Tak Pernah Dilibatkan, Ratusan Warga Mojokerto Tolak Tambang Galian C
A
A
A
MOJOKERTO - Puluhan warga Desa Sawo, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, melakukan aksi unjuk rasa. Mereka menolak adanya aktivitas pertambangan galian C di desa tersebut.
Sekira pukul 11.00 WIB, puluhan warga ini mendatangi area persawahan yang rencananya digunakan untuk pertambangan galian C. Tua-muda, pria-wanita, hingga anak-anak turut serta dalam aksi demonstrasi tersebut.
Mereka mendesak agar pengusaha tambang galian C menghentikan rencana aktivitas pengerukan lahan persawahan di desa itu. Selain itu, warga juga mengusir paksa alat berat berupa bechoe yang sudah di datangkan ke lokasi.
"Usir bechoe ini. Kami tidak ingin adanya galian C di desa ini. Karena kami khawatir bakal merusak alam sekitar," kata salah seorang warga di tengah kerumunan, Kamis (19/3/2020).
Sementara itu, Kepala Desa Sawo, Nur Kholis, mengungkapkan, aksi warga ini sebagai bentuk penolakan adanya tambang galian C di desa itu. Kendati hingga saat ini, tambang galian C di Desa Sawo masih sebatas rencana.
"Warga memang menolak adanya tambang galian C. Karena ada alat berat ini, mereka kemudian melakukan aksi unjuk rasa. Saya juga baru tahu kalau ada alat berat di sini," kata Nur Kholis saat ditemui di lokasi.
Alat berat tersebut diketahui warga tiba di lokasi yang rencananya dijadikan tambang galian C itu dini hari tadi, sekira pukul 02.00 WIB. Padahal, hingga saat ini, masih ada pro dan kontra dengan rencana adanya tambang galian C di desa tersebut.
"Dari awal masyarakat sudah bermusyawarah, cuma masih ada pro dan kontra dan sampai sekarang belum selesai. Tapi dari pihak pengusaha itu tidak ada itikad baik. Maka itu warga menolak dan meminta agar alat berat itu ditarik supaya tidak menimbulkan polemik," imbuhnya.
Kholis menuturkan, Pemerintah Desa Sawo sebenarnya tidak pernah merasa keberatan dengan adanya aktivitas galian C di desa itu. Dengan catatan, warga setempat bisa menerima dan tidak menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Namun, nyatanya hingga kini warga masih belum bisa menerima adanya aktivitas tambang itu.
Kendati tanah seluar 5 hektar yang rencana digali itu, merupakan milik warga setempat. Akan tetapi, tanpa persetujuan warga lain tidak mungkin, pertambangan itu bisa dilakukan. Lantaran berpotensi menimbulkan konflik sosial di antara warga Desa Sawo. Disinggung soal izin pertambangan itu, Nur Kholis juga mengaku tak mengetahui secara detail.
"Kalau persoalan izin, saya kurang tahu. karena proses izin sekarang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kalau dulu izin itu dari bawah. Yang memiliki lahan dan lingkungan menyetujui, BPD (Badan Permusyawaratan Desa) menyutuji, baru kepala desa merekomendasi," terangnya.
Rekomendasi itu, selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk mengajukan rekomendasi ke tingkat Kabupaten Mojokerto. Mulai Izin Lingkungan, Izin Operasional dan izin-izin pertambangan lainnya. Sebelum akhirnya disetujui oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) dalam hal ini Gubernur (Jatim).
Dengan adanya penolakan ini, lanjut Nur Kholis, pihaknya mengimbau kepada pemilik usaha tambang untuk sementara menarik alat berat dari lokasi. Agar tidak terjadi persoalan yang berlarut-larut. Pihaknya meminta agar warga dan pengusaha galian bisa duduk bersama guna menyelesaikan persoalan tersebut.
"Permintaan warga ini ditarik dulu. Namun, karena ini sudah diambil alih oleh pihak kepolisian, maka kami mentaati hukum. Sehingga persoalan ini kami serahkan ke pihak kepolisian," tandas Nur Kholis.
Guna menghindari adanya konflik berkepanjangan, sejumlah petugas kepolisian yang datang ke lokasi langsung melakukan negosiasi dengan masyarakat. Polisi juga mengamankan bochoe yang rencananya akan digunakan untuk aktivitas pertambangan galian C.
