Teruji, 15 jenis padi lokal bersahabat dengan iklim
A
A
A
Sindonews.com - Sebanyak 15 varietas padi lokal telah diujicoba dan dibudidayakan oleh masyarakat Padang Pariaman, Sumatra Barat. Varietas-varietas tersebut, merupakan varietas yang sudah beradaptasi dengan iklim dan kondisi lingkungannya ketimbang bibit padi yang berlabel.
Hal itu dikatakan Manager Area Field-Bumi Ceria, Heriyanto di Nagari Sikucur, Kecamatan V Koto Kampung Kabupaten Padangpariaman.
Menurutnya, varietas padi lokal tersebut diantaranya mundam pulau, mundam putiah, kuruik kusuik, ciredek, cantik manih, padi merah, sokan merah, padi payuang, anak daro, arai kuniang, randah kuniang, batang lembang, kuriak jangguik, kuriak sirah dan kuriak putiah.
“Sebenarnya varietas tersebut sudah ada dan tersedia selama ini, tapi petani tidak banyak mendapat kesempatan mengembangkan dan membudidayakannya. Kalaupun ada, itu hanya sebagian kecil atau beberapa kelompok tani saja,” papar Heryanto disela acara hari temu lapangan kelompok sekolah lapangan, di Padang, Sumatera Barat, Selasa (8/1/2013).
Selain itu, lanjutnya, dalam varietas padi lokal ini penanamannya menerapkan pola tanam padi sebatang. Dimana satu benih untuk satu rumpun padi. Selain itu keunggulannya tidak air dalam kapasitas banyak, memakai pupuk kompos.
“Serta memanfaatkan musuh alami dan menggunakan pestisida yang terbuat dari ramuan alam dan ramah lingkungan,” ungkapnya.
Menurutnya, pola bertani konvensional yang dikembangkan selama ini mestinya harus ditinjau ulang. Penggunaan benih unggul mensyaratkan ketersediaan air irigasi, pupuk dan racun kimia sudah saatnya dihentikan.
Selain itu keberadaan benih lokal sudah sangat teruji di lingkungannya sehingga tidak perlu adaptasi yang lama. Benih lokal dapat tersedia untuk kebutuhan lokal, sehingga tidak harus membeli.
“Kalau butuh benih yang lebih bagus lagi, kan kita bisa silangkan. Dengan menggunakan benih lokal, biaya usaha tani dapat dikurangi,” tambah Hery.
Saat ini petani sudah sangat akrab dengan enam varietas padi lokal diantaranya daro kuriak, daro putiah, daro merah, cantik manih, padi arang dan seratus hari. Menurutnya, petani lainnya dapat bertukar benih dengan dirinya dengan cara barter.
“Kalau barter, kan lebih mudah dan tidak perlu ada transaksi uang. Benih yang dipertukarkan sama-sama dapat dikembangkan sehingga memudahkan penyebaran benih untuk seluruh wilayah Sumatera Barat,” paparnya.
Aktivis lingkungan hidup, Rachmadi yang hadir dalam acara tersebut mengatakan saat ini masyarakat lebih suka gila dari pada kaya, artinya lebih gandrung membeli benih dan bahan-bahan kimia yang dibuat oleh pabrik ketimbang membuat sendiri benih dan pupuk alami.
”Kalau petani mau kaya maka kurangilah membeli dan perbanyaklah menjual,” kata Rachmadi.
Sejak revolusi hijau yang dikembangkan oleh pemerintah di awal tahun 70-an, penggunaan benih unggul, pupuk dan racun kimia telah menjadi kebiasaan hingga sekarang.
“Ini membuat lingkungan menjadi rusak. Tanah sawah menjadi padat dan kering karena organisme tanah ikut mati. Ditambah lagi dengan pencemaran air oleh bahan kimia yang disemprotkan kepada tanaman. Akhirnya, makanan yang kita makan juga menjadi tidak sehat lantaran tercemar bahan kimia,” terang Rachmadi.
