Ijazah palsu, ruang sekolah dijadikan tempat kuliah
A
A
A
Sindonews.com – Proses perkuliahan yang dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 13 Garut dalam kasus terungkapnya ijazah palsu S-1 beberapa waktu lalu dilakukan secara ilegal. Legalitas perkuliahan sebanyak satu minggu sekali yang mengatasnamakan Fakultas Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Pakuan (Unpak) Bogor itu tidak pernah diketahui pihak sekolah.
“Pihak sekolah tidak pernah mengeluarkan izin atas penggunaan ruang kelas untuk kepentingan lain. Apalagi, digunakan untuk kuliah,” kata Ketua Komite Sekolah SMAN 13 Garut Iip Arifin menjelaskan, Senin (11/6/2012).
Namun, Iip mengaku, pada awalnya ia sempat mengira bila pelaksanaan perkuliahan di salah satu ruang kelas sekolah tersebut hanya sebagai salah satu kegiatan yang dilakukan atas seizin kepala sekolah. Hal ini diperkuat dengan keterlibatan seorang anggota komite sekolah, Asep Rahmat, yang kini menjadi tersangka dalam aktivitas perkuliahan.
“Tapi ternyata, kepala sekolah kemudian mengungkapkan kalau ia tidak mengetahui bila aktivitas yang sudah dimulai dari tahun 2009 itu adalah perkuliahan. Kepala sekolah juga tidak pernah memeriksa secara detail kegiatan apa itu. Alasannya, karena di dalamnya ada anggota komite sekolah yang berperan. Jadi pelaksanaannya berlangsung begitu saja. Komite sekolah tidak tahu, begitu pula dengan kepala sekolah. Kami sama-sama baru mengetahui sekarang, setelah ijazah yang dikeluarkan palsu,” ungkapnya.
Meski demikian, lanjut Iip, SMAN 13 Garut tidak akan mengambil tindakan hukum terkait penggunaan salah satu ruang kelas di sekolah mereka. Menurut Iip, pihak sekolah akan sepenuhnya menyerahkan masalah itu ke Polisi.
“Ini merupakan pembelajaran. Mulai saat ini, kami akan memperketat berbagai kegiatan yang menggunakan ruang kelas. Bila digunakan untuk kepentingan di luar sekolah, tentu saja dengan tegas kami akan menolaknya,” ucapnya.
Ketua Serikat Guru Indonesia (Segi) Kabupaten Garut Imam Tamamu Taufiq menuding pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Garut telah melakukan pembiaran terhadap pelaksanaan perkuliahan jarak jauh di SMAN 13 Garut tersebut. Menurut Imam, pihak disdik tidak melakukan pengkajian apakah pelaksanaan perkuliahan itu telah sesuai prosedur atau belum.
“Jelas ini sebuah penyimpangan. Sekolah itu tempat diselenggarakan perkuliahan, dan Dinas Pendidikan harus bertanggung jawab, kenapa ada perkuliahan jarak jauh di sekolah itu. Menurut saya, ini sudah menyalahi aturan. Kami pun meminta agar pihak Pemkab Garut melakukan pendampingan terhadap para guru yang menjadi korban penipuan dalam kasus ini,” katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Garut Elka Nurhakimah membantah bila pihaknya membiarkan pelaksanaan perkuliahan tersebut. Menurut Elka, pihak Disdik Garut dalam kasus ini juga tidak pernah mengetahui adanya perkuliahan di SMAN 13 Garut.
“Ini kan kasus penipuan yang membuat para guru tertipu. Kalau tahu, tentu saja sudah kami larang. Sebab, pelaksanaan perkuliahan itu bukan kewenangan kami. Itu kewenangan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Jadi, dengan tegas saya menolak bila Disdik Garut disebut-sebut melakukan pembiaran,” terangnya.
Sementara itu, Kapolsek Limbangan Kompol Imron Rosadi mengatakan, pihaknya masih memburu otak sindikat penipuan ijazah palsu ini, JA. Sementara empat tersangka lainnya, yaitu Nandang, Agus, Amud, dan Asep Rahmat, masih mendekam di sel Mapolsek Limbangan untuk kepentingan penyidikan.
