Ini Alasan Kerajaan Kutai Mulawarman Tak Rekrut Anggota
A
A
A
KUTAI KARTANEGARA - Iansyahrechza yang didaulat menjadi Maharaja Kerajaan Kutai Mulawarman menyebut kerajaannya tak lakukan perekrutan anggota. Sebab kerajaan yang berpusat di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) ini sengaja dibentuk sebagai upaya mempertahankan adat istiadat warga Kutai Muara Kaman. (Baca: Heboh Kemunculan 'Kerajaan Kutai Mulawarman' di Kukar Ini Faktanya)
“Siapa anggota kerajaan ini? Mereka yang merasa sebagai kerabat Mulawarman. Warga yang masih memegang teguh adat Mulawarman adalah bagian dari Kerajaan Kutai Mulawarman,” kata Iansyahrechza, Jumat (7/2/2020).
Dia mengingatkan, Kerajaan Kutai Mulawarman jangan digambarkan seolah berdiri sebuah kerajaan baru dengan pemerintahan dan rakyatnya. Ini hanya sebatas perkumpulan dari kerabat Mulawarman yang ingin agar tradisi mereka tetap lestari.
“Perkumpulan ini kita namakan Lembaga Adat Kutai Mulawarman yang mendapat SK dari Bupati Syaukani HR kala itu di tahun 2001. Tidak mungkin bupati mengeluarkan SK untuk raja. Tidak mungkin kita bentuk ormas atau LSM, makanya kita namakan perkumpulan,” sebutnya.
Iansyahrechza menyebut lembaganya sebagai Perkumpulan Kerabat Mulawarman. Seluruh kerabat Mulawarman dikumpulkan dalam satu forum lembaga adat yang mendapat legalitas hukum dari negara.
“Kita berharap bahwa warisan ini menjadi aset kebudayaan dan pariwisata untuk diperkenalkan kepada dunia. Ini ada kerajaan, ini ada kesultanan. Orang akan melihat Kesultanan Kutai Kartanegara pusatnya di Kota Tenggarong. Orang juga melihat Kerajaan Kutai Mulawarman pusatnya di Kecamatan Muara Kaman,” papar Iansyahrechza.
Dia melanjutkan, pemilihan pusat kerajaan di Kecamatan Muara Kaman karena di sana ada situs budaya. Pihak kerajaan juga membuat sebuah museum yang menyimpan peninggalan kerajaan dari masa lalu.
“Museum ini kami mohonkan dan akhirnya terbangun. Itu suatu perjuangan yang tidak mudah. Supaya kampung kami itu didatangin orang,” tambahnya.
Pembentukan kerajaan ini semata untuk mempertahankan tradisi leluhur. Sedangkan kegiatan budaya yang rutin dilakukan berguna agar Mulawarman lebih dikenal dunia.
“Kami setiap tahun datang ke Muara Kaman untuk nyekar dan bikin upacara adat segala macamnya itu adalah budaya, bukan keharusan. Tetapi kebanggan hati kami untuk mengingat leluhur,” pungkasnya.
“Siapa anggota kerajaan ini? Mereka yang merasa sebagai kerabat Mulawarman. Warga yang masih memegang teguh adat Mulawarman adalah bagian dari Kerajaan Kutai Mulawarman,” kata Iansyahrechza, Jumat (7/2/2020).
Dia mengingatkan, Kerajaan Kutai Mulawarman jangan digambarkan seolah berdiri sebuah kerajaan baru dengan pemerintahan dan rakyatnya. Ini hanya sebatas perkumpulan dari kerabat Mulawarman yang ingin agar tradisi mereka tetap lestari.
“Perkumpulan ini kita namakan Lembaga Adat Kutai Mulawarman yang mendapat SK dari Bupati Syaukani HR kala itu di tahun 2001. Tidak mungkin bupati mengeluarkan SK untuk raja. Tidak mungkin kita bentuk ormas atau LSM, makanya kita namakan perkumpulan,” sebutnya.
Iansyahrechza menyebut lembaganya sebagai Perkumpulan Kerabat Mulawarman. Seluruh kerabat Mulawarman dikumpulkan dalam satu forum lembaga adat yang mendapat legalitas hukum dari negara.
“Kita berharap bahwa warisan ini menjadi aset kebudayaan dan pariwisata untuk diperkenalkan kepada dunia. Ini ada kerajaan, ini ada kesultanan. Orang akan melihat Kesultanan Kutai Kartanegara pusatnya di Kota Tenggarong. Orang juga melihat Kerajaan Kutai Mulawarman pusatnya di Kecamatan Muara Kaman,” papar Iansyahrechza.
Dia melanjutkan, pemilihan pusat kerajaan di Kecamatan Muara Kaman karena di sana ada situs budaya. Pihak kerajaan juga membuat sebuah museum yang menyimpan peninggalan kerajaan dari masa lalu.
“Museum ini kami mohonkan dan akhirnya terbangun. Itu suatu perjuangan yang tidak mudah. Supaya kampung kami itu didatangin orang,” tambahnya.
Pembentukan kerajaan ini semata untuk mempertahankan tradisi leluhur. Sedangkan kegiatan budaya yang rutin dilakukan berguna agar Mulawarman lebih dikenal dunia.
“Kami setiap tahun datang ke Muara Kaman untuk nyekar dan bikin upacara adat segala macamnya itu adalah budaya, bukan keharusan. Tetapi kebanggan hati kami untuk mengingat leluhur,” pungkasnya.
(sms)