Nelayan Suramadu surati Panglima TNI

Selasa, 30 Oktober 2012 - 12:48 WIB
Nelayan Suramadu surati Panglima TNI
Nelayan Suramadu surati Panglima TNI
A A A
Sindonews.com - Masyarakat Pesisir Suramadu tetap keukeuh menolak penambangan dan pengerukan pasir di perairan Selat Madura. Pasalnya penambangan tersebut hanya menguntungkan pemodal saja.

Untuk menghentikan aktivitas ini, masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Pesisir Suramadu (FMPS) menyurati Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono.

Dalam surat yang diterima Sindonews, Selasa (30/10/2012), FPMS menuturkan keterlibatan aparat TNI dalam penambangan pasir laut.

“Pada hari Kamis tanggal 10 Mei 2012, pihak Dispotmar Lantamal V yang dipimpin oleh Bapak Letkol Bakat Gunawan beserta jajarannya dan PT GORAGAHANA melakukan sosialisasi rencana pengerukan pasir di perairan Selat Madura dengan luas area 540 Ha, yang bertempat di Pendapa Kelurahan Kedung Cowek, Surabaya, di mana sosialisasi tersebut ditentang dan ditolak keras oleh masyarakat pesisir dan nelayan Selat Madura."

Masyarakat menolak rencana pengerukan pasir tersebut karena memberi dampak buruk secara ekonomi, ekologis, sosial, dan budaya bagi nelayan pesisir Selat Madura. Dimana, mayoritas penduduknya menggantungkan sumber-sumber kehidupannya di laut.

Perusahaan tersebut sudah beberapa kali melakukan penambangan pasir di tahun sebelumnya dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan akibat dari penambangan pasir tersebut.

"Berdasarkan temuan di lapangan, telah terjadi pelanggaran dan manipulasi data, serta dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pada tahun 2006 yang cacat dan kedaluwarsa”.

Penolakan masyarakat itu dilandasi oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 3/PUU-Vlll/2010 tentang pengujian Undang-undang (UU) No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil terhadap UUD 1945.

Putusan tersebut membatalkan pasal HP3 (Hak Pengusahaan Perairan Pesisir), melarang praktik pengkaplingan atau privatisasi wilayah pesisir dan pulau kecil, karena bertentangan dengan UUD 1945.

Di dalam putusan MK, ditegaskan kewajiban negara untuk memenuhi dan melindungi hak konstitusional nelayan, yakni:

1 Hak untuk melintas (mengakses) laut.
2 Hak untuk memanfatkan sumber daya laut.
3 Hak untuk mengelola sumber daya laut berdasarkan kearifan lokal dan tradisi bahari yang telah dijalani secara turun-temurun.
4 Hak untuk mendapatkan lingkungan dan perairan yang bersih dan sehat.

Atas dasar itulah, nelayan tradisional sekitar Selat Madura mendesak:

1. Panglima TNI untuk menertibkan oknum aparat di bawahnya, yang diduga kuat menjadi beking perusahaan penambangan pasir di Selat Madura. Karena ini bertentangan dengan pasal 35 huruf (i) UU No 27 Tahun 2007.

2. Panglima TNI untuk menyadari fungsinya sebagai alat pertahanan NKRI yang bertugas menegakkan kedaulatan negara.

TNI bertugas mempertahankan keutuhan wilayah dan melindungi keselamatan bangsa. Serta tidak terlibat dalam praktik perusakan laut, yang berujung pada pemiskinan nelayan.

3. Panglima TNI untuk menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan pasal 35 huruf (i) UU No 27 Tahun 2007.

Selain itu, hal ini telah diamanatkan di pasal 51 UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui UU No 17 Tahun 1985 tentang pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6040 seconds (0.1#10.140)