RSUD Andi Makkasau diskriminasi ODHA
A
A
A
Sindonews.com - Orang dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) atau ODHA mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau, Kota Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Pihak rumah sakit dianggap telah mendiskriminasi penderita HIV/AIDS, baik dari segi perlakuan maupun dari segi pelayanan medis. "Saya kecewa dengan perlakuan RSUD Andi Makkasau," ujar Michael (26) menjelaskan, Jumat (13/4/2012).
Setelah diketahui berstatus ODHA, Michael merasa telah diperlakukan berbeda oleh pihak RSUD. Perlakukan berbeda tersebut, menurut Michael seperti pengusiran secara halus.
"Perawat seakan jijik dengan saya dan menolak tindakan medis kepada saya. Saya dipaksa menandatangani dokumen keterangan pulang paksa, tapi saya ditolak. Karena saya meninggalkan rumah sakit karena diusir, bukan karena keinginan saya," paparnya.
Bahkan, kata Michael, ketika mengajukan permintaan operasi kepada pihak medis setempat, meski telah memiliki hasil Voluntary Counseling and Testin (VCT) yang dilakukannya di Makassar, namun pihak RSUD Andi Makkasau tetap memaksa untuk melakukan VCT ulang. Makanya, kata Michael, dia memilih ke RS Wahidin untuk mendapatkan pelayanan medis khusus ODHA.
"Dokter yang menangani saya menolak memberi pelayanan medis kalau hasil VCT saya positif. Perlakuan rumah sakit tersebut betul-betul melukai saya selaku ODHA. Makanya saya ke Makassar, karena di sana saya merasa lebih dimanusiakan. Tapi bagaimana dengan pelakuan ODHA lainnya yang berasal dari keluarga tidak mampu," katanya.
Terpisah, Program Officer KPA Kota Parepare Muslimin A Latief ikut menyayangkan sikap RSUD Andi Makkasau yang merupakan rumah sakit rujukan, tapi justru melalukan penolakan terhadap pasien berstatus ODHA.
"Pihak rumah sakit tidak berhak mendiskriminasi ODHA. Kita akan koordinasikan masalah ini dengan Wali Kota. Kita juga akan melaporkan penolakan rumah sakit tersebut terhadap ODHA ke provinsi. Karena rumah sakit tersebut sudah melanggar regulasi penanganan pasien dengan HIV AIDS," tegasnya.
Ternyata kasus serupa tidak hanya sekali terjadi di RSUD Andi Makkasau. Menurut Surianti, Care and Support (CS) program officer KPA Kota Parepare, penolakan pasien berstatus ODHA di RSUD Andi Makkasau sebenarnya kerap terjadi. Intimidasi dengan mengungkap status penderita HIV/AIDS juga terus berulang.
Terakhir, kata Surianti, penulisan B20 (kode untuk kasus HIV AIDS) pada sampul depan rekam medis ODHA sengaja dilakukan pihak rumah sakit setempat. Selain itu konseling terhadap ODHA dilakukan di ruang terbuka.
"Sebelumnya ada ODHA yang tengah hamil, dirujuk paksa ke Makassar meski belum waktunya. Belum termasuk pembongkaran identitas ODHA yang dipampang di papan daftar pasien. Kita harapkan RSUD Andi Makkasau lebih profesional," katanya.
Direktur RSUD Andi Makkasau Jamal membantah hal tersebut. Jamal mengatakan, tidak ada diskriminasi ODHA dan pihaknya tetap melayani pasien dengan kasus medis khusus seperti penderita HIV/AIDS.
Terkait penolakan operasi yang dilakukan tenaga medis setempat, Jamal mengatakan, penundaan operasi dilakukan lantaran dokter yang bersangkutan harus menjalanan ibadah umroh sehingga pasien tersebut diberi rujukan ke Makassar.
