Sebelum dijual, satu desa nikmati durian jatuh
A
A
A
Ada tradisi unik yang dilakukan warga Dusun Biru, Desa Battetangga, Kecamatan Binuang, kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Satu desa diundang untuk menikmati durian jatuh dari pohon sebagai wujud syukur pada Tuhan.
Dalam syukuran kali ini, pemilik kebun durian menyumbangkan ratusan durian untuk dinikmati bersama warga. Ini adalah tradisi tahunan yang biasa dilakukan pemilik pohon durian setelah panen berlangsung.
Sejak pagi, masyarakat sudah berbondong-bondong untuk menikmati buah yang cukup populer ini. Bahkan antrean kendaraan menuju dusun yang terletak diatas puncak gunung ini cukup panjang.
Pada pesta panen durian yang berlangsung akhir pekan lalu, sekira 500 buah durian disajikan secara gratis untuk dinikmati masyarakat dan tamu dari pemerintah. Mereka yang hadir terlihat menikmati enaknya durian yang masak dari pohonnya itu.
Salah satu tokoh adat di Desa Battetangga, Hasan Dalle, mengatakan, tradisi pesta panen durian adalah sebuah proses yang sudah menjadi tradisi di Desa Battetangga yang dilaksanakan setiap tahun pada musim durian.
“Sebelum hasil panen durian ini dijual ke pasar, terlebih dahulu warga disini menikmati hasilnya secara bersama-sama. Jadi, durian-durian yang ada di sini, tidak bisa dulu dijual kalau belum di sajikan ke masyarakat,” ujar Hasan Dalle.
Kepala Desa Battetangga, Salam, kepada SINDO, mengatakan di desa yang ia pimpin tersebut, khususnya di dusun Biru, pesta panen durian hanya sekali dilakukan dalam satu tahun. Perayaannya digelar pada panen pertama yang dirangkaikan dengan syukuran bersama seluruh warga di desa itu.
Dia menyampaikan, panen durian tersebut bukan yang kali pertama dilakukan. Beberapa dusun di wilayah Battetangga sebelumnya sudah mulai memanen lebih awal. Namun, di dusun Biru, panen tersebut merupakan panen perdana tahun ini yang diawali dengan mengundang seluruh masyarakat di dusun Biru.
Salam menyampaikan, di Desa Battetangga, durian yang di panen adalah murni durian yang masak dari pohon atau jatuh dengan sendirinya. Bukan, durian yang dipaksakan untuk masak yang biasanya dilakukan sebagian orang dengan lebih awal memetiknya.
Khusus di desanya, hal tersebut tidak dibenarkan. Selain merusak nama baik durian khas daerah Polman, rasanya pun akan sangat berbeda dengan durian yang murni masak di pohonnya.
“Kita ingin menjaga rasa khas durian Polman, sehingga tidak dibenarkan untuk memetik atau mengambil durian yang masih diatas pohon,” tutur Salam.
Dalam syukuran kali ini, pemilik kebun durian menyumbangkan ratusan durian untuk dinikmati bersama warga. Ini adalah tradisi tahunan yang biasa dilakukan pemilik pohon durian setelah panen berlangsung.
Sejak pagi, masyarakat sudah berbondong-bondong untuk menikmati buah yang cukup populer ini. Bahkan antrean kendaraan menuju dusun yang terletak diatas puncak gunung ini cukup panjang.
Pada pesta panen durian yang berlangsung akhir pekan lalu, sekira 500 buah durian disajikan secara gratis untuk dinikmati masyarakat dan tamu dari pemerintah. Mereka yang hadir terlihat menikmati enaknya durian yang masak dari pohonnya itu.
Salah satu tokoh adat di Desa Battetangga, Hasan Dalle, mengatakan, tradisi pesta panen durian adalah sebuah proses yang sudah menjadi tradisi di Desa Battetangga yang dilaksanakan setiap tahun pada musim durian.
“Sebelum hasil panen durian ini dijual ke pasar, terlebih dahulu warga disini menikmati hasilnya secara bersama-sama. Jadi, durian-durian yang ada di sini, tidak bisa dulu dijual kalau belum di sajikan ke masyarakat,” ujar Hasan Dalle.
Kepala Desa Battetangga, Salam, kepada SINDO, mengatakan di desa yang ia pimpin tersebut, khususnya di dusun Biru, pesta panen durian hanya sekali dilakukan dalam satu tahun. Perayaannya digelar pada panen pertama yang dirangkaikan dengan syukuran bersama seluruh warga di desa itu.
Dia menyampaikan, panen durian tersebut bukan yang kali pertama dilakukan. Beberapa dusun di wilayah Battetangga sebelumnya sudah mulai memanen lebih awal. Namun, di dusun Biru, panen tersebut merupakan panen perdana tahun ini yang diawali dengan mengundang seluruh masyarakat di dusun Biru.
Salam menyampaikan, di Desa Battetangga, durian yang di panen adalah murni durian yang masak dari pohon atau jatuh dengan sendirinya. Bukan, durian yang dipaksakan untuk masak yang biasanya dilakukan sebagian orang dengan lebih awal memetiknya.
Khusus di desanya, hal tersebut tidak dibenarkan. Selain merusak nama baik durian khas daerah Polman, rasanya pun akan sangat berbeda dengan durian yang murni masak di pohonnya.
“Kita ingin menjaga rasa khas durian Polman, sehingga tidak dibenarkan untuk memetik atau mengambil durian yang masih diatas pohon,” tutur Salam.
(ysw)