Korban salah tangkap akui disiksa oknum polisi

Kamis, 10 Mei 2012 - 19:27 WIB
Korban salah tangkap...
Korban salah tangkap akui disiksa oknum polisi
A A A
Sindonews.com - Keluarga korban salah tangkap mendesak Kepolisian Resor Tulungagung untuk mengusut tindakan main hakim sendiri yang dilakukan pemilik pompa air, termasuk memastikan legalitas senjata api (pistol) yang digunakan untuk mengintimidasi.

Kuasa hukum sekaligus juru bicara (jubir) keluarga korban, Suhadi mengatakan tanpa mendapat laporan sudah selazimnya polisi segera mengambil tindakan.

“Karena saya melihat polisi Tulungagung tidak memiliki reflek hukum. Ada kesan lamban dan menunggu laporan yang masuk terlebih dahulu,“ ujar Suhadi menjelaskan, Kamis (10/5/2012).

Keputusan majelis hakim yang memvonis bebas Jasmani (25) kliennya kata Suhadi bisa menjadi pintu masuk polisi. Sebab, di dalam keterangannya, Jasmani mengaku telah disiksa habis-habisan.

Tanpa alat bukti yang kuat, Roni, warga Desa Tapan pemilik pompa air dengan didampingi seseorang yang diduga oknum polisi langsung mengambil langkah interogasi disertai tindakan kasar terhadap kliennya.

Ditodong pistol, diborgol dan ditampari layaknya binatang. Dan ketika Jasmani terbukti tidak bersalah, lanjut Suhadi, semua tindakan tidak beradab tersebut harus dipertanggungjawabkan secara hukum.

Seperti diketahui, Jasmani dibebaskan setelah seorang saksi di persidangan yang menyatakan dirinyalah sebagai pelaku kejahatan sesungguhnya. Sebelumnya, meski disiksa hingga tak sadarkan diri, Jasmani tidak pernah mengakui perbuatan yang dituduhkannya.

“Tentunya setiap prilaku yang melanggar hukum juga harus memperoleh ganjaranya secara hukum juga, “terangya.

Sebelumnya, selain harus memberikan ganti rugi material, DPRD Kabupaten Tulungagung juga mendesak aparat kepolisian untuk meminta maaf secara terbuka ke publik.

Sebab, kekeliruan hukum tersebut tidak hanya membawa dampak material bagi korban. Rasa traumatis dan cap buruk sebagai pelaku kejahatan akan terus dibawa hingga akhir hayatnya.

Lebih jauh, ia berharap besar Komnas HAM bisa terlibat penuh dalam perkara ini. Sebab, apa yang dialami Jasmani merupakan bentuk nyata dari pelecehan Hak Asasi Manusia (HAM). Sesuai ketentuan HAM, siapa pun yang terbukti bersalah tentunya wajib bertanggung jawab.

“Dan yang bisa melakukan ini (melibatkan HAM) adalah wakil rakyat atau lembaga swadaya masyarakat. Sebab kalau saya adalah kuasa hukum yang hanya mengurusi permasalahan hukumnya, “paparnya.

Mengenai gugatan (material dan imaterial) sebesar Rp520 juta yang sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri Tulungagung, Suhadi masih menunggu jadwal dari PN. Sesuai pengalaman yang ada, proses hukum tidak akan lama berjalan.

“Paling minggu depan persidangan bisa digelar. Kita masih menunggu itu, “pungkasnya.

Secara terpisah Wakapolres Tulungagung Komisaris Polisi Wiyogo Pamungkas mengaku sudah melakukan evaluasi internal kelembagaanya. Semua petugas yang terlibat menangani perkara Jasmani dikumpulkan guna memastikan sejauh mana kebenaran yang ada.

“Kita sudah melakukan gelar perkara ulang untuk menyelesaikan masalah ini, “ujarnya. Menanggapi tuduhan salah tangkap, Wiyogo menjelaskan bahwa secara prosedur sebelum menetapkan seseorang sebagai pelaku kejahatan, tentunya polisi telah membekali diri dengan alat bukti yang cukup.

Artinya, penetapan sebagai tersangka, termasuk menjebloskan ke dalam penjara tidak dilakukan tanpa perhitungan hukum yang matang.

“Ibarat orang memasak, menu itu kemudian diserahkan ke kejaksaan. Dan selanjutnya jaksa yang mengolahnya untuk diserahkan ke pengadilan, “paparnya.

Terkait dengan penangkapan dan penyidikan, Wiyogo juga mengaku sudah berulangkali menginstruksikan kepada bawahan untuk tidak memasukkan unsur kekerasan. Apa yang disampaikannya itu secara implisit menegaskan bahwa dugaan keterlibatan oknum yang ikut menganiaya Jasmani adalah bentuk pelanggaran.

Termasuk juga dengan adanya senpi (pistol) yang digunakan Roni, Wiyogo berjanji akan mendalaminya lebih jauh. “Saya justru baru mendengar adanya senpi itu. Kita akan dalami ini. Kita akan pastikan mengingat yang bersangkutan (Roni) merupakan warga sipil,“ pungkasnya.(azh)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6787 seconds (0.1#10.140)