“Terkait ke-42 guru yang menjadi korban, saat ini masih mengalami trauma. Itu wajar karena mereka memiliki beban moral. Bagaimana pun juga, mereka merasa malu bila ternyata gelar S-1 nya batal karena palsu,” tukasnya.(azh)
“Pihak sekolah tidak pernah mengeluarkan izin atas penggunaan ruang kelas untuk kepentingan lain. Apalagi, digunakan untuk kuliah,” kata Ketua Komite Sekolah SMAN 13 Garut Iip Arifin menjelaskan, Senin (11/6/2012).
Namun, Iip mengaku, pada awalnya ia sempat mengira bila pelaksanaan perkuliahan di salah satu ruang kelas sekolah tersebut hanya sebagai salah satu kegiatan yang dilakukan atas seizin kepala sekolah. Hal ini diperkuat dengan keterlibatan seorang anggota komite sekolah, Asep Rahmat, yang kini menjadi tersangka dalam aktivitas perkuliahan.
“Tapi ternyata, kepala sekolah kemudian mengungkapkan kalau ia tidak mengetahui bila aktivitas yang sudah dimulai dari tahun 2009 itu adalah perkuliahan. Kepala sekolah juga tidak pernah memeriksa secara detail kegiatan apa itu. Alasannya, karena di dalamnya ada anggota komite sekolah yang berperan. Jadi pelaksanaannya berlangsung begitu saja. Komite sekolah tidak tahu, begitu pula dengan kepala sekolah. Kami sama-sama baru mengetahui sekarang, setelah ijazah yang dikeluarkan palsu,” ungkapnya.
Meski demikian, lanjut Iip, SMAN 13 Garut tidak akan mengambil tindakan hukum terkait penggunaan salah satu ruang kelas di sekolah mereka. Menurut Iip, pihak sekolah akan sepenuhnya menyerahkan masalah itu ke Polisi.
“Ini merupakan pembelajaran. Mulai saat ini, kami akan memperketat berbagai kegiatan yang menggunakan ruang kelas. Bila digunakan untuk kepentingan di luar sekolah, tentu saja dengan tegas kami akan menolaknya,” ucapnya.
Ketua Serikat Guru Indonesia (Segi) Kabupaten Garut Imam Tamamu Taufiq menuding pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Garut telah melakukan pembiaran terhadap pelaksanaan perkuliahan jarak jauh di SMAN 13 Garut tersebut. Menurut Imam, pihak disdik tidak melakukan pengkajian apakah pelaksanaan perkuliahan itu telah sesuai prosedur atau belum.
“Jelas ini sebuah penyimpangan. Sekolah itu tempat diselenggarakan perkuliahan, dan Dinas Pendidikan harus bertanggung jawab, kenapa ada perkuliahan jarak jauh di sekolah itu. Menurut saya, ini sudah menyalahi aturan. Kami pun meminta agar pihak Pemkab Garut melakukan pendampingan terhadap para guru yang menjadi korban penipuan dalam kasus ini,” katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Garut Elka Nurhakimah membantah bila pihaknya membiarkan pelaksanaan perkuliahan tersebut. Menurut Elka, pihak Disdik Garut dalam kasus ini juga tidak pernah mengetahui adanya perkuliahan di SMAN 13 Garut.
“Ini kan kasus penipuan yang membuat para guru tertipu. Kalau tahu, tentu saja sudah kami larang. Sebab, pelaksanaan perkuliahan itu bukan kewenangan kami. Itu kewenangan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Jadi, dengan tegas saya menolak bila Disdik Garut disebut-sebut melakukan pembiaran,” terangnya.
Sementara itu, Kapolsek Limbangan Kompol Imron Rosadi mengatakan, pihaknya masih memburu otak sindikat penipuan ijazah palsu ini, JA. Sementara empat tersangka lainnya, yaitu Nandang, Agus, Amud, dan Asep Rahmat, masih mendekam di sel Mapolsek Limbangan untuk kepentingan penyidikan.
“Terkait ke-42 guru yang menjadi korban, saat ini masih mengalami trauma. Itu wajar karena mereka memiliki beban moral. Bagaimana pun juga, mereka merasa malu bila ternyata gelar S-1 nya batal karena palsu,” tukasnya.(azh)
()