Di Mata Ganjar, Ibunda Presiden Jokowi Sosok yang Ramah dan Mudah Bergaul
A
A
A
SOLO - Ungkapan duka mendalam disampaikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo atas meninggalnya Sujiadmi Notomiharjo, ibunda Presiden Joko Widodo. Bagi Ganjar, sosok yang biasa dia panggil Bu Noto itu adalah orang yang grapyak dan semanak (ramah dan mudah bergaul; bahasa Jawa). (Baca: Ibunda Jokowi Wafat, RST Solo Mulai Dijaga Ketat Polisi Militer)
Ganjar mengatakan kabar meninggalnya ibunda orang nomor satu di Tanah Air dia terima sangat mendadak. Setelah mendapat kepastian Presiden meluncur ke Surakarta, dia langsung koordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
"Saya turut berduka, innalillahi wainna ilaihi raji'un. Semoga khusnul khatimah. Sebentar lagi saya meluncur untuk memberi penghormatan kepada beliau," kata Ganjar, Rabu (25/3/2020).
Eyang Notomiharjo meninggal di Surakarta di usia 77 tahun pukul 16.45 wib. Semasa hidup, Ganjar mengenang Bu Noto adalah sosok tauladan. Tidak ada yang berubah sampaipun anaknya menjabat sebagai pemimpin tertinggi republik ini.
"Sejak Pak Jokowi jadi wali kota saya mengenal beliau (Bu Noto). Tidak ada yang berubah sampai sekarang. Tetap grapyak dan semanak," kata Ganjar.
Ganjar pun mengungkapkan acap kali bertemu dengan almarhumah, terutama di acara-acara pengajian. Pernah suatu ketika, saat hendak mencalonkan diri sebagai Gubernur Jateng periode pertama, Bu Noto turut hadir di salah satu acara pengajian. Tapi kehadiran Bu Noto tersebut tidak diketahui dirinya.
"Beliau tetap mengikuti dan bercampur dengan masyarakat. Sama tetangga Bu Noto juga masih tetap sering mengunjungi," katanya.
Bahkan menurut Ganjar, kebiasaan Presiden Jokowi yang sering blusukan dan tidak berjarak dengan masyarakat, menurun dari sang ibu. Bahkan Ganjar menilai Bu Noto patut dijadikan rujukan oleh para ibu.
"Merakyatnya beliau ini memberi contoh bagi kita, sosok ibu yang selalu rendah hati. Bisa memberi teladan bukan hanya pada anaknya, tapi juga memberi teladan pada kita semua bahwa jabatan akan menjadi hal biasa saja dan tidak bisa mengubah relasi sosial yang telah ada," ungkapnya.
Ganjar mengatakan kabar meninggalnya ibunda orang nomor satu di Tanah Air dia terima sangat mendadak. Setelah mendapat kepastian Presiden meluncur ke Surakarta, dia langsung koordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
"Saya turut berduka, innalillahi wainna ilaihi raji'un. Semoga khusnul khatimah. Sebentar lagi saya meluncur untuk memberi penghormatan kepada beliau," kata Ganjar, Rabu (25/3/2020).
Eyang Notomiharjo meninggal di Surakarta di usia 77 tahun pukul 16.45 wib. Semasa hidup, Ganjar mengenang Bu Noto adalah sosok tauladan. Tidak ada yang berubah sampaipun anaknya menjabat sebagai pemimpin tertinggi republik ini.
"Sejak Pak Jokowi jadi wali kota saya mengenal beliau (Bu Noto). Tidak ada yang berubah sampai sekarang. Tetap grapyak dan semanak," kata Ganjar.
Ganjar pun mengungkapkan acap kali bertemu dengan almarhumah, terutama di acara-acara pengajian. Pernah suatu ketika, saat hendak mencalonkan diri sebagai Gubernur Jateng periode pertama, Bu Noto turut hadir di salah satu acara pengajian. Tapi kehadiran Bu Noto tersebut tidak diketahui dirinya.
"Beliau tetap mengikuti dan bercampur dengan masyarakat. Sama tetangga Bu Noto juga masih tetap sering mengunjungi," katanya.
Bahkan menurut Ganjar, kebiasaan Presiden Jokowi yang sering blusukan dan tidak berjarak dengan masyarakat, menurun dari sang ibu. Bahkan Ganjar menilai Bu Noto patut dijadikan rujukan oleh para ibu.
"Merakyatnya beliau ini memberi contoh bagi kita, sosok ibu yang selalu rendah hati. Bisa memberi teladan bukan hanya pada anaknya, tapi juga memberi teladan pada kita semua bahwa jabatan akan menjadi hal biasa saja dan tidak bisa mengubah relasi sosial yang telah ada," ungkapnya.
(sms)