Disanjung Mensos, Mak Yati mendadak populer

Rabu, 20 Februari 2013 - 10:56 WIB
Disanjung Mensos, Mak Yati mendadak populer
Disanjung Mensos, Mak Yati mendadak populer
A A A
Sindonews.com - Tangan manusia memang penuh misteri. Kerja keras saja tak cukup untuk mengubah nasib. Namun, takdir Tuhan-lah yang akan menentukan segalanya.

Siapa sangka, seorang pemulung gembel yang kerap dicemooh hanya dalam tempo sekejap berubah bak menjadi orang terhormat. Pemulung yang mengandalkan rejeki dari sisa orang lain, justru disanjung-sanjung.

Tidak tanggung-tanggung, sanjungan itu justru muncul dari Menteri Sosial (Mensos) RI, Salim Segaf Al Jufri kepada pemulung asal Dusung Gunungsari, Desa Kertosari, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan.

Mak Yati alias Romlah (50), dianggap sebagai simbol orang miskin yang mengedepankan rasa kesetiakawanan sosial. Meski hidup pas-pasan di ibukota, dia rela menyisihkan sebagian uang yang ditabung selama dua tahun untuk membeli dua ekor kambing, dan diqurbankan pada Hari Raya Idul Adha, 2012 lalu.

Tak disangka, setetes amal perbuatannya yang didasari keiklasan ini berbuah manis. Jejak Mak Yati yang tanpa mengharap imbalan apapun ini akhirnya terekam Mensos. Walau berada dan hidup di tengah kemiskinan, Mak Yati bisa menjadi suri tauladan bagi masyarakat.

Untuk membantu mewujudkan impian Mak Yati yakni menghabiskan masa tuanya di kampung halaman, Mensos menggalang rasa kesetiakawanan sosial dari semua kalangan masyarakat. Dari rasa kesetiakawanan sosial itu, Kemensos akhirnya membangunkan rumah mungil di kampung halaman Mak Yati.

"Pemerintah hanya menggalang dan memberikan stimulus agar timbul rasa kesetiakawanan sosial. Program bantuan rumah ini juga atas partisipasi para pihak termasuk masyarakat setempat. Masyarakat menyumbangkan berbagai perlengkapan rumah dan keperluan pribadi Mak Yati," kata Sonny W Manalung, Direktur Rehabilitasi Sosial, Tuna Sosial Kemensos RI, di Pasuruan, Rabu (20/2/2013).

Di atas lahan seluas 6x12 meter, rumah mungil Mak Yati dibangun atas rasa kesetiakawanan sesama. Kepulangan Mak Yati yang merantau sejak usia belia, disambut masyarakat setempat dengan suka cita. Masyarakat rela menunggu kedatangan Mak Yati sedari pagi hingga siang hari.

Agar suasana tak membosankan, Kepala Desa Waluyo Utomo sengaja menyuguhkan hiburan ala kampung dengan iringan musik elekton. Keresahan dan kegelisahan juga nampak pada para kerabat, karena Mak Yati yang ditunggu-tunggu tidak juga hadir sesuai yang dijadwalkan.

Suasana riuh rendah itupun berubah menjadi haru biru ketika rombongan Mak Yati mulai memasuki perkampungan desa. Masyarakat menyambut kedatangan Mak Yati bak seorang pahlawan. Isak tangis dan peluk rindu para kerabat ditumpahkan kepada Mak Yati.

Menurut Sonny, program pulang kampung dan pemberian bantuan rumah ini merupakan yang pertama kali dilakukan. Namun harapan yang ingin dicapai adalah menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi kepada para sesama. Mak Yati adalah salah satu contoh masyarakat yang rela berqurban meski hidup dalam kondisi kesusahan.

"Ini agar menjadi contoh dan tauladan bagi masyarakat. Karena orang kaya sekalipun, belum tentu mau melakukannya. Kami sengaja mengantar Mak Yati pulang, datang dengan terhormat. Kami berharap, Mak Yati bisa memulai hidup baru disuasana lingkungan yang baru," tandas Sonny Manalung.

Sebagai bekal mengawali hidup baru, lanjut Sonny, pemerintah juga memberika bantuan usaha dan jatah hidup selama tiga bulan senilai Rp5,7 juta. Bantuan ini diharapka bisa dipergunakan untuk memperbaiki rumah yang belum seluruhnya tuntas dan menjadi modal usaha barunya.

"Pak Mensos hanya berpesan agar Mak Yati bisa kerasan tinggal dirumah baru yang menjadi hak miliknya. Jangan sampai rumahnya dijual. Masa depan Mak Yati ini juga menjadi tanggung jawab semua pihak," katanya.

Usai menandatangani berkas serah terima dari Kemensos, Mak Yati mengungkapkan rasa optimisnya dapat memulai hidup baru dengan suami tercinta, Maman, 35, dikampung halamannya. Berbekal kemampuannya selama berada dirantau, dia mengaku tak segan untuk memulai hidup dengan bertani dan membuat usaha baru.

"Di Jakarta setiap hari saya memanggul karung. Setelah pulang kampung, saya akan memanggul cangkul," kata Mak Yati yang mengundang gelak tawa masyarakat.

Bantuan dan jatah hidup yang diterimanya, akan dipergunakan sebagai langkah awal memulai usahanya. Jika selama di Jakarta uang Rp25 ribu perhari hasil kerjakerasnya habis untuk kebutuhan sehari-hari, dikampung uang sebesar itu bisa disisihkan untuk menabung.

Kepala Desa Waluyo Utomo mengaku sudah menyiapkan lapangan pekerjaan yang tidak jauh dari kegiatan Mak Yati selama merantau di Jakarta. Pekerjaan itu adalah program usaha karang taruna yakni pemilahan limbah plastik yang diolah menjadi biji plastik.

"Pekerjaan ini tentu sudah tidak asing lagi bagi Mak Yati. Kami berharap Mak Yati kerasan tinggal dikampung halamannya," kata Kades Waluyo Utomo.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5231 seconds (0.1#10.140)