44 hektare cagar alam berubah fungsi
Minggu, 11 November 2012 - 15:21 WIB

44 hektare cagar alam berubah fungsi
A
A
A
Sindonews.com - Keberadaan Cagar Alam Leuweung Sancang di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, terancam dengan menjamurnya pemukiman dan areal pertanian di kawasan hutan tersebut. Luas lahan yang berubah fungsi mencapai 44,52 hektare.
Kepala Seksi BKSDA Wilayah V Jabar Teguh Setiawan mengatakan, permukiman penduduk dan areal pertanian berdiri pada dua blok di lingkungan cagar alam tersebut, yaitu di Blok Cimerak dan Cihurang.
“Di Blok Cimerak, luas lahan yang beralih fungsi sekitar 25,97 hektare. Sedangkan di Blok Cihurang, permukiman dan areal pertanian menempati lahan seluas 18,55 hektare,” kata Teguh di Garut, Minggu (11/11/2012).
Diungkapkan Teguh, upaya penertiban alih fungsi lahan di kawasan cagar alam ini selalu mandek. Mereka memiliki sertifikat yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Garut atas tanah tersebut.
“Beberapa diantaranya telah bersertifikat. Ada yang dikeluarkan pada tahun 1974, 1976, 1978, 1982, dan 1987. Sewaktu dicek ke BPN, sertifikat tersebut memang asli. Jadi kami belum bisa melakukan penertiban sebelum Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut memberikan solusi,” ungkapnya.
Teguh mengaku pihak BPN Garut tidak pernah melibatkan BKSDA dalam penerbitan sejumlah sertifikat tersebut. Menurut dia, kondisi tersebut telah melanggar UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
“Di dalam undang-undang itu jelas, suatu wilayah hutan yang dijadikan cagar alam harus bebas dari permukiman penduduk. Dikhawatirkan, ekosistem di cagar alam akan rusak oleh adanya permukiman,” urainya.
Teguh pun mendesak pihak Pemkab Garut selaku Panitia Tata Batas Cagar Alam Leuweung Sancang untuk segera mengambil langkah. Dalam berita Tata Batas Cagar Alam Leuweung Sancang yang ditandatangani 2011 lalu, tertera dengan jelas bahwa pihak pemkab selaku panitia diharuskan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Kepala Seksi BKSDA Wilayah V Jabar Teguh Setiawan mengatakan, permukiman penduduk dan areal pertanian berdiri pada dua blok di lingkungan cagar alam tersebut, yaitu di Blok Cimerak dan Cihurang.
“Di Blok Cimerak, luas lahan yang beralih fungsi sekitar 25,97 hektare. Sedangkan di Blok Cihurang, permukiman dan areal pertanian menempati lahan seluas 18,55 hektare,” kata Teguh di Garut, Minggu (11/11/2012).
Diungkapkan Teguh, upaya penertiban alih fungsi lahan di kawasan cagar alam ini selalu mandek. Mereka memiliki sertifikat yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Garut atas tanah tersebut.
“Beberapa diantaranya telah bersertifikat. Ada yang dikeluarkan pada tahun 1974, 1976, 1978, 1982, dan 1987. Sewaktu dicek ke BPN, sertifikat tersebut memang asli. Jadi kami belum bisa melakukan penertiban sebelum Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut memberikan solusi,” ungkapnya.
Teguh mengaku pihak BPN Garut tidak pernah melibatkan BKSDA dalam penerbitan sejumlah sertifikat tersebut. Menurut dia, kondisi tersebut telah melanggar UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
“Di dalam undang-undang itu jelas, suatu wilayah hutan yang dijadikan cagar alam harus bebas dari permukiman penduduk. Dikhawatirkan, ekosistem di cagar alam akan rusak oleh adanya permukiman,” urainya.
Teguh pun mendesak pihak Pemkab Garut selaku Panitia Tata Batas Cagar Alam Leuweung Sancang untuk segera mengambil langkah. Dalam berita Tata Batas Cagar Alam Leuweung Sancang yang ditandatangani 2011 lalu, tertera dengan jelas bahwa pihak pemkab selaku panitia diharuskan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
(ysw)