Mahasiswa S3 FKKMK UGM Sukses Kembangkan Operasi Retina dengan Gas
A
A
A
SLEMAN - Mahasiswa S3 Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Waldensius Girsang berhasil mengembangkan operasi retina dengan gas melalui metode retinektomi relaksasi radial, operasi penempelan retina dengan tamponade gas.
Dengan metode ini, baik secara anatomis maupun fungsional angka keberhasilan memuaskan dan efek samping yang relatif rendah dibandingkan dengan berbagai variasi teknik retinektomi yang telah ada, serta dapat mempercepat dan menghemat biaya operasi. Inovasi ini juga mengantar Waldensius Girsang meraih gelar doktor (S3) bidang kedokteran di FKKMK UGM dengan predikat cumlaude.
Waldensius Girsang mengatakan pengembangan metode atau teknik baru penempelan retina dengan gas, karena selama ini dalam menanggani ablasio retina, yaitu kondisi lepasnya retina dari jaringan belakang bola mata umumnya dilakukan dengan operasi mengunakan minyak silikon.
Dengan metode ini, pasien perlu melakukan operasi lagi. Pertama, saat pemasangan dan yang kedua harus dilepas silikonnya enam bulan setelahnya. Sehingga, akan berpengaruh pada kemampuan pelihatan pasien tersebut. Termasuk akan menambah biaya lagi.
“Itulah dasar pengembangan metode untuk mengoperasi saraf mata pada gangguan ablasio retina melalui retinektomi relaksasi radial,” kata Girsang.
Girsang menjelaskan metode baru ini dengan cara memotong retina secara radial. Teknik tersebut berbeda dengan cara sebelumnya yang memotong secara melintang tidak denga radial. Hal itu dilakukan karena dalam operasi saraf mata berdekatan dengan pupil.
Untuk itu, pemotongan harus dilakukan dalam ukuran tertentu supaya menjaga pupil. Namun dengan metode baru ini tidak lagi memakai minyak silikon saat penempelan retina. Dalam proses operasi, hanya perlu memakai gas yang akan hilang secara berangsur. Sebab gas akan terserap sendiri dan habis.
Kalau penempelan retina menggunakan silikon dapat menimbulkan komplikasi pada mata. Kesehatan mata akan kembali menurun. Sehingga dengan menggunakan metode baru ini membuat hasil lebih maksimal, baik dan murah.
“Dengan metode lama dengan dua kali operasi. Sedangkan memakai gas, cukup satu kali operasi saja, sehingga menghemat pembiayaan. Untuk dua kali operasi biayanya sekitar Rp70 juta. Untuk metode baru ini hanya Rp45 juta, sehingga menghemat Rp15-20 juta,” jelasnya.
Menurut Girsang kasus ablasio retina cukup banyak di dunia. Di negara-negara Eropa, sekitar 5-10 persen masyarakatnya mengalami kondisi tersebut. Sebagian besar mereka sudah menyadari dan langsung memeriksakan ke dokter ketika timbul gejala.
Sedangkan di Indonesia, kebanyakan belum sadar atas kondisi ablasio retina. Karena meremehkan, penderita baru ke dokter setelah kondisi mata parah.
“Tanda atau gejala awal biasanya merasa melihat nyamuk di sekitarnya, padahal tidak ada. Kemudian seperti ada kilat-kilat. Sebaiknya ketika mengalami gejala awal segera diperiksa,” ungkapnya.
Dengan metode ini, baik secara anatomis maupun fungsional angka keberhasilan memuaskan dan efek samping yang relatif rendah dibandingkan dengan berbagai variasi teknik retinektomi yang telah ada, serta dapat mempercepat dan menghemat biaya operasi. Inovasi ini juga mengantar Waldensius Girsang meraih gelar doktor (S3) bidang kedokteran di FKKMK UGM dengan predikat cumlaude.
Waldensius Girsang mengatakan pengembangan metode atau teknik baru penempelan retina dengan gas, karena selama ini dalam menanggani ablasio retina, yaitu kondisi lepasnya retina dari jaringan belakang bola mata umumnya dilakukan dengan operasi mengunakan minyak silikon.
Dengan metode ini, pasien perlu melakukan operasi lagi. Pertama, saat pemasangan dan yang kedua harus dilepas silikonnya enam bulan setelahnya. Sehingga, akan berpengaruh pada kemampuan pelihatan pasien tersebut. Termasuk akan menambah biaya lagi.
“Itulah dasar pengembangan metode untuk mengoperasi saraf mata pada gangguan ablasio retina melalui retinektomi relaksasi radial,” kata Girsang.
Girsang menjelaskan metode baru ini dengan cara memotong retina secara radial. Teknik tersebut berbeda dengan cara sebelumnya yang memotong secara melintang tidak denga radial. Hal itu dilakukan karena dalam operasi saraf mata berdekatan dengan pupil.
Untuk itu, pemotongan harus dilakukan dalam ukuran tertentu supaya menjaga pupil. Namun dengan metode baru ini tidak lagi memakai minyak silikon saat penempelan retina. Dalam proses operasi, hanya perlu memakai gas yang akan hilang secara berangsur. Sebab gas akan terserap sendiri dan habis.
Kalau penempelan retina menggunakan silikon dapat menimbulkan komplikasi pada mata. Kesehatan mata akan kembali menurun. Sehingga dengan menggunakan metode baru ini membuat hasil lebih maksimal, baik dan murah.
“Dengan metode lama dengan dua kali operasi. Sedangkan memakai gas, cukup satu kali operasi saja, sehingga menghemat pembiayaan. Untuk dua kali operasi biayanya sekitar Rp70 juta. Untuk metode baru ini hanya Rp45 juta, sehingga menghemat Rp15-20 juta,” jelasnya.
Menurut Girsang kasus ablasio retina cukup banyak di dunia. Di negara-negara Eropa, sekitar 5-10 persen masyarakatnya mengalami kondisi tersebut. Sebagian besar mereka sudah menyadari dan langsung memeriksakan ke dokter ketika timbul gejala.
Sedangkan di Indonesia, kebanyakan belum sadar atas kondisi ablasio retina. Karena meremehkan, penderita baru ke dokter setelah kondisi mata parah.
“Tanda atau gejala awal biasanya merasa melihat nyamuk di sekitarnya, padahal tidak ada. Kemudian seperti ada kilat-kilat. Sebaiknya ketika mengalami gejala awal segera diperiksa,” ungkapnya.
(zil)