Lapindo wajib bangun sarana pendidikan
A
A
A
Sindonews.com – Luapan lumpur Lapindo tidak saja berdampak buruk pada perekonomian dan kesehatan warga. Masa depan anak-anak bangsa pun terancam terabaikan akibat rusak dan hilangnya sejumlah sarana pendidikan.
Setidaknya, 33 bangunan sekolah rusak dan tenggelam akibat luapan lumpur Lapindo. Seluruh bangunan itu hingga kini belum terbangun kembali. Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pendidikan Ayat Hadiyat meminta PT Lapindo Brantas Inc selaku pihak yang bertanggung jawab atas luapan lumpur Lapindo untuk bertanggung jawab. Salah satunya dengan membangun kembali sarana pendidikan yang telah hilang.
Menurut dia, perusahaan milik Aburizal Bakrie itu seharusnya tidak hanya terfokus pada pengurusan ganti rugi lahan yang hilang saja. Sebab, ada yang lebih penting untuk diperhatikan selain masalah ganti rugi, yaitu masa depan anak untuk memperoleh hak pendidikannya. “Perusahaan tidak boleh sibuk mengurus ganti rugi lahan saja. Masalah memperoleh hak pendidikan jauh lebih penting untuk diperhatikan. Lapindo jangan mengabaikan begitu saja arti penting pendidikan. Ini soal serius, tidak bisa didiamkan terus-menerus,”tandas Ayat di Jakarta, Minggu 24 Juni 2012.
Menurut dia, dengan tidak memperhatikan pembangunan kembali sarana pendidikan yang telah hilang, sama halnya Lapindo telah merampas pendidikan anak untuk memperoleh hak-haknya. Itu sebabnya, LBH Pendidikan siap memberikan pendampingan kepada masyarakat untuk memperoleh hak pendidikan yang sudah hilang akibat lumpur Lapindo.
“Perusahaan Bakrie harus segera berpikir membangun kembali gedung sekolah yang rusak dan hilang tersebut,” katanya.
Ayat menandaskan, persoalan musibah lumpur murni menjadi tanggung jawab perusahaan. Dia juga memprotes keras penanganan korban lumpur terkait pembiayaan ganti rugi yang dibebankan melalui APBN Perubahan tahun 2012.
Cara-cara perusahaan melibatkan negara tersebut dinilainya sebagai cara yang zalim dan harus dilawan. “Kami tidak bisa tinggal diam menyaksikan persekongkolan jahat antara perusahaan dengan negara dalam hal ini pemerintah. Sudah seharusnya musibah lumpur itu menjadi tanggung jawab perusahaan, tapi kenapa negara dilibatkan untuk mengeluarkan biaya?” tanyanya.
Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati meminta semua pihak, termasuk perusahaan Bakrie, untuk memperhatikan nasib anak korban lumpur untuk mendapatkan haknya mengenyam pendidikan. Apalagi saat ini mereka sedang menyambut tahun ajaran baru sehingga membutuhkan sarana pendidikan yang memadai.
“Soal hak pendidikan anak korban lumpur, saya pikir harus ditanggung bersama-sama pihak perusahaan. Tentu, kita semua harus bahu-membahu untuk memikirkan masalah pendidikan ini,” kata Reni.
Menurut dia, yang harus menjadi perhatian serius semua pihak atas hak memperoleh pendidikan anak korban Lapindo adalah bagaimana menyediakan sarana pendidikan yang memadai bagi mereka untuk mendapatkan hak-haknya tersebut. "Saya dulu pernah lakukan kunjungan ke lumpur Lapindo ini. Masalah pendidikan harus diperhatikan. Saya kira perlu usaha sungguh-sungguh dan perlu keberpihakan untuk memajukan pendidikan, baik itu dilakukan pemerintah maupun swasta atau perusahaan,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi V DPR Imam Nachrowi. Dia juga meminta pihak terkait untuk memperhatikan hak anak atas perlunya membangun kembali sarana pendidikan yang telah hilang. Dia juga meminta pihak yang bertanggung jawab untuk bergerak cepat mengingat saat ini masuk tahun ajaran baru.
“Jangan hanya diam dan fokus pada ganti rugi dan relokasi infrastruktur. Masa depan pendidikan anak juga sangat penting untuk diperhatikan. Tentu saja, untuk masalah kesehatan dan keselamatan warga agar segera ditangani,” kata Imam.
