Dua saksi kasus Pilkada Kapuas dilaporkan ke Polisi
A
A
A
Sindonews.com - Sengketa hasil pemilihan suara ulang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah kembali berlanjut.
Terakhir, dalam proses gugatan di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) ditemukan fakta baru ada dua orang saksi yang diajukan membuat keterangan palsu di atas sumpah. Sehingga bisa mengaburkan kebenaran yang ada untuk membuktikan fakta-fakta yang sesungguhnya.
Kuasa hukum Rahmadi G. Lentam menyatakan pihaknya terus mengawal proses persidangan di MK karena ingin mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Karena itu, Rahmadi dan kawan-kawan terus memberikan data-data, fakta dan bukti yang dibutuhkan untuk mengungkapkan kebenaran tersebut.
"Selanjutnya tinggal bagaimana MK, apakah bisa juga mengungkapkan kebenaran?" ujar Rahmadi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (7/3/2013).
Dalam sidang MK pada Kamis 28 Februari 2013 lalu, kata Rahmadi, dua orang saksi M. Husni Barjam dan Enggo dinilai telah memberikan keterangan palsu sehingga melanggar Pasal 242 KUHP. Karena keduanya mengaku sebagai tim sukses nomor urut 3.
Padahal, mereka adalah tim sukses pasangan no urut 1 Ben Brahim-Muhajirin yang membagi-bagikan uang ke masyarakat sebelum waktu pencoblosan Pilkada Ulang Kabupaten Kapuas. Atas tindakannya, Husni Barjam dan Enggo dilaporkan ke Mabes Polri dengan No.Pol: TBL/96/III/2013/Bareskrim.
"Di sidang MK kemarin, keduanya telah memutar balikan fakta, mengaburkan kebenaran. Karena itu, saya dan kawan-kawan melaporkan perkara memberikan keterangan palsu di atas sumpah yang dilakukan Husni Barjam dan Enggo ini ke Mabes Polri, Senin (4/2) kemarin."
"Kami memiliki rekaman suara Husni Barjam dengan saksi pihak terkait yang mengatakan agar memilih pasangan nomor urut 1 Ben Brahim-Jirin. Jika tidak mau menerima uang dari mereka, langsung dituding orangnya pasangan nomor 3 dan kartu undangan tidak diberikan," sambung Rahmadi.
Sesungguhnya, lanjut Rahmadi, Husni Barjam itu ketua KPPS 1, Kaur Desan dan Ketua RT di tempat tinggalnya. Dengan jabatan itu, Husni Barjam mempengaruhi masyarakat dengan intimidasi sekaligus membagi-bagikan uang.
"Yang kita ketahui, Barjam memegang uang hingga 32 juta rupiah untuk disebar ke masyarakat di tempat tinggalnya. Tapi, dalam kesaksiannya Barjam mengaku uang itu dari pasangan nomor 3. Padahal dari pasangan nomor 1 Ben Brahim-Muhajirin," tandas Rahmadi.
Tak hanya itu, lanjut Rahmadi, timnya juga menemukan ada 35 orang yang menjadi pengurus KPPS dan PPK, tapi terbukti mereka adalah tim sukses pasangan Ben Brahim-Muhajirin. Ditambah Husni Barjam jadi ada 36 orang.
"Itu yang ketahuan kami temukan, belum lagi yang lainnya. Mereka terbukti sebagai tim sukses Ben Brahim-Muhajirin karena mereka memiliki semacam surat tugas yang ditandatangani langsung oleh Ben Brahim," katanya.
Selanjutnya, Rahmadi dan kawan-kawan pengacara lain juga akan melaporkan Kapolres Kapuas AKBP Wisnu karena dinilai telah lalai menjalankan tugas dengan membiarkan keberadaan Pam Swakarsa di sejumlah TPS Pemilihan Ulang Pilkada Kapuas.
Keberadaan Pam Swakarsa tersebut jelas sangat intimidatif karena para pemilih yang akan memilih pasangan lain, bisa berubah karena dibayang-bayangi rasa takut.
