Uniknya Masjid Al Osmani di Kota Medan Hasil Karya Arsitektur Jerman

Senin, 27 Januari 2020 - 05:04 WIB
Uniknya Masjid Al Osmani di Kota Medan Hasil Karya Arsitektur Jerman
Uniknya Masjid Al Osmani di Kota Medan Hasil Karya Arsitektur Jerman
A A A
Masjid merupakan rumah Allah Subhanawata’ala yang diperuntukkan bagi Umat Muslim untuk melaksanakan ibadah salat wajib lima waktu dan ibadah sunnah lainnya.

Siapa yang tidak tahu Mmsjid yang merupakan cagar Budaya di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut)? Masjid Al Osmani namanya. Ada yang sudah sering melaksanakan salat di masjid itu, ada juga yang belum mengetahui adanya masjid tersebut.

Padahal Masjid Al Osmani yang berada di Jalan KL Yos Sudarso, Kelurahn Labuhan Deli, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan ini lebih dulu dibangun sebelum berdirinya Masjid Raya Al Mashun di Jalan Sisingamangaraja, Medan. Masjid Al Osmani ini dibangun pertama kali oleh Sultan Osman Perkasa Alam.

Menurut Pengurus Badan Kenaziran Masjid (BKM) Raya Al-Osmani, Ahmad Faruni, pembangunan Masjid ini diawali pada tahun 1854 di masa Sultan Osman. Sesuai dengan nama yang membangunnya, maka masjid ini disebut dengan Masjid Raya Al-Osmani Labuhan Deli.

“Pembangunan masjid saat itu terbuat dari kayu dengan ukuran 16 x 16 meter dengan bentuk panggung, karena melihat kondisi alam saat itu,” jelas Faruni, belum lama ini.

Dikatakan Faruni, status Raya Al-Osmani menjadi cagar budaya Kota Medan pada 2016. Secara yuridis, masjid yang berada di Jalan KL Yos Sudarso, Labuhan Deli, Kecamatan Medan Labuhan Deli ini merupakan Masjid tertua. “Namun diakui secara administrasi dan lainnya, dijadikan cagar budaya Kota Medan,” papar Faruni.

Di masa kejayaannya, Sultan Osman mendirikan rumah ibadah yang sangat sederhana. Salah satu tujuan pendirian rumah ibadah ini untuk mengumpulkan umat Islam, terutama Suku Melayu yang berkembang saat itu. Juga sebagai tempat sultan dan rakyatnya bertemu.

Sehabis masa Sultan Osman, digantikan sultan kedelapan, Sultan Mahmud Perkasa Alam, anak kandung Sultan Osman. Pada masa Sultan Mahmud terjadi perubahan besar-besaran Masjid Raya Al-Osmani. Awalnya terbuat dari kayu, menjadi batu permanen.

“Saat itu pembangunannya memakan waktu, karena arsitek asal Jerman memikirkan bagaimana membuat masjid ini tidak hanya popular pada zamannya, tapi juga populer di masa-masa akan datang,” ungkap Faruni.

Dengan keuletan sang arsitek beserta Sultan Mahmod, akhirnya Masjid Raya Al-Osmani terbangun dan memiliki unsur arsitektur dengan beragam seni, mulai dari seni India, Timur Tengah, Eropa, China dan diselimuti oleh Melayu.

Untuk seni Eropa terlihat dari bangunan minimalis masjid. India dapat dilihat di ruang utama masjid, bagian atas masjid atau kubah mirip dengan Taj Mahal. Untuk Timur Tengah bisa dilihat dari tiang-tiang yang mirip dengan masjid di Timur Tengah.

Untuk seni China bisa dilihat dari pintu-pintu masjid dengan motif-motif China. Untuk Melayu Deli bisa dilihat dari dua warna pada Masjid Raya Al-Osmani, kuning yang dipadukan dengan hijau.

Warna Kuning melambangkan suku Melayu Deli dan Hijau melambangkan keislamannya. Artinya, Melayu sangat menjunjung tinggi adat budaya istiadat serta agama sebagai fondasi menegakkan agama Islam.

Menurut Faruni, setingkat pejabat daerah seperti Gubernur Sumut, Pangdam I BB, Lantamal dan beberapa pejabat lainnya, selain Wali Kota, pernah berkunjung ke Masjid Raya Al-Osmani. Mengingat, Masjid Raya Al-Osmani Labuhan Deli berada jauh dari Kota Medan, sehingga para pejabat banyak yang belum singgah ke masjid tersebut.

“Namu untuk turis pun sangat jarang ke mari. Padahal di sini banyak ilmu yang bisa didapat, seperti sejarah Kesultanan Deli, sejarah Melayu Deli bisa didapatkan jika masjid ini lebih diperhatikan lagi keberadaannya oleh pemerintah,” sebutnya.

Namun begitu, Faruni yang sudah sejak 2010 berstatus sebagai BKM mengaku Pemerintah Kota Medan sangat peduli dengan Masjid Raya Al-Osmani ini, karena berstatus sebagai bangunan bersejarah.

“Pemerintah Kota Medan sangat peduli dengan Masjid Raya Al-Osmani ini, karena berstatus sebagai bangunan bersejarah atau cagar budaya serta masjid tertua di Kota Medan, sehingga harus dijaga bersama-sama,” tambahnya.

Masjid Raya Al-Osmani sudah lebih kurang tujuh kali direnovasi, mulai dari pertama kali didirikan pada tahun 1854, dengan bahan kayu pilihan. Di tahun 1870 sampai 1872, dibangun menjadi bangunan permanen.

Kemudian dilakukan rehab oleh Deli Maatschappij, NV perusahaan Belanda, pada tahun 1927. Di tahun 1963 sampai 1964 dilakukan rehab oleh T Burhanuddin, Dirut Tembakau Deli II.

Tahun 1977 dilakukan rehab dari dana bantuan Presiden di masa Wali Kota Madya KDH tingkat II Medan, yaitu HM Saleh Arifin. Pada 1991 sampai 1992 dilakukan pemugaran atas prakarsa Wali Kota Madya KDH tingkat II Medan, H Bachtiar Djafar.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3209 seconds (0.1#10.140)