"Jadi tidak ada diskriminasi. Lagian prosedur operasi pasien dengan status apapun tetap sama. Masalah ini sudah kami rapatkan. Kami siap melayani pasien ODHA," tandasnya.(azh)
Pihak rumah sakit dianggap telah mendiskriminasi penderita HIV/AIDS, baik dari segi perlakuan maupun dari segi pelayanan medis. "Saya kecewa dengan perlakuan RSUD Andi Makkasau," ujar Michael (26) menjelaskan, Jumat (13/4/2012).
Setelah diketahui berstatus ODHA, Michael merasa telah diperlakukan berbeda oleh pihak RSUD. Perlakukan berbeda tersebut, menurut Michael seperti pengusiran secara halus.
"Perawat seakan jijik dengan saya dan menolak tindakan medis kepada saya. Saya dipaksa menandatangani dokumen keterangan pulang paksa, tapi saya ditolak. Karena saya meninggalkan rumah sakit karena diusir, bukan karena keinginan saya," paparnya.
Bahkan, kata Michael, ketika mengajukan permintaan operasi kepada pihak medis setempat, meski telah memiliki hasil Voluntary Counseling and Testin (VCT) yang dilakukannya di Makassar, namun pihak RSUD Andi Makkasau tetap memaksa untuk melakukan VCT ulang. Makanya, kata Michael, dia memilih ke RS Wahidin untuk mendapatkan pelayanan medis khusus ODHA.
"Dokter yang menangani saya menolak memberi pelayanan medis kalau hasil VCT saya positif. Perlakuan rumah sakit tersebut betul-betul melukai saya selaku ODHA. Makanya saya ke Makassar, karena di sana saya merasa lebih dimanusiakan. Tapi bagaimana dengan pelakuan ODHA lainnya yang berasal dari keluarga tidak mampu," katanya.
Terpisah, Program Officer KPA Kota Parepare Muslimin A Latief ikut menyayangkan sikap RSUD Andi Makkasau yang merupakan rumah sakit rujukan, tapi justru melalukan penolakan terhadap pasien berstatus ODHA.
"Pihak rumah sakit tidak berhak mendiskriminasi ODHA. Kita akan koordinasikan masalah ini dengan Wali Kota. Kita juga akan melaporkan penolakan rumah sakit tersebut terhadap ODHA ke provinsi. Karena rumah sakit tersebut sudah melanggar regulasi penanganan pasien dengan HIV AIDS," tegasnya.
Ternyata kasus serupa tidak hanya sekali terjadi di RSUD Andi Makkasau. Menurut Surianti, Care and Support (CS) program officer KPA Kota Parepare, penolakan pasien berstatus ODHA di RSUD Andi Makkasau sebenarnya kerap terjadi. Intimidasi dengan mengungkap status penderita HIV/AIDS juga terus berulang.
Terakhir, kata Surianti, penulisan B20 (kode untuk kasus HIV AIDS) pada sampul depan rekam medis ODHA sengaja dilakukan pihak rumah sakit setempat. Selain itu konseling terhadap ODHA dilakukan di ruang terbuka.
"Sebelumnya ada ODHA yang tengah hamil, dirujuk paksa ke Makassar meski belum waktunya. Belum termasuk pembongkaran identitas ODHA yang dipampang di papan daftar pasien. Kita harapkan RSUD Andi Makkasau lebih profesional," katanya.
Direktur RSUD Andi Makkasau Jamal membantah hal tersebut. Jamal mengatakan, tidak ada diskriminasi ODHA dan pihaknya tetap melayani pasien dengan kasus medis khusus seperti penderita HIV/AIDS.
Terkait penolakan operasi yang dilakukan tenaga medis setempat, Jamal mengatakan, penundaan operasi dilakukan lantaran dokter yang bersangkutan harus menjalanan ibadah umroh sehingga pasien tersebut diberi rujukan ke Makassar.
"Jadi tidak ada diskriminasi. Lagian prosedur operasi pasien dengan status apapun tetap sama. Masalah ini sudah kami rapatkan. Kami siap melayani pasien ODHA," tandasnya.(azh)
()