Mimpi Putri Simalungun di Pelosok Borneo
A
A
A
SAMARINDA - Degup jantung Dahliana Saragih berlari kencang. Bukan rasa takut yang sesungguhnya tengah menjalar. Tapi, adrenalin perempuan kelahiran Simalungun, 27 Juli 1995 itu telah memompa bilik jantungnya karena menantikan berbagai jenis kejutan yang ditemuinya sepanjang menyusuri Sungai Kelay dengan menggunakan ketinting atau sampan.
Lia, begitu Dahliana akrab disapa, mengaku menyusuri aliran sungai yang cukup deras dengan menggunakan ketinting telah membuatnya gembira. “Pengalaman baru buat saya,” katanya di sela pelatihan pejuang Sigap Sejahtera di Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Rabu (29/1/2020).
Pengalaman menyusuri anak sungai ke wilayah pedalaman Suku Dayak itu dilakukannya dari Kampung Long Pelay menuju Long Suluy, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Durasi tempuhnya memakan waktu sekitar dua jam lebih.
Ketinting yang digunakannya hanya berukuran selebar tubuhnya saja. Ketinting yang didorong dengan mesin motor tempel itu telah memberikannya sebuah pengalaman yang berkesan sebagai seorang pejuang Sigap Sejahtera.
Momen tak terlupakan itu didapatkannya setelah sebulan bertugas sebagai fasilitator Kampung Long Pelay, Kecamatan Kelay. Pemegang gelar sarjana ilmu politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) ini menjadi satu dari 111 fasilitator kampung yang masuk ke dalam program Sigap Sejahtera.
Lia bercerita saat itu dirinya ikut bersama rombongan Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo, untuk merayakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74 atau pada 17 Agustus 2019 di wilayah Long Suluy. “Di sana saya melihat secara langsung kehidupan warga suku Dayak, termasuk juga melihat beberapa orang bertelinga panjang. Sungguh menarik,” katanya dalama pernyataan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (29/1/2020).
Tapi, motivasi Lia menjadi pejuang Sigap Sejahtera ini bukan sekadar untuk menikmati petualangan alam liar yang ada di bumi Borneo saja. Lia justru ingin membuktikan bahwa wanita asal Sumatera juga punya peluang dan kesempatan yang sama untuk dapat mengabdi di berbagai pelosok nusantara.
“Di kampung saya itu, ada sebuah kebanggaan bagi seorang perempuan bisa merantau jauh. Inilah yang memberikan motivasi besar kepada saya sampai datang ke Kalimantan ini,” ujar putri sulung dari pasangan Jahotan Saragih dan Bungenta Sinaga ini.
Perihal keterlibatannya di program Sigap Sejahtera ini ternyata tak lepas dari aktivitasnya bersama organisasi Forum Mahasiswa Nasional. Semasa kuliah, dia menjadi salah satu aktifis mahasiswa yang kerap bergelut dengan dunia advokasi. Bahkan, kegelisahannya pada persoalan masyarakat kecil itu sempat diasah dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Walhi Sumatera Utara. Salah satu perjuangannya adalah mendampingi proses advokasi masyarakat adat kawasan Hutan Batangtoru melawan perusahaan NSHE yang ingin membangun PLTA.
“Saya mengajukan lamaran secara online menjadi pejuang Sigap Sejahtera ini setelah mendapatkan informasi dari kawan yang sudah ada bekerja di sana. Ia bilang ada kekosongan pendamping,” ujar penyuka warna navy ini.
Singkat kata, setelah proses lamaran dinyatakan lolos seleksi dan diterima, perempuan berambut sebahu ini harus berusaha meyakinkan orang tuanya untuk diizinkan pergi merantau. Ia meyakinkan bahwa pilihannya ke Kalimantan Timur akan baik-baik saja karena sudah memiliki teman. “Saya punya tujuan dan ingin belajar serta mengembangkan diri di sana,” katanya.
Alhasil, orang tuanya yang berprofesi sebagai petani karet di wilayah pegunungan Simalungun itu memberikan restu. “Restu mereka juga yang membuat saya semakin kuat untuk mengabdikan diri di tempat ini,” ujarnya.
Kini, setelah enam bulan bertugas menjadi pejuang Sigap di Kampung Long Palay, Lia menyimpan harapan besar untuk bisa berbuat lebih kongkret lagi dalam membantu percepatan pertumbuhan desa.
