Buruh pabrik marmer mogok tuntut uang makan
A
A
A
Sindonews.com - Ratusan buruh PT Citatah Tbk mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, meminta dilakukannya perundingan dengan pihak manajemn perusahaan marmer itu terkait tuntutan mereka yang minta uang makan sebesar Rp125 ribu.
Saat perundingan dilakukan, negosiasi buruh dengan perusahaan berlangsung alot. Pihak perusahaan yang diwakili Direktur Keuangan Stefany Yohannis dan Manajer HRD Nursalam menjelaskan, perusahaan tidak sanggup untuk membayar uang makan sesuai dengan permintaan buruh.
Awalnya, perusahaan menawarkan uang makan sebesar Rp41 ribu per bulan per orang. Tentu saja, tawaran ini ditolak mentah-mentah buruh yang tergabung dalam serikat pekerja. Mereka lebih memilih untuk dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) daripada menerima uang makan yang ditawarkan perusahaan karena dinilai sangat kecil.
Pertemuan dengan perusahaan pun buntu. Akhirnya, buruh yang diwakili Ketua Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (FSP-KEP) Kadir Emo bersikap lembek. Mereka menurunkan tuntutannya dari semula Rp125 ribu menjadi Rp100 ribu per bulan atau Rp4.000 per hari untuk 25 hari kerja.
Kendati melunak, perusahaan tetap keukeuh dan hanya mau membayar Rp45 ribu. Akhirnya, tidak ada keputusan yang diambil dalam pertemuan itu. Para buruh berjanji kembali mogok dan menduduki perusahaan marmer terbesar di Asia Tenggara itu. (san)
Saat perundingan dilakukan, negosiasi buruh dengan perusahaan berlangsung alot. Pihak perusahaan yang diwakili Direktur Keuangan Stefany Yohannis dan Manajer HRD Nursalam menjelaskan, perusahaan tidak sanggup untuk membayar uang makan sesuai dengan permintaan buruh.
Awalnya, perusahaan menawarkan uang makan sebesar Rp41 ribu per bulan per orang. Tentu saja, tawaran ini ditolak mentah-mentah buruh yang tergabung dalam serikat pekerja. Mereka lebih memilih untuk dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) daripada menerima uang makan yang ditawarkan perusahaan karena dinilai sangat kecil.
Pertemuan dengan perusahaan pun buntu. Akhirnya, buruh yang diwakili Ketua Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (FSP-KEP) Kadir Emo bersikap lembek. Mereka menurunkan tuntutannya dari semula Rp125 ribu menjadi Rp100 ribu per bulan atau Rp4.000 per hari untuk 25 hari kerja.
Kendati melunak, perusahaan tetap keukeuh dan hanya mau membayar Rp45 ribu. Akhirnya, tidak ada keputusan yang diambil dalam pertemuan itu. Para buruh berjanji kembali mogok dan menduduki perusahaan marmer terbesar di Asia Tenggara itu. (san)
()