Istri bos swalayan aniaya kasir
A
A
A
Sindonews.com - Winda Hatiningrum (24) berusaha bersikap profesional. Sebagai kasir di salah satu swalayan di Kota Tulungagung, warga Desa Notorejo, Kecamatan Gondang ini berusaha memegang pemasukan dan pengeluaran uang yang diterimanya.
Namun, tidak bagi Nurul (50), istri Suyanto (55), majikanya. Sebagai istri pemilik usaha, warga Kelurahan Jepun, Kecamatan Kota Tulungagung tersebut seenaknya meminta uang. Winda bersikukuh bertahan. Sebab, apa yang terjadi kepada keuangan perusahaan merupakan tanggung jawabnya.
Nurul pun meradang. Sambil ngomel-ngomel tangannya bersarang ke wajah Winda. Tidak puas dengan itu, dia juga mencakari muka dan dagu Winda. Selain lebam membiru pada bagian mata, akibat penganiayaan tersebut juga meninggalkan jejak luka memanjang pada dagu.
Yang bersangkutan terpaksa dirawat di RSU Bhayangkara Tulungagung dan memutuskan membawa permasalahan tersebut ke hadapan hukum.
"Saat ini kasusnya tengah ditangani petugas. Luka akibat penganiayaan juga telah dilakukan visum dokter," ujar Kaur Bin Ops Polres Tulungagung Inspektur Satu Siswanto kepada wartawan, Kamis 21 April 2012.
Korban belum satu bulan dipercaya memegang pembukuan keuangan perusahaan. Itu setelah Suyanto sang majikan melihat ketidaksinkronan antara jumlah dagangan yang laku dengan nominal uang yang masuk. Sebelum penganiayaan terjadi, kata Winda kepada petugas, Nurul dan anaknya kerap meminta uang kepadanya.
Bahkan, tidak jarang karena merasa tidak sabar mengambil sendiri di laci penyimpanan uang. "Nominalnya bervariasi. Mulai Rp50 ribu, Rp100 ribu hingga Rp300 ribu per hari," terang Siswanto.
Awalnya korban hanya mendiamkan. Sebagai bawahan dirinya sadar bahwa tidak memiliki kuasa untuk menolak keinginan tersebut. Dia mulai berani mencoba menghalangi setelah Suyanto memberi penegasan kepadanya, bahwa setiap rupiah yang keluar dari laci penyimpanan harus dibuat laporan secara terperinci.
Jika ada kejanggalan keuangan, dirinyalah yang dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. "Karena takut disalahkan itulah pelapor kemudian berani menolak permintaan terlapor hingga terjadi peristiwa penganiayaan tersebut," papar Siswanto.
Penganiayaan berlangsung di ruang swalayan. Dihadapan para pembeli korban dibuat bulan-bulanan. Melihat korbanya kesakitan dan menangis, pelaku tidak juga berhenti. Bahkan yang bersangkutan terlihat semakin bersemangat.
"Saya malu sekali. Karena semua itu dilakukan dihadapan orang lain. Untungnya ada yang melerai," tutur Winda.
Dalam kasus ini penyidik telah menyiapkan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Jika memang nantinya terbukti bersalah, istri bos swalayan tersebut terancam menjalani hukuman maksimal lima tahun penjara. (san)
Namun, tidak bagi Nurul (50), istri Suyanto (55), majikanya. Sebagai istri pemilik usaha, warga Kelurahan Jepun, Kecamatan Kota Tulungagung tersebut seenaknya meminta uang. Winda bersikukuh bertahan. Sebab, apa yang terjadi kepada keuangan perusahaan merupakan tanggung jawabnya.
Nurul pun meradang. Sambil ngomel-ngomel tangannya bersarang ke wajah Winda. Tidak puas dengan itu, dia juga mencakari muka dan dagu Winda. Selain lebam membiru pada bagian mata, akibat penganiayaan tersebut juga meninggalkan jejak luka memanjang pada dagu.
Yang bersangkutan terpaksa dirawat di RSU Bhayangkara Tulungagung dan memutuskan membawa permasalahan tersebut ke hadapan hukum.
"Saat ini kasusnya tengah ditangani petugas. Luka akibat penganiayaan juga telah dilakukan visum dokter," ujar Kaur Bin Ops Polres Tulungagung Inspektur Satu Siswanto kepada wartawan, Kamis 21 April 2012.
Korban belum satu bulan dipercaya memegang pembukuan keuangan perusahaan. Itu setelah Suyanto sang majikan melihat ketidaksinkronan antara jumlah dagangan yang laku dengan nominal uang yang masuk. Sebelum penganiayaan terjadi, kata Winda kepada petugas, Nurul dan anaknya kerap meminta uang kepadanya.
Bahkan, tidak jarang karena merasa tidak sabar mengambil sendiri di laci penyimpanan uang. "Nominalnya bervariasi. Mulai Rp50 ribu, Rp100 ribu hingga Rp300 ribu per hari," terang Siswanto.
Awalnya korban hanya mendiamkan. Sebagai bawahan dirinya sadar bahwa tidak memiliki kuasa untuk menolak keinginan tersebut. Dia mulai berani mencoba menghalangi setelah Suyanto memberi penegasan kepadanya, bahwa setiap rupiah yang keluar dari laci penyimpanan harus dibuat laporan secara terperinci.
Jika ada kejanggalan keuangan, dirinyalah yang dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. "Karena takut disalahkan itulah pelapor kemudian berani menolak permintaan terlapor hingga terjadi peristiwa penganiayaan tersebut," papar Siswanto.
Penganiayaan berlangsung di ruang swalayan. Dihadapan para pembeli korban dibuat bulan-bulanan. Melihat korbanya kesakitan dan menangis, pelaku tidak juga berhenti. Bahkan yang bersangkutan terlihat semakin bersemangat.
"Saya malu sekali. Karena semua itu dilakukan dihadapan orang lain. Untungnya ada yang melerai," tutur Winda.
Dalam kasus ini penyidik telah menyiapkan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Jika memang nantinya terbukti bersalah, istri bos swalayan tersebut terancam menjalani hukuman maksimal lima tahun penjara. (san)
()