”Diskriminasi rasial justru merendahkan adat dan tradisi lokal kami di Kapuas,” pungkas Rahmadi.
Terakhir, dalam proses gugatan di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) ditemukan fakta baru ada dua orang saksi yang diajukan membuat keterangan palsu di atas sumpah. Sehingga bisa mengaburkan kebenaran yang ada untuk membuktikan fakta-fakta yang sesungguhnya.
Kuasa hukum Rahmadi G. Lentam menyatakan pihaknya terus mengawal proses persidangan di MK karena ingin mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Karena itu, Rahmadi dan kawan-kawan terus memberikan data-data, fakta dan bukti yang dibutuhkan untuk mengungkapkan kebenaran tersebut.
"Selanjutnya tinggal bagaimana MK, apakah bisa juga mengungkapkan kebenaran?" ujar Rahmadi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (7/3/2013).
Dalam sidang MK pada Kamis 28 Februari 2013 lalu, kata Rahmadi, dua orang saksi M. Husni Barjam dan Enggo dinilai telah memberikan keterangan palsu sehingga melanggar Pasal 242 KUHP. Karena keduanya mengaku sebagai tim sukses nomor urut 3.
Padahal, mereka adalah tim sukses pasangan no urut 1 Ben Brahim-Muhajirin yang membagi-bagikan uang ke masyarakat sebelum waktu pencoblosan Pilkada Ulang Kabupaten Kapuas. Atas tindakannya, Husni Barjam dan Enggo dilaporkan ke Mabes Polri dengan No.Pol: TBL/96/III/2013/Bareskrim.
"Di sidang MK kemarin, keduanya telah memutar balikan fakta, mengaburkan kebenaran. Karena itu, saya dan kawan-kawan melaporkan perkara memberikan keterangan palsu di atas sumpah yang dilakukan Husni Barjam dan Enggo ini ke Mabes Polri, Senin (4/2) kemarin."
"Kami memiliki rekaman suara Husni Barjam dengan saksi pihak terkait yang mengatakan agar memilih pasangan nomor urut 1 Ben Brahim-Jirin. Jika tidak mau menerima uang dari mereka, langsung dituding orangnya pasangan nomor 3 dan kartu undangan tidak diberikan," sambung Rahmadi.
Sesungguhnya, lanjut Rahmadi, Husni Barjam itu ketua KPPS 1, Kaur Desan dan Ketua RT di tempat tinggalnya. Dengan jabatan itu, Husni Barjam mempengaruhi masyarakat dengan intimidasi sekaligus membagi-bagikan uang.
"Yang kita ketahui, Barjam memegang uang hingga 32 juta rupiah untuk disebar ke masyarakat di tempat tinggalnya. Tapi, dalam kesaksiannya Barjam mengaku uang itu dari pasangan nomor 3. Padahal dari pasangan nomor 1 Ben Brahim-Muhajirin," tandas Rahmadi.
Tak hanya itu, lanjut Rahmadi, timnya juga menemukan ada 35 orang yang menjadi pengurus KPPS dan PPK, tapi terbukti mereka adalah tim sukses pasangan Ben Brahim-Muhajirin. Ditambah Husni Barjam jadi ada 36 orang.
"Itu yang ketahuan kami temukan, belum lagi yang lainnya. Mereka terbukti sebagai tim sukses Ben Brahim-Muhajirin karena mereka memiliki semacam surat tugas yang ditandatangani langsung oleh Ben Brahim," katanya.
Selanjutnya, Rahmadi dan kawan-kawan pengacara lain juga akan melaporkan Kapolres Kapuas AKBP Wisnu karena dinilai telah lalai menjalankan tugas dengan membiarkan keberadaan Pam Swakarsa di sejumlah TPS Pemilihan Ulang Pilkada Kapuas.
Keberadaan Pam Swakarsa tersebut jelas sangat intimidatif karena para pemilih yang akan memilih pasangan lain, bisa berubah karena dibayang-bayangi rasa takut.
”Diskriminasi rasial justru merendahkan adat dan tradisi lokal kami di Kapuas,” pungkas Rahmadi.
(kri)