“Harapannya tentu saja bisa lebih masuk lagi dan berperan lebih besar dalam membantu menggali potensi positif masyarakat maupun pemerintahan desa yang ada di sana,” kata penghobi travelling ini.
Lia, begitu Dahliana akrab disapa, mengaku menyusuri aliran sungai yang cukup deras dengan menggunakan ketinting telah membuatnya gembira. “Pengalaman baru buat saya,” katanya di sela pelatihan pejuang Sigap Sejahtera di Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Rabu (29/1/2020).
Pengalaman menyusuri anak sungai ke wilayah pedalaman Suku Dayak itu dilakukannya dari Kampung Long Pelay menuju Long Suluy, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Durasi tempuhnya memakan waktu sekitar dua jam lebih.
Ketinting yang digunakannya hanya berukuran selebar tubuhnya saja. Ketinting yang didorong dengan mesin motor tempel itu telah memberikannya sebuah pengalaman yang berkesan sebagai seorang pejuang Sigap Sejahtera.
Momen tak terlupakan itu didapatkannya setelah sebulan bertugas sebagai fasilitator Kampung Long Pelay, Kecamatan Kelay. Pemegang gelar sarjana ilmu politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) ini menjadi satu dari 111 fasilitator kampung yang masuk ke dalam program Sigap Sejahtera.
Lia bercerita saat itu dirinya ikut bersama rombongan Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo, untuk merayakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74 atau pada 17 Agustus 2019 di wilayah Long Suluy. “Di sana saya melihat secara langsung kehidupan warga suku Dayak, termasuk juga melihat beberapa orang bertelinga panjang. Sungguh menarik,” katanya dalama pernyataan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (29/1/2020).
Tapi, motivasi Lia menjadi pejuang Sigap Sejahtera ini bukan sekadar untuk menikmati petualangan alam liar yang ada di bumi Borneo saja. Lia justru ingin membuktikan bahwa wanita asal Sumatera juga punya peluang dan kesempatan yang sama untuk dapat mengabdi di berbagai pelosok nusantara.
“Di kampung saya itu, ada sebuah kebanggaan bagi seorang perempuan bisa merantau jauh. Inilah yang memberikan motivasi besar kepada saya sampai datang ke Kalimantan ini,” ujar putri sulung dari pasangan Jahotan Saragih dan Bungenta Sinaga ini.
Perihal keterlibatannya di program Sigap Sejahtera ini ternyata tak lepas dari aktivitasnya bersama organisasi Forum Mahasiswa Nasional. Semasa kuliah, dia menjadi salah satu aktifis mahasiswa yang kerap bergelut dengan dunia advokasi. Bahkan, kegelisahannya pada persoalan masyarakat kecil itu sempat diasah dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Walhi Sumatera Utara. Salah satu perjuangannya adalah mendampingi proses advokasi masyarakat adat kawasan Hutan Batangtoru melawan perusahaan NSHE yang ingin membangun PLTA.
“Saya mengajukan lamaran secara online menjadi pejuang Sigap Sejahtera ini setelah mendapatkan informasi dari kawan yang sudah ada bekerja di sana. Ia bilang ada kekosongan pendamping,” ujar penyuka warna navy ini.
Singkat kata, setelah proses lamaran dinyatakan lolos seleksi dan diterima, perempuan berambut sebahu ini harus berusaha meyakinkan orang tuanya untuk diizinkan pergi merantau. Ia meyakinkan bahwa pilihannya ke Kalimantan Timur akan baik-baik saja karena sudah memiliki teman. “Saya punya tujuan dan ingin belajar serta mengembangkan diri di sana,” katanya.
Alhasil, orang tuanya yang berprofesi sebagai petani karet di wilayah pegunungan Simalungun itu memberikan restu. “Restu mereka juga yang membuat saya semakin kuat untuk mengabdikan diri di tempat ini,” ujarnya.
Kini, setelah enam bulan bertugas menjadi pejuang Sigap di Kampung Long Palay, Lia menyimpan harapan besar untuk bisa berbuat lebih kongkret lagi dalam membantu percepatan pertumbuhan desa.
“Harapannya tentu saja bisa lebih masuk lagi dan berperan lebih besar dalam membantu menggali potensi positif masyarakat maupun pemerintahan desa yang ada di sana,” kata penghobi travelling ini.
(sms)