Ditelantarkan orangtua dan disiksa majikan
A
A
A
Sindonews.com - Sri Purwati tak pernah menyangka perpisahan orangtuanya pada 1984 berujung malapetaka bagi dirinya. Sri yang saat itu berusia 6 tahun memulai lembaran derita kehidupannya.
Dia tak tahu pasti apa penyebab ayahnya Petan Sutrisno dan ibunya Fatimah berpisah.Sang ayah memutuskan kembali ke Desa Jumo, Temanggung,Jawa Tengah,membawa adiknya Budiono. Sedangkan,Sri bersama ibunya tetap berada di Sumatera Utara (Sumut).“Saya enggak ingat lagi.Waktu itu ayah beralasan katanya mau kumpul sama keluarga yang sedang ada pesta di Jawa.Tapi, setelah itu enggak balik-balik lagi,”ucap Sri kepada wartawan kemarin.
Dengan terbata-bata Sri bercerita,setelah ayah dan ibunya berpisah,ibunya sempat menikah lagi dengan pria bernama Juhari dan tinggal berpindah-pindah di Sumut. Saat bermukim di Medan,Sri sempat disekolahkan,meskipun hanya selama tiga bulan. Saat usia Sri menjelang 9 tahun, entah bagaimana ceritanya tiba-tiba ibunya Fatimah terjerumus ke lembah hitam di lokalisasi di Bukit Maraja, Simalungun, Sumut.
Tak lama berselang, perempuan itu melarikan diri entah kemana dan Sri ditinggalkan begitu saja. Belakangan bocah malang ini ditemukan seorang mucikari bernama A Eng dan dibawa ke Medan.A Eng mempekerjakan Sri sebagai pembantu di beberapa rumah di Kampung Lalang,Medan.Lantaran selama dua bulan tidak mendapat upah,Sri pun melarikan diri. Dalam pelarian,dia bertemu PRS yang kemudian membawanya ke rumah keluarganya di Jalan KH Zainul Arifin Medan.
Sempat mengira akan diselamatkan dan dijadikan anak,ternyata Sri kembali dijadikan pembantu rumah tangga.Bahkan,tak hanya tidak diberikan gaji,namun selama 25 tahun kerap diperlakukan tidak manusiawi. Selama menjadi pembantu di rumah PRS,berbagai perlakuan kasar dialami Sri.Dia kerap dipukul,dijambak,dan dimaki. Bahkan,perempuan ini dua kali nyaris diperkosa kerabat majikannya yang masih remaja. “Kulaporkan sama Bapak itu (PRS),tapi dia bilang biasa itu,”tuturnya.
Sampai akhirnya, 8 Februari lalu, Sri berhasil melarikan diri setelah dianiaya keluarga majikannya. Atas bantuan kepala lingkungan (kepling) bernama Fahmi, dia melaporkan kekejaman PRS ke Polsekta Medan Kota.
Tidak banyak yang diharapkan Sri, dia hanya ingin bisa bertemu lagi dengan keluarganya. “Saya enggak ingat bagaimana wajah ayah,ibu dan adik.Tapi saya sangat ingin ketemu sama ayah dan keluarga saya,”ucapnya dengan mata berkaca-kaca. (wbs)
Dia tak tahu pasti apa penyebab ayahnya Petan Sutrisno dan ibunya Fatimah berpisah.Sang ayah memutuskan kembali ke Desa Jumo, Temanggung,Jawa Tengah,membawa adiknya Budiono. Sedangkan,Sri bersama ibunya tetap berada di Sumatera Utara (Sumut).“Saya enggak ingat lagi.Waktu itu ayah beralasan katanya mau kumpul sama keluarga yang sedang ada pesta di Jawa.Tapi, setelah itu enggak balik-balik lagi,”ucap Sri kepada wartawan kemarin.
Dengan terbata-bata Sri bercerita,setelah ayah dan ibunya berpisah,ibunya sempat menikah lagi dengan pria bernama Juhari dan tinggal berpindah-pindah di Sumut. Saat bermukim di Medan,Sri sempat disekolahkan,meskipun hanya selama tiga bulan. Saat usia Sri menjelang 9 tahun, entah bagaimana ceritanya tiba-tiba ibunya Fatimah terjerumus ke lembah hitam di lokalisasi di Bukit Maraja, Simalungun, Sumut.
Tak lama berselang, perempuan itu melarikan diri entah kemana dan Sri ditinggalkan begitu saja. Belakangan bocah malang ini ditemukan seorang mucikari bernama A Eng dan dibawa ke Medan.A Eng mempekerjakan Sri sebagai pembantu di beberapa rumah di Kampung Lalang,Medan.Lantaran selama dua bulan tidak mendapat upah,Sri pun melarikan diri. Dalam pelarian,dia bertemu PRS yang kemudian membawanya ke rumah keluarganya di Jalan KH Zainul Arifin Medan.
Sempat mengira akan diselamatkan dan dijadikan anak,ternyata Sri kembali dijadikan pembantu rumah tangga.Bahkan,tak hanya tidak diberikan gaji,namun selama 25 tahun kerap diperlakukan tidak manusiawi. Selama menjadi pembantu di rumah PRS,berbagai perlakuan kasar dialami Sri.Dia kerap dipukul,dijambak,dan dimaki. Bahkan,perempuan ini dua kali nyaris diperkosa kerabat majikannya yang masih remaja. “Kulaporkan sama Bapak itu (PRS),tapi dia bilang biasa itu,”tuturnya.
Sampai akhirnya, 8 Februari lalu, Sri berhasil melarikan diri setelah dianiaya keluarga majikannya. Atas bantuan kepala lingkungan (kepling) bernama Fahmi, dia melaporkan kekejaman PRS ke Polsekta Medan Kota.
Tidak banyak yang diharapkan Sri, dia hanya ingin bisa bertemu lagi dengan keluarganya. “Saya enggak ingat bagaimana wajah ayah,ibu dan adik.Tapi saya sangat ingin ketemu sama ayah dan keluarga saya,”ucapnya dengan mata berkaca-kaca. (wbs)
()