Tarif kamar RSUD Sidoarjo cekik pasien miskin
A
A
A
Sindonews.com - Pasien miskin yang akan berobat di RSUD Sidoarjo harus siap-siap mengeluarkan uang lebih. Pasalnya, tarif kamar kelas 3 dalam waktu dekat akan dinaikkan.
Rencana kenaikan tarif kelas 3 RSUD Sidoarjo kini masih dibahas Pansus Raperda Pelayanan Rumah Sakit. Tarif kamar kelas 3 yang semula Rp 102 ribu akan dinaikkan menjadi Rp 150 ribu perhari.
Bila ini diberlakukan, tentu akan mencekik masyarakat miskin. Terutama masyarakat miskin yang tidak tercover Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), SKTM dan Jamkesda.
Anggota Pansus Raperda Pelayanan Rumah Sakit, Aditya Nindyatman mengatakan jika itu diberlakukan maka akan membuat masyarakat kecil semakin sengsara. Selain itu, lanjut dia, Raperda pelayanan RSUD yang diusulkan Pemkab Sidoarjo dan RSUD yang banyak menimbulkan pertanyaan.
"Raperda yang berisi besar tarif kelas 3 yang diusulkan itu dari Rp 102.000 menjadi 150.000/hari. Kenaikan itu memberikan dampak yang tidak kecil bagi masyarakat dan pemkab,” ujar Aditya Nindyatman.
RSUD Sidoarjo sudah menjadi badan layanan umum daerah dan badan otonomi yang dapat mengatur keuangan sendiri. Dengan kata lain, pendapatan RSUD akan disetor ke Pemkab Sidoarjo kemudian akan diperuntukkan ke RSUD lagi.
Seharusnya, lanjut Ketua DPD PKS Sidoarjo tersebut, apabila ada permintaan tambahan dana maka RSUD dapat meminta kepada Pemkab tentang kekurangan-kekurangan dana tersebut. Tetapi tidak menaikkan tarif kamar untuk warga miskin.
Kenaikan tarif kelas 3 justru membebankan Anggaran Pemerintah Belanja Daerah (APBD) Sidoarjo. Karena, rata-rata pasien yang dirawat di kelas 3 tercover Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Sebab, nantinya dana yang dikeluarkan Pemkab untuk Jamkesda akan semakin besar.
Dalam rapat pansus, biaya yang diusulkan Rp 150 ribu jauh dari unit cost sebesar Rp 225 ribu. Artinya, angka Rp 225 ribu itu sesuai dengan penghitungan dari pihak RSUD untuk kamar kelas 3. "Tapi kenapa tarif dijatuhkan Rp 150 ribu. Kok tidak sekalian saja Rp 225.000 sesuai hitungan biar APBD tambah jebol. Karena harus membayar Jamkesda yang nominalnya besar," tandas pria yang juga Sekretaris Komisi B tersebut.
Pihak RSUD jangan mencari break even point (BEP) dari pasien yang dirawat di kelas 3 karena di kamar itu tempatnya orang tidak mampu dirawat. Apabila mencari keuntungan, RSUD bisa mencari melalui pavilion, kelas 1 dan 2.
Begitu pula, dokter, perawat dan tenaga medis lainnya sudah digaji RSUD. Selain itu, juga mendapat tunjangan medis sebesar 44 persen mendekati 50 persen sangat besar. Sehingga, keuntungan RSUD harus dicarikan dari luar ruang kelas 3. Biaya untuk penunjang kelas 3 juga harus dibedakan dengan kelas yang lain seperti rontgen.
Wakil Direktur RSUD Sidoarjo, Syafrudin mengakui kenaikan tarif untuk menyesuaikan kebutuhan yang ada. Dia mencontohkan, sekali makan pasien yang dulu ditetapkan Rp 7.000 sekarang sudah berubah harga. "Bahan bekas pakai seperti alkohol, betadine dan kebutuhan lain juga sudah mengalami kenaikan," ujarnya.