"Untuk tidak lanjut kita serahkan langsung ke Polres Mojokerto. Termasuk untuk pemeriksaan terkait dengan izin-izin tambang maupun alat beratnya," kata Kapolsek Kutorejo AKP Hery Susanto.
Sekira pukul 11.00 WIB, puluhan warga ini mendatangi area persawahan yang rencananya digunakan untuk pertambangan galian C. Tua-muda, pria-wanita, hingga anak-anak turut serta dalam aksi demonstrasi tersebut.
Mereka mendesak agar pengusaha tambang galian C menghentikan rencana aktivitas pengerukan lahan persawahan di desa itu. Selain itu, warga juga mengusir paksa alat berat berupa bechoe yang sudah di datangkan ke lokasi.
"Usir bechoe ini. Kami tidak ingin adanya galian C di desa ini. Karena kami khawatir bakal merusak alam sekitar," kata salah seorang warga di tengah kerumunan, Kamis (19/3/2020).
Sementara itu, Kepala Desa Sawo, Nur Kholis, mengungkapkan, aksi warga ini sebagai bentuk penolakan adanya tambang galian C di desa itu. Kendati hingga saat ini, tambang galian C di Desa Sawo masih sebatas rencana.
"Warga memang menolak adanya tambang galian C. Karena ada alat berat ini, mereka kemudian melakukan aksi unjuk rasa. Saya juga baru tahu kalau ada alat berat di sini," kata Nur Kholis saat ditemui di lokasi.
Alat berat tersebut diketahui warga tiba di lokasi yang rencananya dijadikan tambang galian C itu dini hari tadi, sekira pukul 02.00 WIB. Padahal, hingga saat ini, masih ada pro dan kontra dengan rencana adanya tambang galian C di desa tersebut.
"Dari awal masyarakat sudah bermusyawarah, cuma masih ada pro dan kontra dan sampai sekarang belum selesai. Tapi dari pihak pengusaha itu tidak ada itikad baik. Maka itu warga menolak dan meminta agar alat berat itu ditarik supaya tidak menimbulkan polemik," imbuhnya.
Kholis menuturkan, Pemerintah Desa Sawo sebenarnya tidak pernah merasa keberatan dengan adanya aktivitas galian C di desa itu. Dengan catatan, warga setempat bisa menerima dan tidak menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Namun, nyatanya hingga kini warga masih belum bisa menerima adanya aktivitas tambang itu.
Kendati tanah seluar 5 hektar yang rencana digali itu, merupakan milik warga setempat. Akan tetapi, tanpa persetujuan warga lain tidak mungkin, pertambangan itu bisa dilakukan. Lantaran berpotensi menimbulkan konflik sosial di antara warga Desa Sawo. Disinggung soal izin pertambangan itu, Nur Kholis juga mengaku tak mengetahui secara detail.
"Kalau persoalan izin, saya kurang tahu. karena proses izin sekarang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kalau dulu izin itu dari bawah. Yang memiliki lahan dan lingkungan menyetujui, BPD (Badan Permusyawaratan Desa) menyutuji, baru kepala desa merekomendasi," terangnya.
Rekomendasi itu, selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk mengajukan rekomendasi ke tingkat Kabupaten Mojokerto. Mulai Izin Lingkungan, Izin Operasional dan izin-izin pertambangan lainnya. Sebelum akhirnya disetujui oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) dalam hal ini Gubernur (Jatim).
Dengan adanya penolakan ini, lanjut Nur Kholis, pihaknya mengimbau kepada pemilik usaha tambang untuk sementara menarik alat berat dari lokasi. Agar tidak terjadi persoalan yang berlarut-larut. Pihaknya meminta agar warga dan pengusaha galian bisa duduk bersama guna menyelesaikan persoalan tersebut.
"Permintaan warga ini ditarik dulu. Namun, karena ini sudah diambil alih oleh pihak kepolisian, maka kami mentaati hukum. Sehingga persoalan ini kami serahkan ke pihak kepolisian," tandas Nur Kholis.
Guna menghindari adanya konflik berkepanjangan, sejumlah petugas kepolisian yang datang ke lokasi langsung melakukan negosiasi dengan masyarakat. Polisi juga mengamankan bochoe yang rencananya akan digunakan untuk aktivitas pertambangan galian C.
"Untuk tidak lanjut kita serahkan langsung ke Polres Mojokerto. Termasuk untuk pemeriksaan terkait dengan izin-izin tambang maupun alat beratnya," kata Kapolsek Kutorejo AKP Hery Susanto.
(pur)