Siswa SMPN 2 Lola Kulu terganggu debu tambang
Rabu, 05 September 2012 - 16:18 WIB

Siswa SMPN 2 Lola Kulu terganggu debu tambang
A
A
A
Sindonews.com - Sudah sebulan terakhir Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) kesulitan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Bukan karena sekolah rusak atau fasilitas belajar yang kurang, namun debu tambang batubara yang mengotori lingkungan sekolah. Seluruh fasilitas sekolah dengan cepat tertutup debu, meski rutin dibersihkan.
Sekolah ini terletak di Desa Jembayan dan dikelilingi beberapa konsensi pertambangan. Akibatnya, debu tambang berwarna hitam mengotori desa ini. Tidak hanya sekolah, pemukiman penduduk juga terkena imbas debu tambang batubara.
Sejak libur lebaran, tidak ada aktifitas belajar mengajar. Begitu libur lebaran selesai, sekolah ini dipenuhi debu berwarna hitam.
Pihak sekolah berupaya membersihkan, namun keesokan harinya debu kembali memenuhi sejumlah ruangan di sekolah tersebut. Karena ruang belajar kotor, sekolah dialihkan ke luar ruangan. Karena kondisi panas, proses belajar mengajar hanya sampai pukul 09.00 pagi.
"Rencananya kami pagi tadi mau unjuk rasa ke perusahaan tambang, namun dibatalkan dan diganti besok," kata Merang, orang tua siswa, Rabu (5/9/2012).
Merang menambahkan, awalnya ia tidak tahu adanya debu di sekolah tersebut. Ia heran, sejak masuk sekolah usai libur lebaran, anaknya sering pulang cepat.
"Anak saya bilang, banyak guru yang sakit pernafasan. Saya baru tahu kalau sekolah penuh debu hitam," tambahnya.
Orang tua siswa beserta guru pernah mengadu ke perusahaan tambang dan Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Kartanegara namun tidak ada tanggapan. Akhirnya jalan demonstrasi yang dipilih orang tua siswa.
"Lebih baik tidak ada tambang daripada anak-anak saya tidak sekolah," kata Merang.
Salah satu orang tua siswa yang lain, Agus Siswanto juga bernada sama. Ia menyayangkan perusahaan tambang yang membiarkan masyarakat menderita. Tidak ada perhatian serius terhadap warga dan pemukiman di sekitar tambang.
"Kalau kita parkir mobil di pinggir jalan, lima menit ditinggal sudah penuh debu," kata Agus menggambarkan parahnya debu di desa tersebut.
Para guru di sekolah ini juga menggunakan masker untuk menjaga kesehatan pernafasannya selama berada di lingkungan sekolah. Debu hitam menutupi sekitar 20 lokal di sekolah ini. Jika tangan memegang meja, debu hitam akan memenuhi telapak tangan. Lantai kelas dari keramik putih juga sudah penuh dengan debu hitam. Kini sekolah yang berada di salah satu kabupaten terkaya di Indonesia itu tidak layak untuk dijadikan tempat belajar mengajar.
Semestinya demo hari ini juga diikuti para guru. Namun beredar kabar jika Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Kartanegara melarang guru demo dan diminta hanya orang tua siswa yang melaksanakan aksi.
Bukan karena sekolah rusak atau fasilitas belajar yang kurang, namun debu tambang batubara yang mengotori lingkungan sekolah. Seluruh fasilitas sekolah dengan cepat tertutup debu, meski rutin dibersihkan.
Sekolah ini terletak di Desa Jembayan dan dikelilingi beberapa konsensi pertambangan. Akibatnya, debu tambang berwarna hitam mengotori desa ini. Tidak hanya sekolah, pemukiman penduduk juga terkena imbas debu tambang batubara.
Sejak libur lebaran, tidak ada aktifitas belajar mengajar. Begitu libur lebaran selesai, sekolah ini dipenuhi debu berwarna hitam.
Pihak sekolah berupaya membersihkan, namun keesokan harinya debu kembali memenuhi sejumlah ruangan di sekolah tersebut. Karena ruang belajar kotor, sekolah dialihkan ke luar ruangan. Karena kondisi panas, proses belajar mengajar hanya sampai pukul 09.00 pagi.
"Rencananya kami pagi tadi mau unjuk rasa ke perusahaan tambang, namun dibatalkan dan diganti besok," kata Merang, orang tua siswa, Rabu (5/9/2012).
Merang menambahkan, awalnya ia tidak tahu adanya debu di sekolah tersebut. Ia heran, sejak masuk sekolah usai libur lebaran, anaknya sering pulang cepat.
"Anak saya bilang, banyak guru yang sakit pernafasan. Saya baru tahu kalau sekolah penuh debu hitam," tambahnya.
Orang tua siswa beserta guru pernah mengadu ke perusahaan tambang dan Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Kartanegara namun tidak ada tanggapan. Akhirnya jalan demonstrasi yang dipilih orang tua siswa.
"Lebih baik tidak ada tambang daripada anak-anak saya tidak sekolah," kata Merang.
Salah satu orang tua siswa yang lain, Agus Siswanto juga bernada sama. Ia menyayangkan perusahaan tambang yang membiarkan masyarakat menderita. Tidak ada perhatian serius terhadap warga dan pemukiman di sekitar tambang.
"Kalau kita parkir mobil di pinggir jalan, lima menit ditinggal sudah penuh debu," kata Agus menggambarkan parahnya debu di desa tersebut.
Para guru di sekolah ini juga menggunakan masker untuk menjaga kesehatan pernafasannya selama berada di lingkungan sekolah. Debu hitam menutupi sekitar 20 lokal di sekolah ini. Jika tangan memegang meja, debu hitam akan memenuhi telapak tangan. Lantai kelas dari keramik putih juga sudah penuh dengan debu hitam. Kini sekolah yang berada di salah satu kabupaten terkaya di Indonesia itu tidak layak untuk dijadikan tempat belajar mengajar.
Semestinya demo hari ini juga diikuti para guru. Namun beredar kabar jika Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Kartanegara melarang guru demo dan diminta hanya orang tua siswa yang melaksanakan aksi.
(azh)