Karena kenaikan itulah, membuat RSUD harus menyesuaikan tarif. Bahkan, Syafrudin menandaskan untuk bahan bekas pakai sudah mencapai 30 persen namun pihaknya masih menetapkan aturan lama. (wbs)
Rencana kenaikan tarif kelas 3 RSUD Sidoarjo kini masih dibahas Pansus Raperda Pelayanan Rumah Sakit. Tarif kamar kelas 3 yang semula Rp 102 ribu akan dinaikkan menjadi Rp 150 ribu perhari.
Bila ini diberlakukan, tentu akan mencekik masyarakat miskin. Terutama masyarakat miskin yang tidak tercover Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), SKTM dan Jamkesda.
Anggota Pansus Raperda Pelayanan Rumah Sakit, Aditya Nindyatman mengatakan jika itu diberlakukan maka akan membuat masyarakat kecil semakin sengsara. Selain itu, lanjut dia, Raperda pelayanan RSUD yang diusulkan Pemkab Sidoarjo dan RSUD yang banyak menimbulkan pertanyaan.
"Raperda yang berisi besar tarif kelas 3 yang diusulkan itu dari Rp 102.000 menjadi 150.000/hari. Kenaikan itu memberikan dampak yang tidak kecil bagi masyarakat dan pemkab,” ujar Aditya Nindyatman.
RSUD Sidoarjo sudah menjadi badan layanan umum daerah dan badan otonomi yang dapat mengatur keuangan sendiri. Dengan kata lain, pendapatan RSUD akan disetor ke Pemkab Sidoarjo kemudian akan diperuntukkan ke RSUD lagi.
Seharusnya, lanjut Ketua DPD PKS Sidoarjo tersebut, apabila ada permintaan tambahan dana maka RSUD dapat meminta kepada Pemkab tentang kekurangan-kekurangan dana tersebut. Tetapi tidak menaikkan tarif kamar untuk warga miskin.
Kenaikan tarif kelas 3 justru membebankan Anggaran Pemerintah Belanja Daerah (APBD) Sidoarjo. Karena, rata-rata pasien yang dirawat di kelas 3 tercover Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Sebab, nantinya dana yang dikeluarkan Pemkab untuk Jamkesda akan semakin besar.
Dalam rapat pansus, biaya yang diusulkan Rp 150 ribu jauh dari unit cost sebesar Rp 225 ribu. Artinya, angka Rp 225 ribu itu sesuai dengan penghitungan dari pihak RSUD untuk kamar kelas 3. "Tapi kenapa tarif dijatuhkan Rp 150 ribu. Kok tidak sekalian saja Rp 225.000 sesuai hitungan biar APBD tambah jebol. Karena harus membayar Jamkesda yang nominalnya besar," tandas pria yang juga Sekretaris Komisi B tersebut.
Pihak RSUD jangan mencari break even point (BEP) dari pasien yang dirawat di kelas 3 karena di kamar itu tempatnya orang tidak mampu dirawat. Apabila mencari keuntungan, RSUD bisa mencari melalui pavilion, kelas 1 dan 2.
Begitu pula, dokter, perawat dan tenaga medis lainnya sudah digaji RSUD. Selain itu, juga mendapat tunjangan medis sebesar 44 persen mendekati 50 persen sangat besar. Sehingga, keuntungan RSUD harus dicarikan dari luar ruang kelas 3. Biaya untuk penunjang kelas 3 juga harus dibedakan dengan kelas yang lain seperti rontgen.
Wakil Direktur RSUD Sidoarjo, Syafrudin mengakui kenaikan tarif untuk menyesuaikan kebutuhan yang ada. Dia mencontohkan, sekali makan pasien yang dulu ditetapkan Rp 7.000 sekarang sudah berubah harga. "Bahan bekas pakai seperti alkohol, betadine dan kebutuhan lain juga sudah mengalami kenaikan," ujarnya.
Karena kenaikan itulah, membuat RSUD harus menyesuaikan tarif. Bahkan, Syafrudin menandaskan untuk bahan bekas pakai sudah mencapai 30 persen namun pihaknya masih menetapkan aturan lama. (wbs)
()