Nasib buruh migran masih kelam

Kamis, 05 Januari 2012 - 14:08 WIB
Nasib buruh migran masih kelam
Nasib buruh migran masih kelam
A A A
Sindonews.com - Sepanjang tahun 2011 nasib buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri masih kelam. Penderitaan para pahlawan devisa ini rupanya kian tak berujung.

Menurut Divisi Advokasi Migrant Institute Suprapti , pemerintah masih kurang memperhatikan nasib para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Berdalih, menyediakan lapangan pekerjaan yang layak justru negara malah sibuk mencari peluang guna 'mengekspor' tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Pemerintah, mematok target devisa.

"Tapi perbaikan perlindungan yang dijanjikan pemerintah nyatanya masih sebatas wacana belaka," kata Suprapti, Kamis (5/1/2011).

Beragam kisah pilu para TKI pada tahun 2011. Dia menjelaskan, di awal tahun itu sudah dikejutkan Darsem, TKW asal Subang, Jawa Barat. Dia divonis hukuman mati dengan tuduhan membunuh majikannya yang warga negara Yaman.

Setelah melakukan negosiasiasi akhirnya hukuman mati untuk Darsem dibatalkan, namun dia diharuskan membayar diyat (denda) sebesar Rp4,6 miliar. Jumlah yang tentunya sangat banyak bagi seorang BMI.

Kemudian dalam pidato di Konfrensi ILO yang ke- 100, Presiden SBY mendapatkan "standing ovation" setelah menyampaikan pidatonya bertajuk "Forging A New Globl Employment Framework for Social Justice and Equality".

Rupanya, belum segenap sepekan pidato ini disampaikan, publik dikejutkan dengan dipancungnya Ruyati binti Satubi, TKW asal Bekasi yang bekerja di Arab Saudi pada 18 Juni 2011 lalu. Ruyati dituduh membunuh majikannya. Publik marah, perlindungan yang disampaikan oleh pemerintah nyatanya hanya pepesan kosong belaka.

Dipancungnya Ruyati jelas merupakan bukti nyata kelalaian dan absennya pemerintah dalam melindungi warga negaranya. Reaksi atas pemancungan Ruyati sangat dahsyat, berbagai elemen yang peduli akan nasib buruh migran menggelar aksi. Berbagai media massa pun memberitakannya selama berhari-hari.

"Imbas dari dipancungnya Ruyati itu pemerintah membentuk Satgas TKI yang bertugas membebaskan buruh migran yang terancam hukuman mati di sejumlah negara," kata mantan TKW yang pernah bekerja di Hongkong itu.

Satgas yang pembentukannya konon menghabiskan anggaran Rp100 miliar ini ternyata juga tak punya gigi. Beberapa buruh migran yang sudah mendapatkan vonis tetap hukuman mati sampai saat ini belum juga bisa dibebaskan.

Saat ini ada dua buruh migran Indonesia yang nasibnya sudah di ujung tanduk. Pertama, Tuti Tursilawati asal Majalengka dan Satinah asal Semarang.

"Satgas TKI konon sudah melakukan lobby-lobby ke pemerintah Kerajaan Arab Saudi namun belum ada titik terang pembebasan mereka. Upaya yang terakhir, pemerintah mengirimkan mantan Presiden BJ Habibie yang mempunyai hubungan dekat dengan kerabat kerajaan untuk melakukan upaya pembebasan Tuti," katanya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5942 seconds (0.1#10.140)