Direktur Walhi Jawa Timur Bambang Catur Nusantara mengatakan, lumpur Lapindo tidak hanya berdampak pada kesehatan dan perekonomian, tapi juga terhadap nasib anak untuk mendapatkan hak pendidikan. (lil)
Setidaknya, 33 bangunan sekolah rusak dan tenggelam akibat luapan lumpur Lapindo. Seluruh bangunan itu hingga kini belum terbangun kembali. Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pendidikan Ayat Hadiyat meminta PT Lapindo Brantas Inc selaku pihak yang bertanggung jawab atas luapan lumpur Lapindo untuk bertanggung jawab. Salah satunya dengan membangun kembali sarana pendidikan yang telah hilang.
Menurut dia, perusahaan milik Aburizal Bakrie itu seharusnya tidak hanya terfokus pada pengurusan ganti rugi lahan yang hilang saja. Sebab, ada yang lebih penting untuk diperhatikan selain masalah ganti rugi, yaitu masa depan anak untuk memperoleh hak pendidikannya. “Perusahaan tidak boleh sibuk mengurus ganti rugi lahan saja. Masalah memperoleh hak pendidikan jauh lebih penting untuk diperhatikan. Lapindo jangan mengabaikan begitu saja arti penting pendidikan. Ini soal serius, tidak bisa didiamkan terus-menerus,”tandas Ayat di Jakarta, Minggu 24 Juni 2012.
Menurut dia, dengan tidak memperhatikan pembangunan kembali sarana pendidikan yang telah hilang, sama halnya Lapindo telah merampas pendidikan anak untuk memperoleh hak-haknya. Itu sebabnya, LBH Pendidikan siap memberikan pendampingan kepada masyarakat untuk memperoleh hak pendidikan yang sudah hilang akibat lumpur Lapindo.
“Perusahaan Bakrie harus segera berpikir membangun kembali gedung sekolah yang rusak dan hilang tersebut,” katanya.
Ayat menandaskan, persoalan musibah lumpur murni menjadi tanggung jawab perusahaan. Dia juga memprotes keras penanganan korban lumpur terkait pembiayaan ganti rugi yang dibebankan melalui APBN Perubahan tahun 2012.
Cara-cara perusahaan melibatkan negara tersebut dinilainya sebagai cara yang zalim dan harus dilawan. “Kami tidak bisa tinggal diam menyaksikan persekongkolan jahat antara perusahaan dengan negara dalam hal ini pemerintah. Sudah seharusnya musibah lumpur itu menjadi tanggung jawab perusahaan, tapi kenapa negara dilibatkan untuk mengeluarkan biaya?” tanyanya.
Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati meminta semua pihak, termasuk perusahaan Bakrie, untuk memperhatikan nasib anak korban lumpur untuk mendapatkan haknya mengenyam pendidikan. Apalagi saat ini mereka sedang menyambut tahun ajaran baru sehingga membutuhkan sarana pendidikan yang memadai.
“Soal hak pendidikan anak korban lumpur, saya pikir harus ditanggung bersama-sama pihak perusahaan. Tentu, kita semua harus bahu-membahu untuk memikirkan masalah pendidikan ini,” kata Reni.
Menurut dia, yang harus menjadi perhatian serius semua pihak atas hak memperoleh pendidikan anak korban Lapindo adalah bagaimana menyediakan sarana pendidikan yang memadai bagi mereka untuk mendapatkan hak-haknya tersebut. "Saya dulu pernah lakukan kunjungan ke lumpur Lapindo ini. Masalah pendidikan harus diperhatikan. Saya kira perlu usaha sungguh-sungguh dan perlu keberpihakan untuk memajukan pendidikan, baik itu dilakukan pemerintah maupun swasta atau perusahaan,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi V DPR Imam Nachrowi. Dia juga meminta pihak terkait untuk memperhatikan hak anak atas perlunya membangun kembali sarana pendidikan yang telah hilang. Dia juga meminta pihak yang bertanggung jawab untuk bergerak cepat mengingat saat ini masuk tahun ajaran baru.
“Jangan hanya diam dan fokus pada ganti rugi dan relokasi infrastruktur. Masa depan pendidikan anak juga sangat penting untuk diperhatikan. Tentu saja, untuk masalah kesehatan dan keselamatan warga agar segera ditangani,” kata Imam.
Direktur Walhi Jawa Timur Bambang Catur Nusantara mengatakan, lumpur Lapindo tidak hanya berdampak pada kesehatan dan perekonomian, tapi juga terhadap nasib anak untuk mendapatkan hak pendidikan. (lil)
()