IPW desak anggota Brimob dihukum berat
A
A
A
Sindonews.com - Hukuman disiplin berupa teguran dan penundaan pendidikan selama setahun bagi anggota Brimob yang diduga sebagai pelaku penembakan anggota Kostrad di Gorontalo menuai protes Indonesia Police Watch (IPW).
Hukuman itu dinilai terlalu ringan dan tidak menimbulkan efek jera serta hanya mencederai rasa keadilan masyarakat, terutama anggota TNI yang rekannya tewas. Bisa jadi, mereka sakit hati dan menyimpan dendam pada Polri.
Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW) Neta S Pane mendesak agar Polri menangani kasus itu dengan profesional. "Ada lima hal yang harus diusut Polri dalam insiden Gorontalo. Pertama, Polri harus mencari siapa yang memerintahkan patroli Brimob tersebut dan memberinya sanksi," ujar Neta.
Kedua, lanjutnya, Polri harus mengusut kebohongan publik yang dilakukan jajaran Polda Gorontalo yang semula mengatakan enam anggota TNI tersebut ditembak dengan peluru karet, padahal nyatanya ditembak dengan peluru tajam.
"Ketiga, penembakan dengan peluru tajam harus diusut tuntas dan ditelusuri siapa yang memerintahkan. Penembak maupun atasan yang memerintahkan penembakan harus ditindak dan diproses secara pidana," ujarnya lagi.
Keempat, kematian anggota TNI akibat peluru tajam anggota Brimob harus diusut tuntas dan pelakukan harus dipecat serta dihukum berat. Penembakan tanpa alasan jelas yang menyebabkan kematian, apalagi yang mati adalah anggota TNI, adalah tindak pidana berat. Ancaman hukumannya di atas 15 tahun penjara.
"Jadi, sangat aneh, jika ada anggota TNI terbunuh, dan polisi tersangka pmbunuhnya hanya hukuman disiplin, berupa teguran. Jika ini dibiarkan, publik akan bertanya, hukum seperti apa yang mau ditegakkan Polri di negeri ini," ungkap Neta.
Pola-pola hukuman seperti itulah, menurut Neta yang bisa memicu kemarahan oknum-oknum TNI terhadap polisi. Yang bukan mustahil bisa memicu kemarahan dan main hakim sendiri serta menebar kebencian pada polisi, yang pada akhirnya bentrok antara TNI dan Polri tidak pernah berkesudahan.(lin)
Hukuman itu dinilai terlalu ringan dan tidak menimbulkan efek jera serta hanya mencederai rasa keadilan masyarakat, terutama anggota TNI yang rekannya tewas. Bisa jadi, mereka sakit hati dan menyimpan dendam pada Polri.
Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW) Neta S Pane mendesak agar Polri menangani kasus itu dengan profesional. "Ada lima hal yang harus diusut Polri dalam insiden Gorontalo. Pertama, Polri harus mencari siapa yang memerintahkan patroli Brimob tersebut dan memberinya sanksi," ujar Neta.
Kedua, lanjutnya, Polri harus mengusut kebohongan publik yang dilakukan jajaran Polda Gorontalo yang semula mengatakan enam anggota TNI tersebut ditembak dengan peluru karet, padahal nyatanya ditembak dengan peluru tajam.
"Ketiga, penembakan dengan peluru tajam harus diusut tuntas dan ditelusuri siapa yang memerintahkan. Penembak maupun atasan yang memerintahkan penembakan harus ditindak dan diproses secara pidana," ujarnya lagi.
Keempat, kematian anggota TNI akibat peluru tajam anggota Brimob harus diusut tuntas dan pelakukan harus dipecat serta dihukum berat. Penembakan tanpa alasan jelas yang menyebabkan kematian, apalagi yang mati adalah anggota TNI, adalah tindak pidana berat. Ancaman hukumannya di atas 15 tahun penjara.
"Jadi, sangat aneh, jika ada anggota TNI terbunuh, dan polisi tersangka pmbunuhnya hanya hukuman disiplin, berupa teguran. Jika ini dibiarkan, publik akan bertanya, hukum seperti apa yang mau ditegakkan Polri di negeri ini," ungkap Neta.
Pola-pola hukuman seperti itulah, menurut Neta yang bisa memicu kemarahan oknum-oknum TNI terhadap polisi. Yang bukan mustahil bisa memicu kemarahan dan main hakim sendiri serta menebar kebencian pada polisi, yang pada akhirnya bentrok antara TNI dan Polri tidak pernah berkesudahan.(lin)
()