Candi Muarojambi terancam musnah

Kamis, 23 Februari 2012 - 12:48 WIB
Candi Muarojambi terancam musnah
Candi Muarojambi terancam musnah
A A A
Sindonews.com - Kawasan situs Candi Muarojambi, salah cultural heritage yang telah jadi objek wisata sejarah dan budaya di Jambi terancam keberadaannya akibat aktivitas tambang dan industri.

Menurut Asep Kambali, pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI), kawasan candi tersebut terancam adanya aktivitas pertambangan dan industri yang merusak world heritage tersebut.

"Kita sebagai penerus bangsa ini tentu harus menolak penghancuran situs sejarah tersebut. Karena telah melanggar Undang-undang Benda Cagar Budaya No.11 Tahun 2010. Ini merupakan kejahatan arkeologi, pidana," tandasnya.

Dia menjelaskan, kawasan kuno Muarojambi ini kini terancam rusak oleh sejumlah industri batubara dan sawit. Karena itu, KHI saat ini tengah menggalang dukungan melalui gerakan'Save Muarajambi'.

Untuk memberikan dukungan, masyarakat dapat mengunjungi alamat situs www.petitions24.com/save_muarajambi. Menurut Asep, langkah ini dilakukan, karena masih banyak masyarakat, termasuk pemerintah dan dunia usaha, belum menyadari pentingnya pelestarian sejarah dan kebudayaan sebagai bekal di masa depan. Karena jatidiri dan identitas kebangsaan hanya bisa dipelajari dari heritage yang kita miliki.

Sebab itu, KHI mengajak semua pihak untuk selamatkan bangsa ini dari kehancuran budaya dan sejarah. "Ini adalah tanggung jawab kita bersama sebagai wujud nasionalisme," katanya.

Sementara itu saat Sindonews mengunjungi alamat www.petitions24.com/save_muarajambi, Kamis (23/2/2012), dalam petisi yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Gubernur Provinsi Jambi,
Bupati Kabupaten Muarojambi, sudah tercatat ada 2.354 tanda tangan dukungan untuk 'Save Muarajambi'.

Dalam petisi tersebut juga tercamtum sejumlah tokoh yang memberikan dukungan dari mulai arkeolog, budayawan, artis, penggiat sejarah, aktivis media, penulis, sampai kalangan ibu rumah tangga.

Kawasan percandian ini terletak di Desa Muarojambi, Desa Dusun Baru, Desa Danau Lamo, Kemingking Luar, Kemingkin Dalam, Kecamatan Maro Sebo, dan Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, 40 kilometer dari ibu kota Provinsi Jambi.

Terbentang sepanjang 7,5 kilometer di tepi sungai Batanghari, inilah kawasan percandian terluas (2.612 hektare) di Indonesia, peninggalan masa Kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya abad 7-14 M.

Selain berisi cagar budaya, Muarojambi juga merupakan habitat alam yang bernilai penting. Di dalamnya terkandung beragam jenis tanaman dan binatang langka Sumatera, yang menggambarkan sistem mata rantai kehidupan hutan tropis. Posisi Jambi di masa itu pun sangat penting, terutama kawasan Muarajambi sebagai lokasi permukiman kuno terbesar dan terpadat di seluruh Pulau Sumatera.

Kawasan ini merupakan salah satu peninggalan sejarah dan kebudayaan yang penting di Nusantara. Dari aspek keagamaan, Muarojambi pernah menjadi salah satu penyebaran ajaran Buddha di Asia bersama Jawa, Tibet, Thailand, dan Kamboja.

Bahkan dipercaya, lokasi ini pernah berperan sebagai pusat pendidikan agama Buddha setelah Nalanda di India. Dunia mengakui bahwa nilai-nilai dan pemikiran Budhisme yang disusun oleh Dharmakirti, sebagai pendeta besar dari Sumatera yang sangat dikagumi, menjadi pembaharu Budhisme di Tibet yang dikenal sebagai ajaran Sherling Pa (ajaran orang Suwarnadwipa/Sumatera/Jambi).

Dari sisi kepurbakalaan, habitasi selama hampir 700 tahun kawasan ini membuktikan pula bahwa Muarojambi pada masa itu menjadi kekuatan politik yang kuat di Asia Tenggara, selain peran ekonominya di kawasan ini dalam konteks dunia sebagai salah satu bandar persinggahan dalam jalur maritime silk road.

Bangsa-bangsa dari Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur pernah tinggal dan melakukan hubungan perdagangan maupun diplomatik di sini. Oleh karena itu, hancurnya kawasan ini akan menghapus ingatan dunia atas peran penting Jambi dalam peta sejarah peradaban manusia.

Persoalannya, ancaman itu kian nyata. Kawasan ini kini dikepung oleh berbagai aktivitas industri yang mengancam kelestariannya. Pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO), terminal penimbunan batubara (stockpile) dan industri hulu lainnya dibangun di zona inti kawasan Muarojambi, seiring dengan percepatan pembangunan setelah diberlakukannya UU Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004.

Hal ini jelas bertentangan dengan upaya menjadikan Muarojambi sebagai kawasan wisata sejarah terpadu yang telah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 22 September 2011. Kondisi ini pun berpotensi besar mengganjal upaya Muarojambi mendapatkan pengakuan dari UNESCO sebagai world heritage, yang kini sudah masuk dalam tentative list badan PBB itu.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0508 seconds (0.1#10.140)