampainya di lokasi, semua umat Hindu menyusuri jalan kecil di antara areal persawahan dengan iringan musik gamelan Bali. Selama sekira menempuh perjalanan 500 meter, mereka kemudian mempersiapkan sesaji dilanjutkan doa yang dipimpin Mangku Wayan Kadek di Tukmas.
Sebelum dilakukan doa, beberapa orang mengambil air di sumber air Tukmas dengan jerigen. Pada kesempatan tersebut juga dilepas dua binatang, yakni ayam dan bebek di kompleks Tukmas.
Ketua Paruman Wulaka Magelang I Gde Suardiyasa mengatakan, upacara Melasti dilakukan untuk menyucikan diri ke tempat sumber kehidupan. Bagi umat Hindu sumber kehidupan itu adalah air.
"Umat Hindu di Magelang menyelenggarakan Melasti di Tukmas sebagai tempat yang memiliki sejarah sebagai peninggalan Hindu tertua di Jawa Tengah," katanya, Minggu (10/3/2013).
Pada Prasasti Tukmas, lanjut dia, ada simbol atau atribut Dewa Trimurti termasuk Padmasana yang merupakan simbol keharmonisan dunia.
Sedangkan ritual pelepasan ayam dan bebek, Suadiyasa menjelaskan, hal tersebut menggambarkan bahwa ayam itu simbol keserakahan, sering ayam kampung itu dengan temannya berkelahi.
Simbol keserakahan, dimana umat Hindu menjelang Hari Raya Nyepi melakukan introspeksi diri, membuang sifat-sifat serakah dan diharapkan mencari sifat-sifat suci.
"Bebek itu sebetulnya angsa sebagai binatang suci yang bisa hidup di tiga alam, yakni darat, air, dan udara. Jadi kedua binatang itu simbolis antara kebaikan dan keburukan," jelasnya.
Dia menambahkan, selama pelaksanan Nyepi, umat Hindhu melakukan catur Berata ( empat pantangan).
Empat pantangan yang wajib dilaksanakan tersebut, yakni amati geni ( berpantang menyalakan api), amati karya (menghentikan aktivitas kerja), amati lelanguan (menghentikan kesenangan) dan amati lelungaan( berpantang berpergian).
“Umat Hindhu melaksanakan mawas diri, menyatukan pikiran, serta menyatukan cipta, rasa, dan karsa, menuju penemuan hakikat keberadaan diri dan inti sari kehidupan semesta. Dengan cara melaksanakan Berata penyepian upawasa (tidak makan dan minum), mona brata (tidak berkomunikasi), dan jagra (tidak tidur),” paparnya.
Sementara salah seorang warga sekitar, Burhan mengatakan, tertarik melihat prosesi melasti ini karena dilakukan hanya saat menjelang Hari Nyepi. “Saya ingin melihat upacara. Penasaran saja,” tandasnya.
(hyk)