Katanya, saatnya kembali ke kekehidupan yang selaras dengan alam. Memakan makanan sehat tanpa residu bahan kimia adalah salah satu soslusi cerdas.
Hal itu dikatakan Manager Area Field-Bumi Ceria, Heriyanto di Nagari Sikucur, Kecamatan V Koto Kampung Kabupaten Padangpariaman.
Menurutnya, varietas padi lokal tersebut diantaranya mundam pulau, mundam putiah, kuruik kusuik, ciredek, cantik manih, padi merah, sokan merah, padi payuang, anak daro, arai kuniang, randah kuniang, batang lembang, kuriak jangguik, kuriak sirah dan kuriak putiah.
“Sebenarnya varietas tersebut sudah ada dan tersedia selama ini, tapi petani tidak banyak mendapat kesempatan mengembangkan dan membudidayakannya. Kalaupun ada, itu hanya sebagian kecil atau beberapa kelompok tani saja,” papar Heryanto disela acara hari temu lapangan kelompok sekolah lapangan, di Padang, Sumatera Barat, Selasa (8/1/2013).
Selain itu, lanjutnya, dalam varietas padi lokal ini penanamannya menerapkan pola tanam padi sebatang. Dimana satu benih untuk satu rumpun padi. Selain itu keunggulannya tidak air dalam kapasitas banyak, memakai pupuk kompos.
“Serta memanfaatkan musuh alami dan menggunakan pestisida yang terbuat dari ramuan alam dan ramah lingkungan,” ungkapnya.
Menurutnya, pola bertani konvensional yang dikembangkan selama ini mestinya harus ditinjau ulang. Penggunaan benih unggul mensyaratkan ketersediaan air irigasi, pupuk dan racun kimia sudah saatnya dihentikan.
Selain itu keberadaan benih lokal sudah sangat teruji di lingkungannya sehingga tidak perlu adaptasi yang lama. Benih lokal dapat tersedia untuk kebutuhan lokal, sehingga tidak harus membeli.
“Kalau butuh benih yang lebih bagus lagi, kan kita bisa silangkan. Dengan menggunakan benih lokal, biaya usaha tani dapat dikurangi,” tambah Hery.
Saat ini petani sudah sangat akrab dengan enam varietas padi lokal diantaranya daro kuriak, daro putiah, daro merah, cantik manih, padi arang dan seratus hari. Menurutnya, petani lainnya dapat bertukar benih dengan dirinya dengan cara barter.
“Kalau barter, kan lebih mudah dan tidak perlu ada transaksi uang. Benih yang dipertukarkan sama-sama dapat dikembangkan sehingga memudahkan penyebaran benih untuk seluruh wilayah Sumatera Barat,” paparnya.
Aktivis lingkungan hidup, Rachmadi yang hadir dalam acara tersebut mengatakan saat ini masyarakat lebih suka gila dari pada kaya, artinya lebih gandrung membeli benih dan bahan-bahan kimia yang dibuat oleh pabrik ketimbang membuat sendiri benih dan pupuk alami.
”Kalau petani mau kaya maka kurangilah membeli dan perbanyaklah menjual,” kata Rachmadi.
Sejak revolusi hijau yang dikembangkan oleh pemerintah di awal tahun 70-an, penggunaan benih unggul, pupuk dan racun kimia telah menjadi kebiasaan hingga sekarang.
“Ini membuat lingkungan menjadi rusak. Tanah sawah menjadi padat dan kering karena organisme tanah ikut mati. Ditambah lagi dengan pencemaran air oleh bahan kimia yang disemprotkan kepada tanaman. Akhirnya, makanan yang kita makan juga menjadi tidak sehat lantaran tercemar bahan kimia,” terang Rachmadi.
Katanya, saatnya kembali ke kekehidupan yang selaras dengan alam. Memakan makanan sehat tanpa residu bahan kimia adalah salah satu soslusi cerdas.
(rsa)